Gambar 1. Buku Willem Iskander, Sibulus bulus si Rumbuk Rumbuk tahun 1987
Saya beruntung sekali mendapatkan buku berjudul “Willem Iskander, Si Bulus-Bulus Si
Rumbuk-Rumbuk pinjaman dari perpustakaan UI
bantuan seorang pustawan junior yang baik hati. Sepertinya buku ini dihibahkan oleh Fakultas Sastra UI
tertanggal 11 Oktober 1994 dan saya resmi menjadi peminjam pertama tertanggl 23
Mei 2017 yang juga tertera dalam stempel peminjaman. Apa yang membuat
saya tertarik setelah menyelesailan studi S2 saya di Jurusan Sosiologi FISIP
UI, saya makin sadar begitu banyak sejarah kearifan lokal, budaya lisan dan tulisan yang
sudah mengakar dalam masyarakat kita namun tidak terawat dengan baik. Tulisan dan penelitian
tentang sosok-sosok pionir pendidikan dan sastra seperti Willem Iskandar juga masih sangat sedikit. Bahkan kiprahnya
bukan hanya di Sumatera Utara saja namun inspurasinya menyebar di nusantara
dilihat dari sejarah kehidupannya bersama sahabat-sahabatnya dari suku jawa,
sunda dan minahasa yang saat itu sama-sama sekolah di Belanda.
Dalam buku 113 Halaman tersebut, sang penulis
Basyral Hamidy Harahap yang juga dosen sastra UI berhasil menuliskan kumpulan
puisi Willem Iskandar dan meneliti hingga Belanda dan berhasil menerbitkan buku ”Willem Iskaneder Si Bulus-Bulus Si
Rumbuk-Rumbuk” pada cetakan pertama tahun 1976 dan yang menjadi luar biasa
adalah saat Rektor Universitas
Perserikatan Bangsa-Bangsa” , Dr, Sujadmoko memberikan kata pengantar dan
menekankan apresiasi kepada penulisnya yang telah menerbitkannnya dalam dua
bahasa yakni bahasa Mandailing dan bahasa Indonesia. Misinya sangat jelas, bahasa daerah dilestarikan,
bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan. Dalam pengantar Dr. Sudjadmiko mengatakan bahwa karya sastra
jauh lebih efektif untuk memaparkan persoalan-persoalan moral secara
gamblang kalau dibandingkan dengan
laporan-laporan jurnalistik atau uraian ilmu-ilmu sosial.
Gambar 2. Photo Lembah Mandailing doc. Basyral Hamidy harahap dalam Buku Willem Iskander, Sibulus bulus si Rumbuk Rumbuk tahun 1987
Willem Iskander lahir pada bulan Maret tahun 1840 di
desa Pidoli Lombang, Panyabungan, Mandailing Natal dengan nama kecilnya Sati,
ia anak bungsu dari pasangan Raja
Tinating, dan Ibu si Anggur. Willem Iskandar mendapatkan pendidikan ala Barat di Sekolah Rendah
Panyabungan. Sekolah ini
didirikan Alexander Philipus Godon, seorang berkebangsaan Belanda yang bertugas
sebagai kontrolir atau asisten presiden di Mandailing. Sebagai kontrolir ia harus menjalin hubungan baik
dengan Raja Tinating agar tugasnya lancar. Sekolah Panyabungan itulah yang
digunakan Godon untuk mendapatkan perhatian raja-raja setempat. Guru-gurunya
terdiri dari orang-orang Melayu. Pada usia 13 tahun, 1853, Sati masuk sekolah
rendah dua tahun yang didirikan Godon di Panyabungan. Begitu lulus, 1855, Sati
diangkat menjadi guru di sekolahnya. Barangkali Willem Iskander lah guru formal
termuda, 15 tahun, dalam sejarah pendidikan Indonesia. Pada saat yang sama ia
juga diangkat oleh Godon menjadi juru tulis bumiputera (adjunct inlandsch
schrijfer) di kantor Asisten Residen Mandailing Angkola di Panyabungan. Jabatan
guru dan juru tulis itu dijabatnya dua tahun, menggantikan Haji Nawawi yang
berasal dari Natal, sampai menjelang keberangkatannya ke Negeri Belanda bersama
Godon, Februari 1857.
Willem Iskandar menikah dengan istrinya yang
berkebangsaan Belanda bernama Maria Christina Jacoba. Semasa hidupnya dia berhasil mendirikan
sekolah Kweekschool
Voor Inlandsche Onderwijers Tano Bato (1862-1874).,pada tahun 1972 sipersiapkan
untuk dipendahkan ke Padanhsidempuan untuk dibangun menjadi Pusat Studi Batak uang
akan dipimpin oleh sepulang dari Belanda . Namun Willem Iskander wafat pada 8
Mei 1876 (36 tahun) sedangkan istrinya wafat pada tanggal 25 April 1920 (69
tahun) dan dimakamkan di Belanda.
Perjalanan Willem
menuju Belanda bersama dengan Banas Lubis (Mandailing), Ardi Sasmita (Bandung),
Raden Mas Surono (Surakarta) yang saat itu mendapat beasiswa ke Belanda dan berangkat di bulan April tahun
1874, saat itu Willem memperdalam pengetahuannya tentang, kebudayaan, bahasa,
sastra dan musik.Perjalanan hidup Willem sangat dramatis karena Willem pernah
di buang ke Dogul sebagai tahanan politik dan buku karya pertamnya sempat tak
boleh beredar karena membakar nasionalisme
para pejuang kebangsaan saat itu seperti Buyung Siregar, Kamaluddin
Nasution, serta Kasim Dalimunte.
Dalam buku kumpulan Puisi Willem Iskabdeer tersebut ada sekitar 20
puisi yang disarikan oleh penulis dalam
tiga kelompok puisi yakni bertema relijius, tema kasih sayang, tema pendidikan, tema
nasionalisme dan tema mawas diri . Tetapi Saya akan mengutip dua puisi sebagai
contoh kedalam bahasa Mandailing bebrapa bait puisi berbahasa mandailing dan
akan menerjemahkan ke bahasa Indonesia yang bertema pendidikan dan tanah
kelahiran
Sikola
Di
aduma bagas Kibul
Marbangku
marmeja-meja
Di
sima iba unduk
Anso
marsipoda-sipoda
Tombal
danak na jopbasa
Job
roa na di bagas i
Di
baon madung di botosa
Dapotan
poda iba disi
....
Sekolah
Disana
sebuah rumah
Berbangku
bermeja-meja
Disitu
kita duduk
Untuk
menuntut ilmu
Segenap
anak yang baok budi
Hatinya
senang di rumah itu
Sebab
ia sudah mengetahui
Beroleh
olmu kita disitu
Mandailing
O
mandailing godang
Tano
ongannanku sorang
Na
diatir ni dolok na lampas
Na
nijolimg ni dolok na martimbus
Ipulna
Laing bulus
Muda
utindo tongon bania
Utatapma
aek ni BatangGadis
Mengeldul-elduk
dalan nia
Atri
kamun jior marbaris
Mandailing
O
Mandailing Raya!
Tanah
tempatku di lahirkan
Tanah
tempatku dilahirkan
Yang
diapit gunung tinggi
Yang
diatap gunung berasap
Atapnya
mengepul terus
Jika
kupandang ke utara
Kulihat
air Batang Gadis
Berkelok-kelok
alirannya
Kiri
kanan jua berbaris
Dalam puisi sikola memberikan pengertian
pentingnya pendidikan untuk tujuan masa depan. Karen amenurutnya ilmu adalah
senjata utama untuk mengngkat manusia dari kebodohan, sedangkan tanah kelahiran
yakni mandailing sebagai tanah kelahiran yang dicintainya dan indahnya alam
mandailing membuat penguasa hendak menjajah bangsa dan terkandung cita-cita
penyebaran semangat kebangsaan. Sebagai penyair ia disebut-sebut 60
tahun mendahului Pujangga Baru. Pantunnya tak terikat oleh bentuk sajak
tertentu. Pada tahun 1978 ia mendapatkan penghargaan dari Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sedangkan filosofi judul Si
Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk Menurut
Basyral adalah suatu pelajaran dan inti ajaran Willem Iskander sangat susah di
dapatkan padanannya dalam bahasa Indonesia
namun jikan secara sederhana bisa diartikan ” seia sekata” tapi jug masih
dangkal karena ada makna bisuk yang maknannya lebih luas. Sehingga lebih baik
tetap pada bahasa asliya sama dengan makna Tut Wuri Handayani oleh tokoh
pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara.
Begitulah sekilas sejarah Willem Iskander sebagai
sosok guru sekaligus penyair dari tanah Mandailing Sumatera utara. seorang
tokoh pendidikan berskala nasional, jauh sebelum Ki Hajar Dewantara tokoh pendidikan
kelahiran Yogyakarta pada tanggal 2 Mei
1889 mendirikan Taman Siswa, Willem Iskander sudah mendidirikan lembaga
pendidikan untuk menghasilkan guru-guru, yang berbasis kerakyatan (1862).
Selain seorang seniman, penulis dan tokoh publik pada massa itu,. Semoga jadi
inspirasi untuk para generasi muda mengikuti semangat dan jejaknya serta
meneliti lebih jauh tentang karya-karyanya dari tanah mandailing hingga negeri
Belanda. Semoga.
ReplyDeleteAssalamu Alaikum uak
Marikwes jlo le AU tentang sejarah peradaban Islam MANDAILING NATAL TANO HASONANGAN.
Thank You and that i have a nifty offer you: Where To Start Renovating House brick house exterior makeover
ReplyDelete