Friday, May 12, 2017

Willem Iskander, Tokoh Pendidikan Sumatera Utara yang puitis Dari Tanah Mandailing Menuju Negeri Belanda



               Gambar 1. Buku Willem Iskander, Sibulus bulus si Rumbuk Rumbuk tahun 1987
Saya beruntung sekali mendapatkan buku berjudul  “Willem Iskander, Si Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk pinjaman dari perpustakaan UI  bantuan seorang pustawan junior yang baik hati.  Sepertinya  buku ini dihibahkan oleh Fakultas Sastra UI tertanggal 11 Oktober 1994 dan saya resmi menjadi peminjam pertama  tertanggl 23  Mei 2017 yang juga tertera dalam stempel peminjaman. Apa yang membuat saya tertarik setelah menyelesailan studi S2 saya di Jurusan Sosiologi FISIP UI, saya makin sadar begitu banyak sejarah  kearifan lokal, budaya lisan dan tulisan yang sudah mengakar dalam masyarakat kita namun tidak  terawat dengan baik. Tulisan dan penelitian tentang sosok-sosok pionir pendidikan dan sastra seperti Willem Iskandar  juga masih sangat sedikit. Bahkan kiprahnya bukan hanya di Sumatera Utara saja namun inspurasinya menyebar di nusantara dilihat dari sejarah kehidupannya bersama sahabat-sahabatnya dari suku jawa, sunda dan minahasa  yang  saat itu sama-sama sekolah di Belanda.

Dalam buku 113 Halaman tersebut, sang penulis Basyral Hamidy Harahap yang juga dosen sastra UI berhasil menuliskan kumpulan puisi Willem Iskandar dan meneliti hingga Belanda dan berhasil menerbitkan  buku ”Willem Iskaneder Si Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk” pada cetakan pertama tahun 1976 dan yang menjadi luar biasa adalah saat  Rektor Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa” , Dr, Sujadmoko memberikan kata pengantar dan menekankan apresiasi kepada penulisnya yang telah menerbitkannnya dalam dua bahasa yakni bahasa Mandailing dan bahasa Indonesia. Misinya sangat jelas, bahasa daerah dilestarikan, bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan. Dalam pengantar  Dr. Sudjadmiko mengatakan bahwa karya sastra jauh lebih efektif untuk memaparkan persoalan-persoalan moral secara gamblang  kalau dibandingkan dengan laporan-laporan jurnalistik atau uraian ilmu-ilmu sosial.



        Gambar 2. Photo Lembah Mandailing doc. Basyral Hamidy harahap dalam Buku Willem Iskander, Sibulus bulus si Rumbuk Rumbuk tahun 1987

Willem Iskander lahir pada bulan Maret tahun 1840 di desa Pidoli Lombang, Panyabungan, Mandailing Natal dengan nama kecilnya Sati, ia anak bungsu  dari pasangan Raja Tinating, dan Ibu si Anggur. Willem Iskandar mendapatkan pendidikan ala Barat di Sekolah Rendah Panyabungan. Sekolah ini didirikan Alexander Philipus Godon, seorang berkebangsaan Belanda yang bertugas sebagai kontrolir atau asisten presiden di Mandailing. Sebagai kontrolir ia harus menjalin hubungan baik dengan Raja Tinating agar tugasnya lancar. Sekolah Panyabungan itulah yang digunakan Godon untuk mendapatkan perhatian raja-raja setempat. Guru-gurunya terdiri dari orang-orang Melayu. Pada usia 13 tahun, 1853, Sati masuk sekolah rendah dua tahun yang didirikan Godon di Panyabungan. Begitu lulus, 1855, Sati diangkat menjadi guru di sekolahnya. Barangkali Willem Iskander lah guru formal termuda, 15 tahun, dalam sejarah pendidikan Indonesia. Pada saat yang sama ia juga diangkat oleh Godon menjadi juru tulis bumiputera (adjunct inlandsch schrijfer) di kantor Asisten Residen Mandailing Angkola di Panyabungan. Jabatan guru dan juru tulis itu dijabatnya dua tahun, menggantikan Haji Nawawi yang berasal dari Natal, sampai menjelang keberangkatannya ke Negeri Belanda bersama Godon, Februari 1857.

Willem Iskandar menikah dengan istrinya yang berkebangsaan Belanda bernama Maria Christina Jacoba. Semasa hidupnya dia berhasil mendirikan sekolah  Kweekschool Voor Inlandsche Onderwijers Tano Bato (1862-1874).,pada tahun 1972 sipersiapkan untuk dipendahkan ke Padanhsidempuan untuk dibangun menjadi Pusat Studi Batak uang akan dipimpin oleh sepulang dari Belanda . Namun Willem Iskander wafat pada 8 Mei 1876 (36 tahun) sedangkan istrinya wafat pada tanggal 25 April 1920 (69 tahun) dan dimakamkan di Belanda.

Perjalanan Willem menuju Belanda bersama dengan Banas Lubis (Mandailing), Ardi Sasmita (Bandung), Raden Mas Surono (Surakarta) yang saat itu mendapat beasiswa ke  Belanda dan berangkat di bulan April tahun 1874, saat itu Willem memperdalam pengetahuannya tentang, kebudayaan, bahasa, sastra dan musik.Perjalanan hidup Willem sangat dramatis karena Willem pernah di buang ke Dogul sebagai tahanan politik dan buku karya pertamnya sempat tak boleh beredar karena membakar nasionalisme  para pejuang kebangsaan saat itu seperti Buyung Siregar, Kamaluddin Nasution, serta Kasim Dalimunte.

Dalam buku kumpulan Puisi  Willem Iskabdeer tersebut ada sekitar 20 puisi yang disarikan oleh penulis  dalam tiga kelompok puisi yakni bertema relijius, tema  kasih sayang, tema pendidikan, tema nasionalisme dan tema mawas diri . Tetapi Saya akan mengutip dua puisi sebagai contoh kedalam bahasa Mandailing bebrapa bait puisi berbahasa mandailing dan akan menerjemahkan ke bahasa Indonesia yang bertema pendidikan dan tanah kelahiran

Sikola
Di aduma bagas Kibul
Marbangku marmeja-meja
Di sima iba unduk
Anso marsipoda-sipoda

Tombal danak na jopbasa
Job roa na di bagas i
Di baon madung di botosa
Dapotan poda iba disi

....

Sekolah
Disana sebuah rumah
Berbangku bermeja-meja
Disitu kita duduk
Untuk menuntut ilmu

Segenap anak yang baok budi
Hatinya senang di rumah itu
Sebab ia sudah mengetahui
Beroleh olmu kita disitu

Mandailing
O mandailing  godang
Tano ongannanku sorang
Na diatir ni dolok na lampas
Na nijolimg  ni dolok na martimbus
Ipulna Laing bulus

Muda utindo tongon bania
Utatapma aek ni BatangGadis
Mengeldul-elduk dalan nia
Atri kamun jior marbaris


Mandailing

O Mandailing Raya!
Tanah tempatku di lahirkan
Tanah tempatku dilahirkan
Yang diapit gunung tinggi
Yang diatap gunung berasap
Atapnya mengepul terus

Jika kupandang ke utara
Kulihat air Batang Gadis
Berkelok-kelok alirannya
Kiri kanan jua berbaris

Dalam puisi sikola memberikan pengertian pentingnya pendidikan untuk tujuan masa depan. Karen amenurutnya ilmu adalah senjata utama untuk mengngkat manusia dari kebodohan, sedangkan tanah kelahiran yakni mandailing sebagai tanah kelahiran yang dicintainya dan indahnya alam mandailing membuat penguasa hendak menjajah bangsa dan terkandung cita-cita  penyebaran semangat kebangsaan. Sebagai penyair ia disebut-sebut 60 tahun mendahului Pujangga Baru. Pantunnya tak terikat oleh bentuk sajak tertentu. Pada tahun 1978 ia mendapatkan penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Sedangkan filosofi judul  Si Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk  Menurut Basyral adalah suatu pelajaran dan inti ajaran Willem Iskander sangat susah di dapatkan padanannya dalam bahasa Indonesia  namun jikan secara sederhana bisa diartikan ” seia sekata” tapi jug masih dangkal karena ada makna bisuk yang maknannya lebih luas. Sehingga lebih baik tetap pada bahasa asliya sama dengan makna Tut Wuri Handayani oleh tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara.

Begitulah sekilas sejarah Willem Iskander sebagai sosok guru sekaligus penyair dari tanah Mandailing Sumatera utara. seorang tokoh pendidikan berskala nasional, jauh sebelum Ki Hajar Dewantara tokoh pendidikan kelahiran  Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 mendirikan Taman Siswa, Willem Iskander sudah mendidirikan lembaga pendidikan untuk menghasilkan guru-guru, yang berbasis kerakyatan (1862). Selain seorang seniman, penulis dan tokoh publik pada massa itu,. Semoga jadi inspirasi untuk para generasi muda mengikuti semangat dan jejaknya serta meneliti lebih jauh tentang karya-karyanya dari tanah mandailing hingga negeri Belanda. Semoga.

1 comments:


  1. Assalamu Alaikum uak
    Marikwes jlo le AU tentang sejarah peradaban Islam MANDAILING NATAL TANO HASONANGAN.

    ReplyDelete