Fatwa : Lelaki Pemberani dengan Seribu Pledoi
Edrida Pulungan, SE., M.HI.,M.Si*
Gurat sang waktu yang
letih menjadi larung
Terhanyut segala
siksa di laut lepas semenanjung
Lembaran kisahmu
dalam sejarah mendung
Namun rinai-rinai
hujan hadir bagai harapan tak terbendung
Terbebas dari jiwa kecut
menjadi merdeka
Meski jalan seolah
tiada ujung
Namun suarakanlah
kebenaran
Suarakanlah
Terjuham derita
hitungan tahun perih tak terbendung
Sang lelaki dari kota
Bone itu adalah sang petarung
Catatan perjuangan
tidak setengah hati dan tanggung
Apakah kau baca
kisahnya di cipinang, di mimbar masjid hingga gedung rakyat
Meja dan barisan
kursi kayu panjang di ruang sidang
Jadi saksi mati
mendengar gema riuh gemuruh pledoi
Di ruang sidang untuk
kesekian kali
Hanya suara-suara
lantang, bantahan-bantahan yang terdengar
Juga isak airmata dan
tangis yang mekar bagai kelopak mawar
Berjuang bukan hanya
untuk hari ini
Sampai mati
Untuk generasi
pemberani
Membela kebenaran
hingga hakiki
Nafas panjang meski
terasa pendek
Melawan rezim
penguasa
Tiada waktu lagi
Baca
Pledoi dibaca
Jika tidak pedang akan
menghunusmu
Fatwa adalah kisah
anak manusia
Dengan seribu seratus
delapan belas halaman pledoi
dibacakan dalam
sehari
Apakah telah
dikirimkan ruh keberanian dari sepasang sayap malaikat untukmu
Tubuhmu lemas dan oleng
Matamu nanar
berkunang-kunang
Terali penjara adalah
hurup hijaiyah yang harus kau eja
Pembacaan pledoi
selesai
Sang Pemberani,
pingsan, jatuh, mati namun hidup berkali-kali
Kaos oblong, sarung
lusuh, tanpa alas kaki
Lelaki itu digiring
dengan kursi roda
Kembali dipapah naik
mobil kerangkeng tahanan
Fatwa setelah pledoi
terhempas dalam vonis belasan tahun
Terbayang hari-hari
yang suram
di antara
tembok-tembok penjara
Namun cinta sang perempuan
sejati yang setia sampai mati
Tangisan perih
perempuanmu adalah kesetiaan abadi
Jiwa pecinta
disandingkan dengan jiwa sang pemberani
Menyatu dalam aroma
mawar putih yang ikhklas dan pasrah
Karena merah adalah
Fatwa
Fatwa adalah cinta
Jakarta,
Beranda Rumah AM. Fatwa, Pebruari 2019
*Edrida Pulungan adalah penulis 70 buku tunggal dan antologi dan tulisan serta gagasannya tersebar dalam puisi, cerpen, pantun, artikel, essay, pidato, opini seputar budaya, sosial, ekonomi dan hubungan internasional diantaranya menulis "Celebrating Peacemaking Odyssey Jusuf Kalla dan namanya tertulis dalam buka "Apa dan Siapa penyair Indonesia,Beliau juga menulis puisi biografi untuk BJ. Habibie, Ani Yudhoyono, Adam Malik, Lafran Pane, NH Dini, Willem Iskander, LK Ara, Am Fatwa dan tokoh lainnya.Puisinya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Rusia, Spanyol, Turki serta bahasa daerah mandailing. Puisinya berjudul "Run to remember di bacakan di Pusat Budaya Amerika serta undangan membaca puisi ramadhan di kediaman dubes Moroko, HE. Mohamed Majdi serta membaca puisi kemanusiaan di Changsa Museum, Tiongkok tahun 2018
0 comments:
Post a Comment