Photo 1. Buku Perdana saya Antologi Pelangi Jiwa, Mahara Publishing, 2012
Photo 2. Buku Antologi Cerpen "Cinta Merah Jambu", Puspa Swara, 2014
Photo 3. Buku Antologi Puisi "Ayat-Ayat Ramadhan",Alif Gemilang Grassindo 2012
Photo 4. Buku Antologi ragam fiksi"101 Perempuan Berkisah", Prameswari 2014
Tahun
terus berganti, kehidupan senantiasa berubah, begitu juga manusia yang
secara sederhana terdiri dari dua komponen raga dan jiwa. Raga manusia
semakin menua, dan jiwa juga sering bermetamorfosa. Manusia ada diantara
dua sisi yakni dimanis dan statis. Lalu kehidupan berjalan dan masa depan meninggalkan masa lalu. Dan apa yang bisa kita lakukan dengan waktu?
Jiwa
yang senantiasa muda dan hijau akan terus belajar tentang dirinya, baik
apa kekuatan dan kelemahannya hingga dia semakin bersyukur dan dekat
dengan Tuhannya, begitu kata imam Al Ghozali. Namun ada juga jiwa yang
coklat, menua dan menyelesaikan kehidupan dalam diam dan tanpa asa,
mungkin sudah lelah, pasrah atau jengah. Dan itu manusiawi tentunya.
Bagi saya Jiwa manusia adalah manifestasi abstraksi asa dan rasa.
Dan
raga manusia terwujud dari 90 persen terdiri dari air dan terbungkus
tulang, senantiasa berkembang mengikuti takdir alam, bahkan ada yang
mati muda sebelum lanjut usia, ada yang sakit namun masih bertahan hidup
lama, bahkan Chairil Anwar juga berteriak dalam syairnya “ Ingin Hidup
seribu tahun lagi”, Namun Tuhan sudah memberi jatah yang berbeda-beda
untuk rentang usia manusia. Dan raga juga hanyalah punggawa yang
mengikuti panglimanya yakni hati.
Pda
tahun baru ini, ada asa dan rasa yang membara ketika saya tersadar
sekian lama, ternyata saya adalah pengrajin kata-kata, dan hidup
diantara kata-kata. kata-kata pertama yang membangunkan jiwa dan raga
saya berasal dari Bapak, kata-kata yang saya dengar ketika saya berusia
sepuluh tahun adalah pribahasa arab “Man Jadda Wajada ( من جدّ وجد ) yang bermakna “Barangsiapa
bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Mungkin karena beliau
adalah seorang santri sehingga berkesan dengan kata-kata ini. Dan memang
bagi saya dia adalah seorang Bapak sekaligus Guru yang mengajari saya
banyak hal tentang kehidupan.
Saya masih menyimpan surat-surat beramplop
coklatnya yang dia kirimkan jauh dari pulau tempat dia bekerja sebagai
abdi negara (sudah hilang karena sering nomaden), konsep-konsep
pemikirannya dalam agenda kerja, bahkan puisi-puisinya yang terselip di
halaman belakang dengan tulisan tangan klasik. Dan tentu beliau sosok
yang sering memproduksi kata-kata, hingga nama saya adalah perpaduan
namanya dengan kekasihnya (ibu saya), sungguh romansa kata-kata sudah
dia turunkan sempurna uang berpengaruh dalam kehidupan saya.
Namun saat itu saya tidak pernah menjadikan kata-kata Man Jadda Wajada itu istimewa, mungkin karena pada saat itu saya masih muda dan tidak terbebani dengan tujuan hidup dan lain sebagainya.
Hingga
ketika sepuluh tahun kemudian, ketika saya semester pertama kuliah,
Bapak mengirimkan surat lagi kepada saya dan menuliskan kata-kata
penutup yang erat hubungannya dengan waktu. Kata-kata itu adalah “
Ananda hari ini menentukan hari esok”, jleb !! hati saya tergugah dan
terdiam beberapa saat, kata-kata itu berhasil menjadi mantra dalam hidup
saya hingga saya selalu mencoba memaknai waktu dengan makna, dan saya
berhasil dengan menuntaskan kuliah di dua universitas negeri dengan
mengoptimasi waktu dengan berinvestasi dengan pendidikan dan sedikit
mengorbankan masa romansa anak muda untuk bekal masa depan. Dan sepuluh
tahun kemudian benar kata Bapak, hari-hari dimasa lalu menghantarkan
saya pada episode kehidupan dimasa sekarang yang tak pernah saya
bayangkan, dan harus saya syukuri, perjalanan yang dulu mengantarkan
saya menjadi pengrajin kata–kata, sebagai speechwriter (penulis pidato)
di salah satu lembaga negara. Lagi-lagi saya hidup dalam kata-kata.
Pada bulan November 2013 saya diminta Kompasiana
menjadi Host Moderator dengan dua topik yakni musik dan TKI, dan saya
kembali lagi merecall kata-kata terbaik untuk bertanya, berinteraksi,
dan berdialog dengan para narasumber di panggung dan berakhir dengan
lancar karena memulai acaranya dengan rangkaian kata-kata dalam doa. Dan
kata-kata tersebut berujung
menjadi jalinan persahabatan yang indah antara saya dengan Anezkia dan
Fera Nuraini, yang keduanya berpengalaman menjadi TKI perempuan yang
tegar dan inspiratif menurut saya,dan wawancara dengan grup band 3
Composer (Pencipta lagu dan lirik artis top mulai dari Afgan, Siti
Nurhaliza, Marcel, dan lain-lain) Saya mendengar langsung lirik-lirik lagu dalam nada yang indah yang mereka ciptakan membuat saya semakin jatuh cinta dengan kata-kata.
Penghujung tahun saya juga terpilih menjadi finalis Public Speaking Rene Suhardono dan Friends dan pada saat itu saya membuka performance di panggung dalam satu cerita tentang
passion saya dengan memulainya dengan “ Kata-kata adalah mantra” yang
akhirnya memberi saya ruang di hati para sahabat baru yang terinspirasi
dengan kata-kata tersebut. Dan kata-kata itu yang menghantarkan saya
berkenalan dengan para coach super keren seperti Rene Suhardono, Ivan
Deva, Didi Mudita, Steve Kosasih, Ricky
Setiawan dan beberapa fans berjiwa muda dari berbagai kalangan seperti
aktifis LSM, pengacara, banker, serta pengusaha, Mereka adalah
Dierapaksi, Hendriyadi, Indra Rezki, Lutfi, dan Heriyanto yang datang
jauh-jauh hanya untuk mendengarkan kata-kata dalam cerita (story) dalam durasi lima menit itu.
Dan
tahun 2014 ini, saya akan terus belajar menjadi pengrajin kata-kata
dari setiap orang yang saya kenal. Siapapun mereka, dari seorang penjual
sarapan, pekerja kreatif, ilmuawan hingga negarawan. Dan saya akan
terus bekerja dan setia dengan kata-kata.
Semoga
kelak kata-kata yang saya ungkapkan baik dalam lisan dan tulisan mampu
membuat setiap orang tergugah untuk menjadi pribadi yang lebih baik,
menghadirkan senyum bagi hati yang luka, menggerakkan jiwa untuk
berkarya, dan mungkin mengubah satu bangsa menjadi sejahtera.
Kata-kata
yang akan mengetuk setiap jiwa dan mengubahnya menjadi sejuk, damai
hangat, gembira menjalani hari-hari. Bukankah kehidupan kita di dunia
dimulai dengan kata-kata dalam dialog sebagai perjanjian kita dengan
Tuhan dan diakhiri dengan jawaban-jawaban terbaik kita kelak
menghadapnya dengan kata-kata yang dipersaksikan seluruh raga. Dan
inilah saya sang pengrajin kata dengan 11 karya dalam rupa-rupa genre dan kata. karya sederhana yang semoga memberikan makna.
Photo 5. Buku Antologi Puisi "Fiksi Pahlawan", Penerbit Fiksiana 2014
Photo 6. Buku Antologi Kumpulan Cerpen "Valentisiana", Fiksiana 2014
Photo 7. Buku Antologi Puisi "Jadilah Terang", Penerbit Griya Satra Bogor2014
Photo 8. Buku Antologi Cerpen "Love Never Fails" , Nulisbuku.com, 2014
Photo 9. Buku Antologi Puisi "Harmoni" , Penerbit Sixmidad, 2014
Photo 10. Buku Antologi Puisi "Mama Gelar Pahlawan Sepanjang Masa, TRE 2014
Photo 11. Opini "25 Kompasianer Wanita Merawat Indonesia", Peniti Media2014
0 comments:
Post a Comment