Thursday, October 19, 2017

Persembahan Puisi Edrida Pulungan Untuk Festival Tangerang Selatan 2017






          Ilustrasi Puisi Edrida Pulungan untuk festival literasi tangerang Selatan 2017 doc.edrida
  

Senja di Tepi Situ Gintung


Telah lama ku genggam janji
Pada perjalanan labirin rasa
Pertemuan atas perjalanan sang waktu
Perjodohan semu

Ku kayuh jiwa menuju kotamu
Di tempat engkau menganyam ilmu
Di kota yang selalu kurindukan
Akan arus kotamu yang melaju perlahan
Seperti arus sungai cisadane
Tangerang Selatan
Oh Tangerang Selatan
Kutempuh ribuan kilometer jarak
Jalanan berbatu
Hati membeku


Ku buka lagi laci ingatan
Tentang janji, kepalsuan dan sesuatu yang tertunda

Pada satu senja di tepi Situ Gintung
Seorang perempuan berkerudung merah lembayung memandang sekelilingnya
Riak air nan deras seperti derasnya nafasnya yang terhimpit kecewa

Dia hanya sendiri
Jam berputar seperti kelopak mawar
Di sekitar taman dan rerumputan nan luas
Bagaikan penjara menahan

Dia usap air matanya
Lelaki itu memintanya menunggunya di Siru Gintung
Untuk menyemai rindu akan mufakat cinta

Lelaki itu tak pernah datang
Tak pernah memberi khabar

Sebulan kemudian hadirkan undangan




Situ Gintung, 2013

Ratu yang di lahirkan di Sungai Cisadane

Aku tahu sudah lama engkau ingin dilahirkan.
Jiwamu meronta.
Tiba-tiba saja rahim sang waktu ingun mengeluarkanmu dari tepi sungai cisadane.

Engkau lelaki nan gagah pertanda seorang raja yang makmur bijaksana akan menjadikanmu penerusnya.
Wajah berkarisma. Tampan penuh rupa.
Namun akhirnya engkau malu-malu untuk tunjukkan wajah ksatriamu.
Hitungan bulan dan tahun ibu pertiwi merindukanmu. Rakyat menunggu pemimpin arif nan bijaksana.

Ingin menikmati beras melimpah dari petak-petak sawah. Ingin bisa bersekolah hingga mendapatkan pekerjaan. Ingin punya rumah kecil untuk berkumpul bersama keluarga. Mimpi klasik tentang masa depan rakyat dari selatan kota. Tapi takdir selalu berkata lain.

Ternyata rahim sang ibu melahirkan seorang Ratu nan cantik jelita dan cerdas dan penuh kasih. Dia terlahirkan dan memimpin negeri. Lalu kemana sang raja yang tak pernah di lahirkan itu.

Apakah senja menunggunya hadir selepas belaian sang ratu yang mengayomi takyatnya meski harus rela separuh jiwa merindu paripurna bersama semua yang dicintainya. Sang ratu apakah engkau terpadu cinta yang merekah. Atau ada gulana yang hanya terhapus setelah tujuh air dari situ gintung mengirimkan kesuciannya membasuh wajah perempuan bersahaja


Tangerang Selatan,  September 2017

0 comments:

Post a Comment