Monday, September 23, 2019

Fatwa : Lelaki Pemberani dengan Seribu Pledoi


Edrida Pulungan, SE., M.HI.,M.Si*




Gurat sang waktu yang letih menjadi larung
Terhanyut segala siksa di laut lepas semenanjung
Lembaran kisahmu dalam sejarah mendung
Namun rinai-rinai hujan hadir bagai harapan tak terbendung
Terbebas dari jiwa kecut menjadi merdeka
Meski jalan seolah tiada ujung
Namun suarakanlah kebenaran
Suarakanlah

Terjuham derita hitungan tahun perih tak terbendung
Sang lelaki dari kota Bone itu adalah sang petarung
Catatan perjuangan tidak setengah hati dan tanggung
Apakah kau baca kisahnya di cipinang, di mimbar masjid hingga gedung rakyat

Meja dan barisan kursi kayu panjang di ruang sidang
Jadi saksi mati mendengar gema riuh gemuruh pledoi
Di ruang sidang untuk kesekian kali
Hanya suara-suara lantang, bantahan-bantahan yang terdengar
Juga isak airmata dan tangis yang mekar bagai kelopak mawar
Berjuang bukan hanya untuk hari ini
Sampai mati
Untuk generasi pemberani
Membela kebenaran hingga hakiki

Nafas panjang meski terasa pendek
Melawan rezim penguasa
Tiada waktu  lagi
Baca
Pledoi dibaca
Jika tidak pedang akan menghunusmu

Fatwa adalah kisah anak manusia
Dengan seribu seratus delapan belas halaman  pledoi
dibacakan dalam sehari
Apakah telah dikirimkan ruh keberanian dari sepasang sayap malaikat untukmu

Tubuhmu  lemas dan oleng
Matamu nanar berkunang-kunang
Terali penjara adalah hurup hijaiyah yang harus kau eja
Pembacaan pledoi selesai

Sang Pemberani, pingsan, jatuh, mati namun hidup berkali-kali
Kaos oblong, sarung lusuh, tanpa alas kaki
Lelaki itu digiring dengan kursi roda
Kembali dipapah naik mobil kerangkeng tahanan
Fatwa setelah pledoi terhempas dalam vonis belasan tahun
Terbayang hari-hari yang suram
di antara tembok-tembok penjara

Namun cinta sang perempuan sejati yang setia sampai mati
Tangisan perih perempuanmu adalah kesetiaan abadi
Jiwa pecinta disandingkan dengan jiwa sang pemberani
Menyatu dalam aroma mawar putih yang ikhklas dan pasrah
Karena merah adalah Fatwa
Fatwa adalah cinta

 Jakarta,  Beranda Rumah AM. Fatwa, Pebruari 2019


*Edrida Pulungan adalah penulis 70 buku tunggal dan antologi dan tulisan serta gagasannya tersebar dalam puisi, cerpen, pantun, artikel, essay, pidato, opini seputar budaya, sosial, ekonomi dan hubungan internasional diantaranya menulis "Celebrating Peacemaking Odyssey Jusuf Kalla dan namanya tertulis dalam buka "Apa dan Siapa penyair Indonesia,Beliau juga menulis puisi biografi untuk  BJ. Habibie, Ani Yudhoyono, Adam Malik, Lafran Pane, NH Dini, Willem Iskander, LK Ara, Am Fatwa dan tokoh lainnya.Puisinya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Rusia, Spanyol, Turki serta bahasa daerah mandailing. Puisinya berjudul "Run to remember di bacakan di Pusat Budaya Amerika serta undangan membaca puisi ramadhan di kediaman dubes Moroko, HE. Mohamed Majdi serta membaca puisi kemanusiaan di Changsa Museum, Tiongkok tahun 2018



0 comments:

Post a Comment