Thursday, October 29, 2020

Perempuan Indonesia sebagai garda istimewa misi perdamaian dunia

 


Gambar 1 : Penulis berphoto bersama peacemaker PBB yang bertugasa di negara konflik.

                                                                   doc. Edrida


Perjalanan  Narasi  Perdamaian bangsa  Indonesia bukanlah dimulai di abad ini, namun sudah tertulis dalam pembukaan Undang-undang dasar negara  Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke empat yakni ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sehingga tujuh limapuluh tahun lalu Indonesia sudah menjadi embrio perdamaian bangsa- bangsa di dunia dan senantiasa mengambil peran perdamaian dunia serta pijakan fundamental dari politik bebas aktif. Dalam buku Mohammad Hatta “ Demokrasi Kita” Tujuan politik bebas aktif antara lain mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keselamatan bangsa, meningkatkan  perdamaian dunia dan mempererat persaudaraan antarbangsa

 

Dalam mewujudkan perdamaian ini, Resolusi 1325 PBB dikenal dengan pernyataan yang sangat revolusioner dari Dewan Keamanan PBB karena menyatakan tentang kesetaraan wanita dalam partisipasinya, dan keterlibatanya  secara penuh dalam upaya memelihara dan menyebarkan perdamaian dan keamanan, Untuk itu perempuan juga  memainkan dan mengambil peran kunci dalam mempertahankan perdamaian melalui peran mereka di bidang ekonomi, sosial dan budaya di negara-negara yang dilanda peperangan dan konflik. Keterlibatan perempuan dalam keamanan dan perdamaian bertujuan untuk menekankan pentingnya peranan perempuan sebagai agen perdamaian dan toleransi juga misi lainnya yakni menggandakan upaya untuk mengarusutamakan peran perempuan dalam agenda perdamaian melalui kemitraan global di Kawasan serta membangun dan membina jaringan negosiator dan mediator perempuan di Kawasan. Pemajuan peranan perempuan menjadi poin yang krusial, hal ini karena perempuan memegang peranan penting dalam pencegahan konflik, manajemen konfik, dan bina damai pasca konflik.

Perempuan sebagai garda istimewa dalam perdamaian dunia memiliki sifat khas karena dinilai lebih peka terhadap situasi lingkungan dan budaya setempat sehingga meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap keberadaan penjaga perdamaian perempuan karena mampu memberikan rasa aman dan nyaman terutama bagi anak-anak dan perempuan yang sering menjadi korban kekerasan seksual dalam suatu konflik;  Penjaga perdamaian perempuan (early peace-builders & role model ) bagi para wanita lokal dalam mendorong aktivitas-aktivitas pembinaan perdamaian, termasuk yang berkaitan dengan aspek keamanan seperti proses gencatan senjata, demobilisasi, dan reintegrasi, serta negosiasi. 

Terkait pengiriman pasukan perdamaian, Indonesia telah mengirimkan pasukan perdamaian sejak 1957. Saat ini  Indonesia menduduki posisi 8 dari 124 negara penyumbang personel terbesar dengan 3.080 personel, 106 di antaranya perempuan (female peacekeepers), bertugas di 8 misi perdamaian PBB dengan menerapkan penanganan kekerasan berbasis gender (Gender Based Violence / GBV) dan kekerasan seksual terkait konflik (Conflict Related Sexual Violence/CRSV) terjadi dalam angka yang mengkhawatirkan karena  perempuan dan anak-anak adalah korban terbanyak dalam suatu konflik. Misalnya, perempuan yang dianggap sebagai anggota keluarga kombatan sering menjadi sasaran kekerasan dan pelecehan dalam komunitas mereka. Untuk itulah peran penjaga perdamaian perempuan menjadi sangat krusial untuk mengatasi masalah-masalah terkait GBV dan CRSV di daerah konflik.

Indonesia percaya bahwa keberadaan perempuan sebagai personel penjaga perdamaian akan memberikan andil besar terhadap keberhasilan suatu misi, dikarenakan peran perempuan dalam konstruksi sosial di masyarakat serta aspek psiko-sosial yang membuat perempuan mempunyai 'keistimewaan' dalam misi-misi kemanusiaan. Karena Peacemaker Perempuan dinilai lebih peka terhadap situasi lingkungan dan budaya setempat sehingga meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap keberadaan penjaga perdamaian perempuan; Keberadaan penjaga perdamaian perempuan memberikan rasa aman dan nyaman terutama bagi anak-anak dan perempuan yang seringkali menjadi korban kekerasan seksual dalam suatu konflik.

Menurut data PBB Mei 2018, ada 80 peacekeeper perempuan asal Indonesia dari total 2.694 personil TNI dan Polri yang mengabdi sebagai peacekeeper. Masa tugas mereka setahun lamanya.  Mereka tersebar tidak hanya di Misi-misi Pemeliharaan Perdamaian PBB (UN Peacekeeping Operations) yang relatif tenang seperti Lebanon dan Haiti. Tetapi juga diterjunkan di berbagai misi PBB di daerah yang masih rentan konflik, seperti di Sudan dan Sudan Selatan.

Perempuan peacekeepe rjuga berpatroli siang dan malam dengan senjata lengkap di atas panser kebanggaan Indonesia “Anoa” untuk mengamankan daerah “Blue Line” pada perbatasan Lebanon-Israel. Peacekeeper perempuan Indonesia punya nyali dalam bertugas kegiatan yang disebut Civil-Military Coordination dengan sentuhan kemasyarakatan memberikan penyuluhan pendidikan,  pertunjukan seni budaya, musik, dan tarian. Yang diselenggarakan secara mandiri atau kerja sama dengan kontingen negara lain.

Letnan Kolonel Ratih Pusporini, menjadi salah satu perempuan peacekeeeper inspiratif pertama Indonesia yang diterjunkan sebagai penjaga perdamaian di daerah konflik pada tahun 2008. Letkol Ratih Pusparini sebagai peacekeeper perempuan TNI ex Misi PBB di tiga negara yakni Suriah, Republik Demokratik Kongo, Lebanon. Beliau merupakan satu-satunya peacekeeper perempuan TNI yang pernah diterjunkan ke misi PBB UNSMIS di Suriah pada April-Agustus 2012. keberhasilannya bersama tim menembus barikade di wilayah Homs, Suriah dan bisa berinteraksi dengan kelompok oposisi atau pemberontak.

Perannya sebagai Militer Observer dalam kontingen Garuda yang bertugas di Kongo mengkonfirmasi peran perempuan dalam sebuah misi perdamaian dengan melakukam Pendekatan terhadap perempuan dan anak-anak di daerah konflik melalui community engagement dalam bentuk Civil-Military Cooperation (CIMIC) yang biasanya berupa bantuan kemanusiaan (mengajar, memberikan fasilitas pengobatan) maupun memfasilitasi gencatan senjata dan proses perdamaian. Tujuannya tidak lain untuk mengakrabkan PBB dengan warga lokal sekaligus dimanfaatkan untuk mengenalkan budaya Indonesia. Inilah mengapa semua peacekeeper perempuan kita dibekali dengan keterampilan tarian dan musik tradisional.  Handal di lapangan, piawai menari, peacekeeper perempuan kita juga mumpuni dalam kerja administrasi di markas misi sebagai Military Staff dan berinteraksi dengan personil militer negara lain.

Peacekeeper perempuan Indonesia dikenal luwes dan murah senyum dan mampu merebut hati, pikiran, dan kepercayaan warga lokal, khususnya ibu-ibu, remaja wanita, dan anak-anak di daerah konflik. Keunggulan peacemaker perempuan dibandingkan rekan peacekeeper laki-laki, bahkan dari peacekeeper negara lain. Sehingga dari tangan merekalah cukup banyak informasi berharga berhasil diperoleh PBB untuk kesuksesan tugas operasi.

Ditahun ini Indonesia akan menjalankan amanah warga dunia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB. Sehingga mengharapkan keberadaan srikandi-srikandi Indonesia yang membuktikan kelayakan Indonesia sebagai mitra sejati untuk perdamaian dunia dan mengharap lagi banyak lagi  peacemakers perempuan hebat Indonesia akan terus berkiprah pada perdamaian dunia. Karena meskipun peran perempuan dalam menjaga perdamaian sangat krusial, keterlibatan perempuan dalam proses perdamaian masih sangat terbatas. Berdasarkan analisa dari UN Women, sebanyak 1.187 perjanjian perdamaian tahun 1990-2017, terdapat 2% mediator perempuan; 5% negotiator perempuan dan 5% saksi dan penandatangan perjanjian perdamaian perempuan. Hingga 31 Maret 2019, terdapat 3.472 personel militer perempuan dan 1.423 personel polisi perempuan dari total 89.681 personel penjaga perdamaian, atau 5,46%. Jumlah ini tentunya harus dapat ditambah, dan Indonesia memiliki niatan yang kuat untuk hal ini. Pengiriman all women contingent seperti yang pernah dilakukan India di misi perdamaian di Liberia pada tahun 2007 menjadi salah satu target Indonesia di masa mendatang.

Indonesia menekankan pentingnya peran perempuan dalam perdamaian dunia dan menyuarakannya dalam berbagai forum internasional. Salah satu milestone dalam upaya ini adalah pertemuan menteri luar negeri perempuan pertama yang diadakan di Montreal, Kanada, pada 21 September 2018, yang dihadiri oleh Menlu Retno Marsudi. Topik mengenai mempromosikan perdamaian dan keamanan serta mengeliminasi kekerasan berbasis gender menjadi salah satu agenda penting.

Untuk meningkatkan jumlah perempuan dalam misi penjaga perdamaian,  Indonesia  membutuhkan komitmen politik yang kuat untuk berinvestasi pada hal-hal yang dapat meningkatkan peranan perempuan dalam pengambilan keputusan nasional dan setiap tahap proses perdamaian. Ini dapat diterapkan melalui pembuatan dan pelaksanaan kebijakan yang sesuai dengan hak-hak perempuan (kesetaraan dan non-diskriminasi), reformasi budaya dan sumber daya yang memadai. Salah satunya dengan menciptakan jaringan Global Gender Advisory, yang terdiri atas para penasihat ahli dalam hal pengarusutamaan gender lintas divisi berbagai lini operasi dan menyuarakan urgensi  peranperempuan dalam misi penjaga perdamaian PBB. Seperti yang telah dilakukan oleh Angkatan Pertahanan Selandia Baru dengan membentuk Jaringan Penasihat Wanita Militer Pasifik pertama yang diadakan di Suva, Fiji.

Pengalaman Penulis

Dalam hal ini, Penulis juga tertarik untuk ikut pelatihan  program pelatihan regional tentang Women, Peace, and Security (WPS) di Jakarta. Hal tersebut untuk menambah pengetahuan penulis terkait kajian peran perempuan dalam perdamaian setelah diundang dalam Paris Peace Forum 2019 dalam mempromosikan perdamaian melalui sastra dan budaya sehingga tertarik untuk ikut Pelatihan  yang dihadiri oleh 60 diplomat wanita dari negara-negara anggota ASEAN, Timor Leste dan Papua Nugini. Yang dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dalam webinar daring selama dua hari dan menegaskan kembali perlunya para pemimpin ASEAN untuk bergerak maju dengan mengimplementasikan agenda WPS di Asia Tenggara serta menekankan pentingnya melibatkan lebih banyak perempuan dalam operasi pemeliharaan perdamaian PBB.

Saya juga ikut Virtual Coaching clinic Diplomasi HAM dan Kemanusiaan Multilateral  yang diselenggarakan oleh Direktorat Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri yang diseleksi oleh Kementerian luar negeri dan diselenggarakan tanggal 28 september bersama 40 peserta lainnya. Tentu ini pengalaman yang berharga bagi saya sebagai dosen hubungan Internasional, penulis juga penggiat literasi perdamaian. Saya yakin “ Investing in women equals investing in peace” karena perempuan adalah embrio yang mudah menebar benih perdamaian karena jiwa pengasuhan yang ada dalam dirinya.

Saya juga aktif menulis puisi perdamaian diantaranya menerbitkan buku puisi “ Thousand Peace Poetry for the world” yang sudah menjadi koleksi “ Globe Peace Library”  di Paris bersama buku tokoh- tokoh pemimpin negara lainnya yang saya serahkan saat menjadi undangan Paris Peace Forum 2019

Essay saya juga terpilih menjadi 25 besar dalam buku “ celebrating peacemaking Odyssey Jusuf Kalla” yang teriplih dari 300 lebih penulis dan diaspora Indonesia di luar negeri, saya menuliskan peran JK dalam sastra dan kemanusiaan,, dimana beliau pernah menulis satu puisi di atas psawat saat berangkat menuju Ambon dalam proses penyelesaian konflik ambon

 

Saya juga baru menulis puisi dengan teman-teman dengan judul “ Bunga Rampai Puisi Indonesia “ , Seperti Belanda, dari Konflik Aceh ke MOU Helsinki, saya menulis dua puisi yang berjudul “ setelah helsinki yang menggambarkan prosesi kebatinan saat Pemerintah Indonesia membuat kesepakatan MOU di Helsinki serta “ Perempuan Pemetik Bungong Seulanga” yang menggambarkan bagaimana perjuangan seorang perempuan  Aceh berdamai dengan pahitnya masa lalu saat terjadi konflik

Indonesia membutuhkan banyak perempuan dalam perdamaian dan keamanan yang menguatkan kultur menjadi norma,  dari berbagai bidang seperti ungkapan Menteri Luar Negeri Indonesia Indonesia sebagai bridge builde yang berperan dalam perdamaian dunai dan turut memperingati PBB memperingati sebagai The international Day Of Peacekeepers setiap tanggal 29Mei

Terlepas dari kontribusi penting perempuan dalam perdamaian dan keamanan, keterwakilan dan peran perempuan masih belum memadai dalam berbagai fase proses perdamaian. Untuk itu mari secara aktif mendukung partisipasi perempuan dalam melaksanakan komitmen keterlibatan perempuan dalam proses perdamaian berkelanjutan sebelum, selama dan setelah konflik serta merayakan perdamaian dalam lahirnya para srikandi-srikandi perempuan perdamaian. Semoga

 

 

1 comments:

  1. ada 9 permainan poker menarik di AJOQQ :D
    ayo segera bergabung dan dapatkan bonusnya :D
    WA : +855969190856

    ReplyDelete