Tuesday, November 22, 2016

Puisi Kopi saya terbit dalam Antologi Puisi Kopi



Orkestra Bisu Setelah Hujan Reda di Cangkir Kopi Bapakku


Tadi hujan berjeda
Namun terdengar indah bagai orkestra yang bisu
Setelah gerimis meningggalkan nada tingginya
Lalu siapa yang tahu jika jiwaku bergemuruh
Lalu aku berjalan kecil disisi pohon-pohon tua
Ada rumput hijau lembut bertumbuh
di akarnya yang kuat 

Aku bersua dua sosok
yang memberi energi untuk berlari
dalam seduhan kopi selepas sepi

Lalu mengalirlah cerita prasasti
dalam panjangnya mimpi yang tak sedepa
Mengapa mereka dua yang sama tanpa beda
karena ada genetic spirit disana

Tiba-tiba ku rindu seangkir kopi
Kupanaskan hujan dalam secangkir kopi Bapakku
Mari menikmati hujan yang membisu kata ibuku
Sambil mengepang dua rambutku
Ibu mendongengiku tentang rindunya
pada kakekku yang telah tiada 

Bapak mengusap kepala Ibuku
Akupun meneguk hujan yang menari dalam cangkirku
Maka tenanglah mereka dalam tenggorakanku
Ternyata secanglir kopi yang kuminum menganak sungai
Membawaku pada samudera gelisah
Kenapa aku masih membisu
saat aku ditakdirkan menjadi gula dalam kopi Bapakku

Depok, terimakasih Allah, hari baik dengan jiwa yang melentik ;)


Secangkir Kopi Aceh dan Kepergianmu


Akulah perempuan paling bahagia itu
Kau ajak aku menikmati secangkir kopi Aceh
Menjelang shubuh yang hampir rubuh

Kita lewati jalan-jalan panjang
Kita berjalan bersisisan
Aku senang bukan kepalang
Ribuan kenangan usang
telah kau ceritakan begitu panjang
mengalirlah kisah air bah
membawa kisah kekasih hatimu yang telah pergi
Aku sedih dan pedih setelahnya

Haruskah kisahnya terus diulang diantara kita
Kusedu kopi aceh yang terasa pahit di tenggorokan
Kuusap jemari tangan
Memandangmu dihadapan
Ada senyuman yang tertahan

Kenapa engkau tak mampu lupakan dia yang tiada
Untuk apa aku yang sudah ada
Menemanimu dalam tujuh purnama

Aku adalah seorang pelupa yang setia
Seperti aroma kopi yang mewangi 
yang kau seduh shubuh pagi
Tetap sama rasanya
Pahit namun terkadang terasa manis diujungnya

Selepas senja
Kudengar khabar berita
Engkau pergi menyusulnya kekasih abadimu
Tinggallah aku dengan kopi yang semakin pahit dirasa
Dan airmataku membuatnya asin tak terkira

Banda Aceh, 2011


Tiga Bungkus Kopi Gayo

Kuterima tiga bungkus kopi gayo
Minumlah dikala pagi menyapa
Hangatkan hatimu dengan rasanya
Katanya pada suatu ketika

Tiga bungkus kopi kuterima
Entah apalah maksutnya
Pemberian seorang pemuda Aceh yang terkenal di kampungya
Karena kesetiaanya pada seni budaya

Dia bahagia berbaur dalam deru ombak pantai
Dan sesekali melukis sketsa sepi dalam kesendiriannya
Apakah yang membuat dia setia di kampungnya

Kisahmu mengalir
Akulah pemuda bahagia ” katamu
Kulukis beribu wajah
Kutulis beribu bait-bait puisi
Kutabuh rebana dalam rinai hujan
Berhenti meratapi kesedihan

Kunikmati hari merawat ibu
Merawat cinta
Juga merawat kenangan
Kuingat kopi membawa kebersamaan yang indah
bersama mereka yang tersayang yang pergi
Setelah kisah seribu rasa dalam secangkir kopi
diberanda rumah
di cafe- cafe tua

Setelah tsunami itu jiwaku runtuh
Terputus tali kasihku menjadi kelabu
rasa kopi selalu membangkitkan ingatan rindu
katamu sambil tersenyum tersipu

Tiga bungkus kopi ini hanyalah awal dari kisah kita
Maka sudikah kamu kelak
Menikmati kopi setiap pagi bersamaku
Hingga kita mulai lembaran baru

Meulaboh, 27 Agustus 2016

Seattle, Secangkir Kopi dan Jejak Ibu Obama


Hujan selalu riuh di kota ini
Begitu damai bagai orkestra
Perempuan Amerika  itu masih bermimpi
Seattle kota pengharapan untuk masa depannya
Masa remaja yang indah
Akankah dia akan terus menetap di kota kopi
Menyaksikan anak-anaknya bertumbuh kelak
Sambil menikmati secangkir kopi
Di kota sturbuck  kedai pertama kali berdiri

Perempuan itu mendongeng tentang tokoh dunia
Bercangkir kopi dia habiskan yang sudah tersisa ampasnya
Apakah Obama kecil sudah pulas dalam pelukan
Matanya menerawang jauh
Ingin mengembara kenegeri kopi
Ingin menjadi petualang ilmu
Stanley Ann Dunham nama perempuan itu
menunggu hujan reda dan menyelesaikan mimpinya

Entah apa yangmenghantarkannya ke negeri kopi
Konon dari negeri ini dikirimkan bijih kopi terbaik
dari tangan legam petani kopi Aceh hingga Sumatera
dari negeri Indonesia dalam gugusan Asia Tenggara
Perempuan itu jatuh hati
Cintanya pada ilmu dan aroma kopi
Seperti cintanya pada lelaki jawa pendiam nan cerdas menawan wati
Lelaki yang  kelak menemaninya menyusuri  dusun dan kampung
juga singgah di warung-warung pinggir malioboro demi secangkir kopi
serta aromanya yang tak mau Indonesia

Cinta bertumbuh dan mekar
dalam riuhnya obrolan selepas seduhan kopi
lembar-lembar disertasi hanya jadi saksi
Permpuan itu menjadi seorang doktor Antropologi
dan terlahirlah malaikat kecil perempuannya
berderah setengah merah putih yang juga mencinta ilmu dan kopi
dan berkunjung dalam nafak tilas sang Ibu di kota sultan
Kota nan damai masyarakay jawi, Jogjakarta

Seattle mengirimkan jiwanya menuju asal negeri kopi
Tak pernah dia bermimpi menuju negeri khatulistiwa
Konon kisah rempah-rempahnya penuh historia

Perempuan itu sang rahim keberanian
Ibu sang presiden ke 44 amerika
yang menyukai secangkir kopi, nasi goreng, bakso
di warung-warung tenda yang beralaskan rembulan

Residen Dubes US, Senopati, Juli 2016


Kopi Tubruk Soekarno,  Romansa dan Diplomasi Bangsa
Kepada Fikar W Eda

Selepas senja di Kota Ende
Kusaksikan rumah cinta di pengasingan
Miniatur ruang dan benda
Warisan sejoli Soekarno dan Inggit dalam romansa
Kisah cinta yang bermula dari segelas kopi tubruk
dan rinai hujan kota kembang yang telah sunyi
Hingga beradu gelisah
Kapan Indonesia berkiprah di mata dunia
Lamunan panjang dan jiwa seni tak pernah menepi
Mengantarkankannya dalam naskah tonil
Menghibur diri dengan alunan musik biola tua

Bergelas-gelas kopi tubruk telah dihabiskan
Kertas berisi naskah bertebaran di meja
Aroma cerutu dan  wangi kopi menyatu
Dengan aroma tanah yang tersiram

Sampaikan salamku pada para penyair bangsa

Aku ingin habiskan bergelas kopi tubruk
singgah di Takengon di kota Banda Aceh
dan menikmati kopi tubruk hasil racikan pemuda Aceh

Selepas ini aku mau sampaikan
Indonesia berjasa pada masyarakat Banda Aceh
Karena kopi juga kehangatan konfrensi Asia Africa tercinta
Dalam fatwa secangkir kopi yang berdiplomasi

Banda Aceh, September 2014

0 comments:

Post a Comment