Kerinduan yang Fana pada Secangkir Kopi Aceh
Gambar : Ilustrasi Kerinduan yang Fana Pada Secangkir Kopi Aceh doc.http://cafehitzz.blogspot.co.id/
Tiada bulan yang paling
hangat selain di bulan Juli tahun kemarin. Bulan yang paling indah
mempertemukan aku dengan sosok misterius namun menyisakan kisah cinta yang
entah bagaimana aku harus menerjemahkannya. Aku masih betah duduk berlama-lama
duduk di pojok kanan cafe. Dengan mata yang masih sembab. Dan tak akan ada yang
memperhatikanku disini. Aku merasa sepi dalam keramaian.
Rinai hujan tiada
berhenti. Jakarta setengah lumpuh dan macet. Pandanganku yang terbatas kaca
bening di meja depan café Virgo lepas menuju jalan besar. Rasanya teduh memandangi perempuan yang berdiri
dibawah payung dengan baju putih polos dan disampingnya ada seorang laki-laki
yang berdiri tegak sambil sesekali tangannya
melawan angin yang agak kencang. Lalu perempuan berambut sebahu itu
merapatkan tubuhnya. Lelaki itu merangkul bahunya. Mereka saling tersenyum dan
bertatapan. Mungkin juga bercerita tentang banyak hal akan rencana masa depan.
Aku merangkai banyak imajinasi akan pemandangan di depanku. Entah aku merasa
sendiri dan teman terbaikku pagi ini adalah secangkir kopi aceh hangat
pesananku yang ketiga setelah dua cangkir kopi sebelumnya. Rasanya pahit namun jadi manis dengan mengulum gula merah
setelahnya. Sensasi kopi yang nikmat. Entah aku hanya ingin menikmati secangkir
kenangan dan rindu yang fana di bulan Juli. Bulan juli bulan pertemuan kami, pertama kali aku mengenalnya, lelaki yang
dikirimkan Tuhan melalui suara yang merdu dan akan selalu kurindukan. Tapi kurindukan
bukan untuk pengkhianatanmya tapi senyumannya, bujukannnya dan tawanyam
manjanya, ucapan selamat pagi, siang dan malamnya yang mewarnai hari-hariku di
bulan juli. Menjadi bulan yang hangat bagi jiwaku. meski hujan selalu turun
dengan nyanyian orkestra kesedihannnya yang ditumpahkannya pada bumi yang
setia. Seperti Restu yang melepas luka masa lalunya padaku. Hingga dia bangkit
dan jadi pribadi berbeda dan penuh percaya diri.
Restu namanya. Lelaki periang namun misterius
bagiku. Namanya selalu mengingatkanku pada percakapan kami yang panjang melalui
telepon. Pertemuan pertama hanya karena dia melihatku sedang membaca di beranda
rumah dan dilanjutkan dengan usahanya menemukan nomor teleponku dan percakapan
kami berlanjut hingga aku meninggalkan kota Banda Aceh, kota kecil tempat
kelahiranku dan kota kenangan untukku dan mungkin untuk kami berdua yang di
pertemukan di kota yang romantis dengan pantainya yang landai dan ramainya
kafe-kafe di pinggir jalan besar yang dipenuhi anak-anak muda Aceh. Kota yang kembali hidup
setelah di gempur tsunami. Namun kehidupan akan selalu ada meski dalam keeping
luka.
Hingga
kami mengunjungi satu kafe bercat putih dengan pohon pinang
disisi-sisinya. Kami memilih tempat duduk paling pokok.
Aku sudah lama merasa tak berarti sejak
kegagalan pernikahanku” Restu memulai percakapan
“ kadang kesendirian
harus dirayakan” responku datar
” oh iyakah” Respon
Restu cepat
Aku tersenyum jenaka.
Restu menemukan seseorang yang tepat. Aku memang pendengar yang baik. Ribuan
kilometer dan ribuan malam hening kami lewatkan melalui percakapan di ujung
telepon.
Hingga pertemuan kedua
kami dengan percakapan yang cukup sensitif itu. Karena tanpa disengaja aku
sudah masuk dalam kehidupan Restu. Bahkan kebimbangannya untuk memulai karir,
mengurus surat perceraiannya dan lain sebagainya.
Restu menatapku sejenak,
lama dan dalam. Apakah perkataanku menyentak hatinya. Entahlah. Sejak saat itu
kamiu sering ngobrol dan bercerita banyak hal mulai dari hal-hal yang tidak
penting hingga romansa kisah klasik sepasang kekasih untuk bersama dan menyatu.
Aku menerima status restu dan dirinya apa adanya. Apakah ini yang disebut
sebagai cinta buta. Namun aku adalah perempuan dewasa berusia 32 tahun.
Hubungan kami lancar, meski terbatas jarak antara Jakarta dan Aceh. Aku pulang
ke Jakarta setelah cuti selama 5 hari. Restu menemaniku sambil berjalan di tepi pantai dengan pasir
putih yang indah dan ombaknya yang tinggi. Kami menikmati kebersamaan dan
semakin dekat secara batin. Itulah yang kurasakan.
Tanggal 22 juli, Restu
mengajakku menikmati secangkir kopi aceh di cafe simpang tiga kota. Lalu kuseruput
minuman segar dan hangat itu sehangat jiwaku. Lalu Restu meletakkan
gula merah yang ada di bibir gelas. Rasanya dia ingin mewarnai rasa secangkir
kopi dengan gula merah muda yang dipilihnya. Aku sempat bingung namun
rasanya aku seperti menemukan teman masa kecilku dulu. Bapak yang suka
mentraktirku kopi susu hagat dengan sepring sate yang lamak banna karena aku orang padang yang akhirnya jadi perantau di
Jakarta. Akh aku memang sedang merindukan sosok yang ingin kucintai dan rindukan.
Apakah Restu orangnya? Aku sudah untuk jatuh cinta. Namun ketika hatimu
merasa nyaman, aku susah pindah ke lain hati.
Restu dan aku adalah
kisah indah di bulan Juli. Meski banyak perbedaan. Aku suka sastra, restu suka
teknik. Aku suka planning terhadap banyak hal, Restu suka spontan dalam banyak hal.
Meski sudah menjadi sepasang kekasih, Aku tidak berteman dengan Restu di
Facebook hanya di whats up saja. Aku ingin memberi kebebasan baginya untuk berteman dengan siapa
saja. Aku juga ingin belajar mempercayainya. Sejauh ini semua berjalan lancar,
Aku dan restu sudah menjalin kisah selama setahun. Hingga sebuah pesan di wall
Restu yang cukup mengganggu pikiranku ” sayang, kok sudah lama gak nelpon’?
Byarrr. Dadaku sesak
menahan penasaran dan cemburu. Siapa perempuan ini”pikirku
Lalu perempuan itu
membawaku pada banyak kisah pengkhianatan.
” kami sudah mengenal
selama 7 bulan, dan akan menikah” kata perempuan yang terakhir kutahu bernama Rita
melalui inbox FB
” oh iyakah, maaf jika
hubungan kalian sudah lama juga, saya ingin membereskan hubungan kami seperti
apa selanjutnya, karena kami sudah tunangan” jelasku
” saya tak ingin merebut
tunangan orang, dia yang datang padaku dan serius untukku” kata Rita ketus
” tunangan dimana-mana
bisa saja, tapi kamu harus tahu kami sudah melakukan hubungan intim sebanyak
tiga kali, jadi kamu artikan sendiri sedekat apa kami”
” oh ya” hatiku panas
seperti panasnya lemon tea hangat di genggaman tanganku
Aku berlari ke rest room
dan menangis. Sungguh aku merasa terluka. Tak kusangka Restu yang lembut baik
dan kupercaya ternyata pembohong besar dan pengkhianat. Dia berhubungan juga
dengan wanita lain.
Aku menarik nafas dan
kembali ke meja kerjaku. Ku buka lagi inbox dan mataku dimanjakan dengan photo
Restu yang mesra dengan rangulan tangan dan berbaring santai. Ada 25 kolase
photo dengan kemeja yang kutahu persis sama dengan kemeja dengan photo yang
restu kirimkan ke whats up ku . Katanya kerja di luar kota ada proyek. Rupanya
proyek pengkhianatan. Sungguh perih hatiku. Rasanya dunia ini berhenti
berputar. Sia-sia sudah rencana pernikahan yang akan kami resmikan di bulan
juli tahun ini, yang tinggal 3 bulan lagi.
Ponselku berbunyi. Aku
membaca inbox ” Sayang jangan lupa makan siang, undangan sudah selesai di
percetakan. Pesawatku malam ini berangkat. Aku tak sabar memeluk perempuan
pujaanku. I love you Raina. Restu.
Rasanya ingin ku lempar
ponsel itu.Lelaki penipu
**
Hujan turun begitu
deras.
Semua meninggalkan pemakaman.
Hanya ada seorang perempuan yang masih menangis diujung makam. Dia tak
menyangka cinta tak sehangat secangkir kopi Aceh dan pertemuan pertama. Restu wafat
dalam kecelakaan pesawat. Di jarinya ada cincin tunangan. Rita juga hadir
dengan maafnya bahwa dialah yang menjebak Restu agar mengisi kesepian hatinya
sebagai janda kaya beranak tiga yang membutuhkan belaian lelaki dewasa, dan
Restu mmeberikan kebutuhan Rania karena membutuhkan dana yang lumayan besar
untuk resepsi pernikahan mereka.
Perempuan yang
perasaannya porak poranda adalah aku. Rania perempuan yang kehilangan cinta
palsunya. Namun harus melangkah meninggalkan keping luka.
Catatan : lamak banna :
enak sekali
Blog post ini dibuat
dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen #MyCupOfStory Diselenggarakan
oleh GIORDANO dan Nulisbuku.com
Bagus ceritanya... selalu ada aja yang cerita penghianatan...
ReplyDeleteAkankah kisah manusia berakhir?
ReplyDeleteNamun daya bukankah abadi?
Tuk apa kita berakhir...
jika lembaran baru s'lalu ada?
Lantas?
Apa arti kata 'tamat' bagimu?
Ia serupa akhir tertulis,
hanya bagi satu bab saja
Bab Raina masih panjang...
dalam mozaik indah di tepi mihrab-Nya