Tuesday, November 1, 2016

Puisi- Puisi Perdamaian Edrida Pulungan



Atas Nama Kemanusiaan

Jiwamu merintih
Menggila
Buas
Serakah
Di tanganmu darah segar dan basah
Anak-anak berlari menggenggam nyawa
Meregang
Engkau terbahak
Tertawa

Di sekitarmu
Anak-anak kecil berlarian
Mencari tangan Bapak dan Ibunya
Perempuan tua terjatuh dan kepalanya membentur batu

Tak terdengar suara tangisan
Hanya dentuman bom dengan bau asap
dan aroma darah basah

Pelukan ibunya menidurkan lelap sang bocah
Untuk selama-lamanya

Usianya baru setahun
Kain putih berlapiskan merah
Tersenyum damai ia dalam tidurnnya

Kamu gagah dengan senjata
Dadamu mendidih
500 derajat celcius
Maka muntahkanlah semua peluru yang tersisa

Keluarkan  amarahmu
Tak perlu tatap wajah polos mereka

Otak itu pelita hati
Sudah dicuci selama setahun
Dalam camp-camp tersembunyi

Hingga  hanya kebencian yang menghujam
Hanya janji manis keabadian yang kau telan
Ditipu  aroma keabadian yang di janjikan


Kita masih mengayuh perahu perdamaian
Menuju pulau hening yang terlampau jauh

Atas nama kemanusian
Tiada jalan keluar
Kecuali kasih sayang dan kepercayaan

Peluh
Keringatmu basah
Senjata itu tak akan lagi lukai tubuh tak berdosa
Kita sedang mencari jalan keluar

Jemarimu hilang selepas shubuh
Dalam ledakan beruntun

Taman Perdamaian, Senayan, 2013



Berhenti Menuduh


Seorang bapak tua dengan tongkat dan jenggotnya yang memutih
Melintas di taman perdamaian
Taman yang baru diresmikan kemarin
Oleh seribu peri yang baik hati dari pagi hari hingga ke malam hari
Lalu kunang-kunang ikut berpesta pora

Sang  Kyai , Sang Pendeta, Sang pastur, sang Biksu, sang Xuesie
Memandangi kolam dan melihat wajah mereka sendiri
Lalu mereka tersenyum
Adakah yang salah dengan ucapan dan ajakan kebaikan
Murka merajalela
Ummat terpecah belah
Teradu domba
Telaga keruh
Perahu bangsa bisa retak tanpa di kayuh

Setiap keyakinan punya sisi ektrimisnya
Pada agama manapun ia
Pada agama yang kau pilih
Pada agama yang kupilih
Berhenti menuduh
Berhenti mengadu domba


Adakah  yang  terlupa
Pada beningnya air telaga

Istiqlal, Oktober 2016

0 comments:

Post a Comment