The Spirit

The spirit will comes after your will. I see, I hear, I write, I celebrate all moment with words...

waiting is inspiring

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

I love sharing positive mind and feeling

my life teach me to believe my inner strength

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday, May 26, 2014

Monorail, Apakah Solusi Mengatasi macet Jakarta Kita?





Gambar 1 : Ilustrasi  Jalan raya 
dan pembangunan tiang monorail Kota jakarta 
doc www.metrotvnews.com

Siapa suruh datang Jakarta
Siapa Suruh datang Jakarta
Sendiri Suka, Sendri rasa
Eh doe Sayang

      Lirik lagu tersebut sangat menggelitik bagi setiap orang yang datang ke jakarta baik untuk mereka yang berjuang mencari rezeki di Jakarta atau sekedar mengadu nasib dan peruntungannya.   
Coba bayangkan jika lagu ini didendangkan pada saat kita mengeluhkan kemacetan Jakarta dalam macet yang berjam-jam untuk tiba di tempat tujuan. Dengan tingkat stres akut tanpa solusi.     Bisa dimaklumi Jakarta memang kota yang menarik bagi para perantau. ibukota negara Indonesia yang bersinar, anggun, seksi, menarik dan menyihir orang untuk datang. Disamping Jakarta menjadi pusat pemerintahan, bisnis dan investasi di Negara Asia Tenggara setelah Singapura.


Gambar 2 :  Acara Nangkring dipandu Laksono Hari Wiwowo (Editor Megapolitan KOMPAS.com) dengan para Pembicara antara lain Jhon Aryananda (Dirut PT Jakarta Monorail), Dharmaningtyas (Pengamat Transportasi), Prof. Tjipta Lesmana (Pakar Komunikasi politik), dan Lukas Hutagalung (Ditjen Kerjasama infrastruktur BAPPENAS) doc pribadi.


      Namun dibalik segudang permasalahan yang masih tersimpan dibelakangnya. Semua yang datang ke Jakarta memang harus menerima konsekwensi tinggal, kerja atau menetap di Jakarta dan akrab  ditelinga mendengarkan jargon” Kalau Gak macet Bukan Jakarta” agar mahfum dengan kondisi Jakarta.
      Setiap tahun penduduk Jakarta semakin bertambah. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 penduduk DKI berjumlah dan 9,78 juta dan pada tahun 2013 berjumlah 10, 09 juta Jakarta mencapai 9,6 juta orang. Jumlah itu diperkirakan bertambah menjadi sekitar 12,5 juta orang pada siang hari karena ada penduduk komuter yang berasal dari kota sateli seperti dari wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang bekerja di Jakarta. Sehingga bertambahlah kemacetan Jakarta.
       Jadi bagaimana solusi mengurangi kemacetan Jakarta? Selama ini solusi yang sudah menjadi wacana adalah Pindah Ibukota, Pembatasan jumlah kendaraan pribadi dan pengaturan sistem transportasi, dan untuk yang terakhir mearik untuk dibincangkan dalam acara nangkring bareng bertajuk “Jakarta Monorail: Persoalan Infrastruktur atau Politik?” bersama PT Jakarta Monorail bertempat di Outback Steak House, Kuningan City yang dipandu oleh acara tersebut dipandu oleh Laksono Hari Wiwowo (Editor Megapolitan KOMPAS.com) dengan para Pembicara antara lain Jhon Aryananda (Dirut PT Jakarta Monorail), Dharmaningtyas (Pengamat Transportasi), Prof. Tjipta Lesmana (Pakar Komunikasi politik), dan Lukas Hutagalung (Ditjen Kerjasama infrastruktur BAPPENAS). Karena setiap pembicara secara esensi semua setuju bahwa monorail adalah solusi untuk macet namun siapakah yang bertanggung jawab terhadap solusi.
      Jhon Aryananda (PT. JM) mewakili swasta mengatakan seluruh kota Jakarta itu harus memiliki transportasi yang terintegrasi dan bisa diakses publik  mulai dari rumah, ke arteri hinga ke tempat tujuan. Untuk proyek Monoroil sendiri sudah berjalan hampir 10 tahun  dan Adhi karya sudah membangun tiang-tiangnya dan sudah dibayarkan oleh PT JM dan untuk proyek ini sudah memiliki koncortium dengan perusahaan Singapura dan China namun semua terkendala karena masalah kepercayaan
    Dari sisi Pemerintah yang diwakili oleh Lukas Hutagalung mengatakan bahwa pembangunan monorail sebenarnya adalah bagian dari PPP (Public Private Partnership) antara Pemerintah dan swasta termasuk pengdaan infrastruktur yang dibutuhkan orang banyak termasuk transportasi, Namun dalam hal ini perlu ada penjajagan yang baik diantara kedua pihak dalam prosesnya karena tujuannya untuk jangka panjang (long term). Menurut Lukas, anggaran proyek yang tahun 2008/2009 hanya 4,5 miliar kini menjadi Rp12 triliun. Anggaran kian membengkak jika negosiasi tidak usai. Karena semakin tertunda, semakin tinggi biaya infrastrukturnya.
    Sedangkan pengamat transportasi Dharmanintyas mengatakan, lebih menekankan pada kegunaan dan prinsip  monorail sebgai transportasi massal kelak harus  bisa menampung penumpang secara effisien dan efektif untuk menghubungkan antara daerah asal dan tujuan.
    Nada kritis disampaikan oleh  Prof. Tjipta Lesmana yang mengangap kelemahan birokrasi pemerintah  yang harus direformasi karena terkait banyak korupsi dan juga mengatakan Ahok memperlambat pembangunan monorail. Padahal menurutnya di Bangkok dan Malaysia, monorail berjalan lancar. Pertanyaan dari floor lebih pada bagaimana agar nyaman dan tidak macet berjam-jam menuju tujuan dan kesiapan Indonesia menghadapi Asean Economic Community 2015. Jhon mengatakan pembangunan monorail sama dengan pembangunan sebuah sistem  yang dibutuhkan di jangka panjang dalam mengembangkan kota Jakarta sehingga kelak nyaman untuk tinggal seperti BSD

Antara kebijakan, teori dan pengaruh transparansi dalam menyikapi macet Jakarta melalui pembangunan transfortasi massal monorail

       Terlepas dari pro dan kontra diskusi pembangunan monorail diatas, hal ini merupakan satu hal  dan kajian yang menarik  jika kelak Jakarta akan menjadi kota yang tertib, nyaman dengan fasilitas transpartasi publik yang bisa diwujudkan pemerintah seperti pembangunan monorail sehingga mengurangi kenderaan seperti mobil pribadi oleh kalangan menengah keatas yang memenuhi sisi jalan yang semakin sempit dan kita lihat pohon-pohon dibahu jalan sudah ditebangi padahal pohon tersebut bisa mengurangi debu dan menyerap air tanah agar tidak banjir seperti yang dialami Jakarta bertahun-tahun.
      Kita bisa bandingkan dengan negara Brunai yang menjaga pohon tumbuh dibahu dan tengah jalan, bahkan masih bisa melihat burung belibis lewat disisi jalan besar karena  rimbunnya pepohonan yang hijau dan mirip “kota hutan” dan bukan “hutan kota” tentunnya. Semoga Jakarta bukan kota yang terang dengan lampu namun gersang tanpa pohon. Menjulang dengan bangunan Mall tapi banjir karena tiada serapan air dan tata ruang yang sudah “stag”.
      Dilihat dari sisi kebijakan Pemerintah yang ada memang butuh waktu karena semua harus diperhitungkan dengan terencana baik dari sisi anggaran, efeknya pada masyarakat dan juga tenaga ahlinya.Sehingga tidak  yang mengakibatkan kerugian negara. Sementara disisi lain pihak swasta yang  menegjar target dan waktu harus deal dengan MOU (Kesepakatan) yang sudah ditandatangani.
Untuk itu dalam teori triple helix hubungan antara masyarakat, swasta dan pemerintah akan selalu ada dinamika didalamnya namun pemerintah harus membaca isu tersebut dengan baik dan cermat untuk mendapat trust dari masyarakat urban karena merupakan kebutuhan transfortasi  merupakan kebutuhan yang sangat mendasar untuk kota yang sudah mendekati megapolitan sebesar Jakarta. Hal ini ada juga hubungannya dengan kepercayaan investor terhadap Jakarta sebagai parameter Indoensia. 
Untuk itu kedepan perlu komunikasi dan transparansi antara beberapa pihak yang terkait untuk saling “mendengarkan “ dan duduk bersama baik dalam mekanisme “Focus Group Discussion, Musyawarah Perencanaan Pembangunan, dan sebagainya
   Komunikasi dan transfaransi sangat berkontribusi untuk mengurangi perbedaan dan meraih komunikasi yang baik dalam conteks “ common ground “yang sama” sehingga bisa saling mempengaruh perkembangan yang positif mengenai transparansi dinatara keduanya seperti Pengaruh politik yakni transparansi memperbaiki aliran informasi dari pengatur dan yang diatur, Pengaruh ekonomi berupa transparansi meningkatkan kredibilitas suatu negara diantara investor luar negeri dan masyarakat perbankan internasional dan Pengaruh sosial berupa pengaruh positif politik dan ekonomi dapat membawa banyak pengaruh sosial yang positif ditengah masyarakat. 
      Benar sekali jika pandangan para futurolog yang mengatakan “ Jika Ingin Melihat negara yang beradab, maka lihatlah trasfortasinya”. Apakah jalan raya kita masih semraut?. Lobang di mana-mana, pengendara motor dan mobil semakin banyak melaju sesukanya bahkan mengabaikan pejalan kaki. Semua solusi bisa dijalankan dengan baik jika diniatkan serius dan kerjasama yang baik dari segi perencanaan dan pelaksana infrastruktur, pengguna jalan dan pengelola, pembangun dan juga pengaturnya (pemerintah).Kita lihat saja. Semoga Jakarta menjadi kota yang nyaman, tertib dan kebanggaan kita, Indonesia dan juga dunia. Selamat malam Jakarta.



Sunday, May 25, 2014

Mau Tahu Buku Baru yang dibaca Pak Jusuf Kalla



Mengenal seseorang bisa juga dilihat dari buku yang dibacanya

Saya termasuk orang yang senang mengkoleksi buku dan bertemu dengan para pecinta buku dan penggiat literasi Itulah yang membuat saya mendirikan Lentera Pustaka Indonesia dengan membuka taman baca dan perpustakaan mini dibeberapa daerah di Indonsia dengan para relawan yang juga memiliki impian sama., yang menarik bagi saya selalu ada cerita dibalik buku. Kali ini saya akan menuliskan sosok JK dan buku yang dibacanya.


 Gambar 1. Pak JK sedang memilih dan membeli buku di Islamic Book Fair Istora Senayan Jakarta. Doc pribadi



Buku memang bisa dijadikan sahabat meskipun interaksinya hanya ada dalam teks dan gambar. Buku bisa memberikan ilmu pengetahuan, informasi, wawasan yang luas juga menghibur seseorang dalam lembaran-lembarannya. Tentu saja kita bisa mengenali seseorang dari buku yang dibacanya. Karena seseorang yang memilih atau membaca buku tertentu artinya dia menaruh minat, tertarik atau penasaran dengan isi buku tersebut sehingga dia memilih buku tersebut untuk dibacanya. Terkadang buku juga mempengaruhi alam pemikiran dan perasaaan seseorang.
Secara kebetulan saya sering bertemu dengan sosok Pak Jusuf Kalla meskipun belum pernah berbicara panjang lebar. Pertama kali saat beliau memberikan public lecture di kampus saya, ketika menerima beasiswa fellowship S2 di salah satu universitas di Jakarta yang kali itu memberikan ceramah tentang Economic Outlook Indonesia dan kebijakan yang pernah dia ambil saat konversi minyak ke gas. Ternyata beliau memang Pak Jusuf kala yang berlatar belakang saudagar sukses dari Makassar ini memang menggandrungi  dunia bisnis, ekonomi dan muamalah  (hubungan interaksi antar manusia). Itu terlihat dari buku yang beliau baca. Mau tahu buku baru yang dipilih dan dibaca Pak Jusuf Kalla tiga bulan terakhir?
Tapi sebelum itu, sebenarnya ini bukan kali pertama saya melihat beliau belanja buku, pernah juga saya melihatnya memilih-milih majalah di pelataran halaman istana negara saat perayaan HUT Kemerdekaan RI tahun 2012 yang biasanya bisa dipilih dan dibawa pulang sebagai souvenir. Saat beliau hendak bertanya berapa harga semua majalah yang dipilih, pada saat itu penjaganya berkata. "Gratis Pak, silahkan diambil". lalu Pak JK tersenyum sambil berlalu dan mengatakan " Terimakasih ya, yang penting kamu jangan rugi". Pak JK yang didampingi Bu Mufidah pun membawa majalah tersebut dengan senang.
Kemudian  pada pertengahan bulan Maret yang lalu saya cukup beruntung karena bisa menyaksikan beliau belanja membeli buku di pameran islamic book fair dibulan maret kemarin pada saat launching buku Athirah. Dalam perjalanan pulang, beliau melihat beberapa judul buku dan mengunjungi stand buku Penerbit Al Azhar dan memilih 2 buku dinataranya berjudul " Bisnis Islami dan Kritik ala Kapitalis karangan Penulis Yusuf  As Sabatin, Buku Bisnis dan Muamalah Kontemporer karya Hafidz Abdurrahman dan Yahya Abdurrahman  serta buku dengan judul Wawasan Al Qur'an, Tafsir tematik atas pelbagai persoalan ummat karya M  Qurais Shihab. Lalu Pak Jusuf Kalla pun membayar ketiga buku tersebut. Wah ternyata Pak Jusuf Kalla senang sekali beli buku. Saya sudah melihatnya langsung dua kali. 



 Gambar 2. Buku satu yang dibeli Pak JK adalah "Bisnis Islami dan Kritik ala Kapitalis karangan Penulis Yusuf As-Sabatin Doc. pribadi




   Gambar 3. Buku Kedua, yang dibeli pak JK. "Bisnis dan Muamalah Kontemporer" karya Hafidz Abdurrahman dan Yahya Abdurrahman . Doc pribadi


 



 Gambar 4. Buku ketiga yang dibeli Pak JK., Wawasan Al Qur'an, Tafsir tematik atas pelbagai persoalan ummat karya M. Qurais Shihab. Doc pribadi


Dilihat dari tiga buku yang dibeli Pak JK tersebut jelas sekali beliau sangat concern dengan bisnis,  perekonomian, muamalah dalam konteks keislaman. Tentu hal ini sangat penting diketahui bagi para praktisi bisnis, pengusaha, pengambil kebijakan tentang bagaimana etika bisnis yang baik dan perekonomian bangs yanga tumbuh dan berkembang. Seorang pemimpin memang harus berpikir visioner tentang kesejahteraan rakyat sehingga bisa membawa arah kebijakan yang baik untuk perekonomian bangsanya. Dan dalam praktiknya kebijakan tidak semudah dalam teori dan kertas butuh upaya-upaya yang keras, tulus bahkan politis dalam mewujudkannya.
Semoga industri buku di Indonesia semakin maju secara kulitas dan kulitasnya. Dan masyarkat Indoensia gemar membaca sehingga terangkjat Human Development Indeksnya dan yang paling penting siapun calon pemimpin Indonesia dimasa depan bisa menularkan kegemarannya membaca kepada masyarakatnya. Selamat membaca Pak JK :)





Friday, May 23, 2014

Ketika Menulis itu candu





Menulis adalah dunia hening yang dijamah dengan pikiran dan perasaan hiruk pikuk namun menjadi sempurna ketika setiap kata-kata sederhana yang dirangkai menjadi bermakna dengan kesabaran menuntaskannya
( Edrida Pulungan)

Jelang  bulan  mei berakhir. Pertengahan bulan  di tahun 2014. Banyak perjalanan yang kita lalui bersama di rumah tumbuh kita kompasiana. Termasuk persahabatan di dunia maya dengan sesama blogger dari nangkring bareng bertemu wajah, berbagi kisah bahkan berbagi buku karya kita sendiri meski tulisan sederhana namun tetap bernilai karena  tulisan kita menjadi bagian dari proses belajar dan tumbuh kembang kita.
Kita berbagi banyak hal mulai dari tulisan berisi kontribusi pemikiran, yang kritis, idealis, romantis, manis hingga sinis. Semua merupakan bagian kontribusi kita sebagai journalist citizen. Bahkan mungkin banyak rekan yang menyadari menulis itu menjadi candu. Sehari tidak menulis rasanya ada yang kurang dan hambar. Apapun bentuk tulisannya. Apalagi kalau akun kompasiana dalam perbaikan semua langsung resah gelisah.apakah ada yang merasakan gejala akut seperti itu. Seolah kita autis dan terus berada di depan laptop, gatget atau lembaran kertas putih menungkan ide, inspirasi dan pemikiran kita.
Jelang tahun kedua saya menjadi kompasianer dengan teman sekitar 1022. Kok kebetulan ada angka duanya ya J.  Saya ingin mengucapkan terimakasih pada teman-teman  kompasianer yang sering memberi respon, bahkan kadang menjadi editor agar tulisan saya lebih baik. Juga ada yang menjadi motivator karena tulisan mereka sangat konstruktif, inspiratif, bermanfaat, aktual dan futuristik bagi saya.
Saya dan mungkin rekan kompasianer mungkin merasa senang membaca, merespon dan menikmati tulisan teman-teman kompasianer yang lain yang menyediakan waktunya membaca tulisan kita atau dengan senang memberi tahu kalau tulisan kita highligh atau hjadi headline. Untuk yang satu ini meskipun tak dapat honor hati berbunga-bunga dan senang bukan? Atau mungkin ada yang merasa biasa saja karena sudah jadi “ Raja dan Ratu Headline dan Highlight”. Tapi diatas semua itu jika menulis adalah candu menulis akan jadi kebutuhan apapun yang terjadi. Karena pengakuan akan tulisan itu menjadi nomer kesekian karena menulis  bertujuan untuk menulis itu sendiri.
Kita pasti akan melihat bagaimana Goenawan Muhammad, Arswendo Atmowiloto atau Pramudya Ananta Toer tak peduli bagaimanapun banyak orang pro kontra dengan tulisan mereka. Meraka tetap tak henti menulis, seolah menulis bagai candu. Bahkan mereka “hidup” dan “ terhidupi” dari tulisan-tulisannya.
Itulah mengapa menulis begitu menyenangkan karena kita dikenal dari apa yang kita tulisakan dan semua citizen journalist di kompasiana belajar menjadi dirinya sendiri dengan branding tulisannya (personal branding) . Jika dilihat dari tulisan Kang Pepih Nugraha dalam bukunya “Kompasiana Etalase warga biasa” kompasianer memiliki penulis dari berbagai latar belakang yang berbeda  mulai dari mahasiswa, ibu rumah tangga, politisi, birokrat, artis, bahkan calon dan wakil presiden. Ups. Artinya Kompasiana sudah menjadi “Indonesia mini untuk “ besarnya “ Indonesia.
Artinya tulisan kita adalah bagian penting dari masyarakat yang akan membangun peradaban dari ragam penikiran mulai dari ranah politik, ekonomi, budaya, seni, sastra, lingkungan dan sebagainya. Sehingga kita mau tak mau dituntut menjadikan menulis juga sebagai bagian penting dari kontribusi kita sebagai bagian dari masyarakat dan warga negara Indonesia yang sejati. Jika bukan kita yang membangun ranah literasi di negeri kita siapa lagi. China, India mulai bangkit dari jumlah buku yang dicetak dengan drastis. Bahkan Negeri Jiran Malaysia mencetak berbagai buku dalam berbagai ranah bahasa seperti  bahsa Melayu, Inggris, Jerman, Francis dan bahasa lainnya. Siapa tahu tulisan kita kelak juga akan diterjemahkan seperti karya Helvy tiana Rosa dan Andrea Hirata.
Kegiatan menulis juga membutuhkan komitmen pribadi yang luar bisa karena kita harus menaklukkan diri sendiri mulai dari sifat malas, malu, minder untuk menuliskan sesuatu. Bahkan kita harus sabar membaca tulisan kita sendiri sehingga menulis juga membuat kita bertumbuh menganal diri kita, mulai dari pikiran dan perasaan kita. Bahkan status facebook dan twitter yang kita tuliskan sehari-hari juga bisa memberikan inspirasi bagi orang lain yang membacanya. Sepele but it’e true. Jadi tulisan itu punya efek luar biasa bukan?
Tulisan kita adalah saksi hidup kita. Karena tulisan kita akan terus abadi dan tidak hilang dimakan waktu bahkan karya-karya pendiri bangsa kita seperti tulisan Soekarno dan Hatta dari hasil akumulasi pemikiran, diskusi bahkan buku harian mereka menjadi berharga saat dibukukan dan dicetak ulang berkali-kali. Artinya menulis adalah kegiatan yang menyenangkan dan kadang membuat penulis “ Flow” (mengalir) dan terbawa dalam pemikirannya sendiri dan susah untuk dihentikan. Jika sudah begini butuh “dokter” yakni penerbit yang dengan senang hati kelak akan membukukan tulisan kita. Jangan pernah sepele dengan tulisan kita sendiri. Saya sudah buktikan bahkan puisi saya yang saya anggap biasa dan hanya bait-bait sederhana berjudul “Narasi Pemimpin Muda Untuk Indonesia” mendapatkan apresiasi dari budayawan Anhar Gonggong dan diundang oleh Bapak Mantan duta besar US dan calon presiden dari konvensi Partai Demokrat, Bapak Dino Patti Djalal untuk dibacakan di Taman Ismail Marzuki dalam diskusi calon pemimpin muda Indonesia dan akan segera di share ke You Tube oleh beliau.
Dan tulisan yang paling berkesan lagi adalah tulisan saya di kompasiana yang berjudul “ Ketika saya menjadi pengrajin Kata” dikemas dengan manis oleh Kompasianer yang nun jauh di negeri Eropa, Jerman, Mbak Gaganawati dalam bukunya  “38 Wanita Indonesai Bisa” merupakan buku kumpulan biografi mini dan kiprah perempuan Indonesia salah satunya desainer ternama Indonesia Ibu Anne Avantie dengan editor Pak  Thamrin Sonata.  Saya masih teringat wawancara life kami dipagi hari dan saya langsung ditelpon dari Jerman di bulan pebruari yang romantis gara-gara tulisan-tulisan sederhana yang sempat dibaca mbak Gaga.
Dan mungkin banyak juga para rekan kompasianer yang mendapatkan kejutan-kejutan manis dan kebahagiaan dari tulisan-tulisan yang pernah dibuat. Silahkan berbagi seperti icon Kompasiana yang keren “ sharing and Connecting”
Saya adalah orang yang paling menikmati tulisan yang membangun gairah dan semangat untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan berkontribusi bagi orang lain, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.  Saya juga mengucapkan terimakasih pada rekan kompasianer selamat untuk bukunya seperti mas Aldian Saputra, Mas Ben Nur, Pak Thamrin Dahlan, Kang Pepih Nugraha,  dan 25 kompasianer wanita yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu namanya, dan siapaun yang sudah menerbitkan tulisannya menjadi buku. Keep going and shining with words. Write on and on in the silence and get happy with flow”
Dan siapa tahu tulisan kita akan dibaca anak cucu kita kelak dan generasi berikutnya. Karena rentang usia kita tentu terbatas namun tulisan kita akan melebihi usia kita karena abadi begitu kata orang bijak. Jadi Jika menulis adalah candu, berapa banyak sahabat disini yang sudah merasakan efek dahsyatnya? Salam inspirasi