Aku masih seperti bermimpi. Ini hari bahagiaku. Kata
orang hari jadi raja sehari. Akhirnya aku bisa mempersunting gadis pujaanku.
Asam di gunung garam di laut. Kami bertemu di tempat yang orang sebut menara
gading, di kampus tercinta.
Dia sosok perempuan yang terlihat anggun dan
keibuawan. Aku sosok mahasiswa gaul dan aktif di organisasi intra kampus.
Banyak sekali kaum hawa yang ingin mendekatiku untuk menarik perhatianku. Mulai
dari kirim coklat sampai kirim miniatur mobil soalnya aku hobi road race. Jadi
bisa dibayangkan betapa istimewanya aku.
Tapi hatiku akhirnya berlabuh pada perempuan
bersuku jawa itu dan aku pemuda batak yang tidak terlalu rasis merasa dialah
pilihanku. meski ibu sudah menjodohkanku dengan perempuan yang ibu anggap akan
cocok denganku, akhirnya Ibu merestui pernikahan kami. Hatiku haru dan bahagia.
**
Sore
itu aku memilih duduk diberanda ditemani singkong goreng buatan ibu dan mataku
terus memandang laptop.
"Kamu
sudah ukur Jas untuk pernikahan nak, anti pakai kemeja putih dan pakai
ulos juga"
Ibu
membuyarkan lamunananku. Mataku tak lepas dari laptop melihat laporan rekan
kerja.
maklum
aku sudah menjadi supervisor di peusahaan leasing dua tahun yang lalu
"Belum
sempat bu, gampang bu, masih banyak kerjaaan di kantor
apalagi
mau buka cabang Bu"
"
waduh, sebulan lagi pernikahanmu nak"
"
biar dewi yang nyiapin Bu"
"
Selalu banyak berzikir jelang pernikahnmu nak, semoga semua lancar saja, dan
Dewi yang terbaik untukmu"
Ibu
menyebut nama calon menantunya dan aku mendengarnya sambil tersipu. Walaupun sudah
sebesar ini baru sekarang aku merasa dicintai seorang perempuan. Ibu pun tak
pernah melihat aku membawa perempuan ke rumah selain Dewi.
"
Iya Bu, insyaAllah, saya terdiam namun mengiyakan"
"
ya kalau kalian sudah direncanakan bersama tak apa nak"
Ibu kembali masuk kamar. Akhir-akhir ini dia
nampak terharu. Kebanyakan diam namun lebih sering kulihat titik bening
dimatanya. Aku khawatir apa Ibu merasa belum siap melepasku sebagai anak lelaki
satu-satunya dengan empat saudara perempuan.
Biasanya memang anak lelaki dalam keluarga batak itu sangat
disayangi Ibunya karena menjadi penerus marga dan dianggap akan tetap mengayomi
ibunya meskipun dia sudah menikah. Aku menghormati Ibu namun aku juga
menyayangi Dewi calon istriku. Semoga keduanya kompak selalu. Aku sering dengar
banyak keluarga yang berkonflik gara-gara hubungan menantu dan mertua tidak
harmonis. Merasa jadi saingan diantara keduanya. Akh.. aku merasa menjadi
laki-laki paling bahagia diantara dua wanita yang mencintaiku.
Ibu
lebih sering melihat foto almarhum Bapak, sambil mengusapnya dengan penuh
perasaan
Begitu
juga aku terkadang merasa sedih, andai beliau masih hidup tentu akan sangat
bahagia sekali.
**
Ibu
membongkar-bongkar isi lemari. Sepertinya dia ingin mencarikan ulos yang akan
kupakai di hari pernikahanku.
“
sini nak, ibu sedang carikan ulos buatmu”
“
oh tarimokasih umak”* kataku bahagia
Aku melihat jas hitam Bapak, diletakkannya digantung
disisi kiri lemari. Hanya satu jas berwarna hitam. Sepertinya baru dikeluarkan
ibu
Ibu
memang menyimpan semua pakain Bapak dilemari kamar mereka, Jadi jika beliau
rindu dia akan melihat pakaian Bapak dan menciumnya. Inikah cinta sejati,
ketika pasangan hidup telah pergi mendahului, tetap tidak tergantikan di
hati.Semoga aku juga menemukan belahan jiwa yang mencintaiku dengan setia. Aku berdoa dan membatin dalam diam.
Aku ingat Bapak memakai jas hitam pada saat
pelantikan Bapak sebagai kepala dinas di Pulau Nias. Itulah satu-satunya jas
yang pernah dijahitkan untuk Bapak. Bahkan cerita Ibu jas yang bapak pakai
untuk nikah konon pinjaman dari temannya sesama mahasiswa di jogja dulu. Jas
yang sangat bersejarah.
"
akhirnya ketemu ulosnya" Ibu setengah
berteriak senang dan menepuk debu-debu ulos itu. Lalu dia pakaikan padaku. Aku
terlihat seperti raja batak sesungguhnya. Gagah tinggal pakai tongkat agar mirip
Raja Sisingamangaraja. Hehhehe. Tapi lebih keren naga bonar kawan, satu-satunya
jenderal yang belum dilantik.
"
kamu memang gagah mirip ayahmu, kata ibu tersenyum"
Aku
tersenyum dengan khayalanku.
Akupun
memeluk ibuku terharu dan memeluknya. Rasanya baru kemarin Ibu mengusap
rambutku karena lelah tertidur dipangkuannya.
**
Hari
bahagiaku tiba. Jas yang dijahitkan Dewi ternyata kebesaran. Badanku terlihat
kecil sekali.
"
mungkin abang kurus gara-gara sering nyetir sendiri keluar kota" kata Dewi
sambil mematut jas yang kebesaran
Ibu
melihatku terseyum.
“
Benar_benar kebesaran ya, " Nak apa kamu mau pakai jas nya atau pakai saja
jas Bapak?
Ibu
langsung menuju kamar dan membuka lemari dan mengeluarkan jas hitam milik
almarhum Bapak.
"
Ibu memakaikan jas hitam milik ayah. Terasa pas di badan dan hangat sekali
tercium wangi khas parfum Bapak. Seolah beliau hadir bersamaku
"
wah pas sekali Bang. Abang ganteng banget, puji dewi memandangku mesra didepan
Ibu
"
hmm, aku diam tersipu malu”
“
ya ganteng dong, siapa dulu Ibunya” ibu ikutan bercanda. Kami tertawa bersama
bahagia.
Ibu
memakaikan jas dan mematut bahu jas nya.
"
ya, ini pas nak, kok bisa ya. Sudah kalian siap-siap sekarang. Sebentar lagi
penghulu datang, abca bismilllah dan terus berzikir ya” Ibu masih mengingatkan
dan menunjukkan kasih sayangnya untuk mengingat Allah di momen bahagiaku.
Ibu
memperbaiki bulang* yang dipakai Dewi.
Kami
berjalan beriringan. Aku memakai kas hitam milik Bapak dan tersenyum bahagia.
Dewi menggandeng tanganku mesra. Bapak terimakasih jasnya . Sungguh aku senang
dengan warisanmu ini. Kali ini sejarah hidup baruku akan kumulai dan jas
hitammu menjadi saksi. I love you Bapak.
*
Bulang : perhiasan adat tapanuli selatan yang dipakai saat pernikahan.
Senayan,
mei 2014
hmm pernikahan 2 suku ^_^ selalu menarik dengan sejuta sensasi
ReplyDeletesama ane juga heheh
menarik kakandaku
semua butuh pengertian ya ando :), makasih adik ambo :)
Deleteseru ya sepertinya sista Edrida :)
ReplyDeletegreat wrote
Terimakasih mbak Jenna :)
Deleteturut berbahagiyah... :)
ReplyDeleteterimaksih mas Rahab pujangga kompasiana :)
Delete