Atas Nama Kemanusiaan
Jiwamu merintih
Menggila
Buas
Serakah
Di tanganmu darah
segar dan basah
Anak-anak berlari
menggenggam nyawa
Meregang
Engkau terbahak
Tertawa
Di sekitarmu
Anak-anak kecil
berlarian
Mencari tangan
Bapak dan Ibunya
Perempuan tua
terjatuh dan kepalanya membentur batu
Tak terdengar
suara tangisan
Hanya dentuman
bom dengan bau asap
dan aroma darah
basah
Pelukan ibunya
menidurkan lelap sang bocah
Untuk
selama-lamanya
Usianya baru
setahun
Kain putih
berlapiskan merah
Tersenyum damai
ia dalam tidurnnya
Kamu gagah dengan
senjata
Dadamu mendidih
500 derajat
celcius
Maka muntahkanlah
semua peluru yang tersisa
Keluarkan amarahmu
Tak perlu tatap wajah
polos mereka
Otak itu pelita
hati
Sudah dicuci
selama setahun
Dalam camp-camp
tersembunyi
Hingga hanya
kebencian yang menghujam
Hanya janji manis keabadian yang kau telan
Ditipu aroma
keabadian yang di janjikan
Kita masih
mengayuh perahu perdamaian
Menuju pulau
hening yang terlampau jauh
Atas nama
kemanusian
Tiada jalan
keluar
Kecuali kasih
sayang dan kepercayaan
Peluh
Keringatmu basah
Senjata itu tak
akan lagi lukai tubuh tak berdosa
Kita sedang
mencari jalan keluar
Jemarimu hilang
selepas shubuh
Dalam ledakan
beruntun
Taman Perdamaian, Senayan,
2013
Berhenti Menuduh
Seorang bapak tua
dengan tongkat dan jenggotnya yang memutih
Melintas di taman
perdamaian
Taman yang baru
diresmikan kemarin
Oleh seribu peri
yang baik hati dari pagi hari hingga ke malam hari
Lalu
kunang-kunang ikut berpesta pora
Sang Kyai , Sang Pendeta, Sang pastur, sang Biksu,
sang Xuesie
Memandangi kolam
dan melihat wajah mereka sendiri
Lalu mereka
tersenyum
Adakah yang salah
dengan ucapan dan ajakan kebaikan
Murka merajalela
Ummat terpecah
belah
Teradu domba
Telaga keruh
Perahu bangsa
bisa retak tanpa di kayuh
Setiap keyakinan
punya sisi ektrimisnya
Pada agama
manapun ia
Pada agama yang
kau pilih
Pada agama yang
kupilih
Berhenti menuduh
Berhenti mengadu
domba
Adakah yang terlupa
Pada beningnya
air telaga
Istiqlal, Oktober 2016
0 comments:
Post a Comment