Menulis adalah
dunia hening yang dijamah dengan pikiran dan perasaan hiruk pikuk namun menjadi
sempurna ketika setiap kata-kata sederhana yang dirangkai menjadi bermakna
dengan kesabaran menuntaskannya
( Edrida
Pulungan)
Jelang bulan mei berakhir. Pertengahan bulan di tahun 2014. Banyak perjalanan yang kita
lalui bersama di rumah tumbuh kita kompasiana. Termasuk persahabatan di dunia
maya dengan sesama blogger dari nangkring bareng bertemu wajah, berbagi kisah
bahkan berbagi buku karya kita sendiri meski tulisan sederhana namun tetap
bernilai karena tulisan kita menjadi
bagian dari proses belajar dan tumbuh kembang kita.
Kita berbagi banyak hal mulai dari tulisan berisi
kontribusi pemikiran, yang kritis, idealis, romantis, manis hingga sinis. Semua
merupakan bagian kontribusi kita sebagai journalist
citizen. Bahkan mungkin banyak rekan yang menyadari menulis itu menjadi
candu. Sehari tidak menulis rasanya ada yang kurang dan hambar. Apapun bentuk
tulisannya. Apalagi kalau akun kompasiana dalam perbaikan semua langsung resah
gelisah.apakah ada yang merasakan gejala akut seperti itu. Seolah kita autis
dan terus berada di depan laptop, gatget atau lembaran kertas putih menungkan
ide, inspirasi dan pemikiran kita.
Jelang tahun kedua saya menjadi kompasianer dengan
teman sekitar 1022. Kok kebetulan ada angka duanya ya J. Saya ingin mengucapkan terimakasih pada
teman-teman kompasianer yang sering
memberi respon, bahkan kadang menjadi editor agar tulisan saya lebih baik. Juga
ada yang menjadi motivator karena tulisan mereka sangat konstruktif,
inspiratif, bermanfaat, aktual dan futuristik bagi saya.
Saya dan mungkin rekan kompasianer mungkin merasa
senang membaca, merespon dan menikmati tulisan teman-teman kompasianer yang
lain yang menyediakan waktunya membaca tulisan kita atau dengan senang memberi
tahu kalau tulisan kita highligh atau hjadi headline. Untuk yang satu ini
meskipun tak dapat honor hati berbunga-bunga dan senang bukan? Atau mungkin ada
yang merasa biasa saja karena sudah jadi “ Raja dan Ratu Headline dan Highlight”.
Tapi diatas semua itu jika menulis adalah candu menulis akan jadi kebutuhan
apapun yang terjadi. Karena pengakuan akan tulisan itu menjadi nomer kesekian
karena menulis bertujuan untuk menulis itu
sendiri.
Kita pasti akan melihat bagaimana Goenawan
Muhammad, Arswendo Atmowiloto atau Pramudya Ananta Toer tak peduli bagaimanapun
banyak orang pro kontra dengan tulisan mereka. Meraka tetap tak henti menulis,
seolah menulis bagai candu. Bahkan mereka “hidup” dan “ terhidupi” dari
tulisan-tulisannya.
Itulah mengapa menulis begitu menyenangkan karena kita
dikenal dari apa yang kita tulisakan dan semua citizen journalist di kompasiana belajar menjadi dirinya sendiri
dengan branding tulisannya (personal
branding) . Jika dilihat dari tulisan Kang Pepih Nugraha dalam bukunya “Kompasiana
Etalase warga biasa” kompasianer memiliki penulis dari berbagai latar belakang
yang berbeda mulai dari mahasiswa, ibu
rumah tangga, politisi, birokrat, artis, bahkan calon dan wakil presiden. Ups.
Artinya Kompasiana sudah menjadi “Indonesia mini untuk “ besarnya “ Indonesia.
Artinya tulisan kita adalah bagian penting dari
masyarakat yang akan membangun peradaban dari ragam penikiran mulai dari ranah
politik, ekonomi, budaya, seni, sastra, lingkungan dan sebagainya. Sehingga
kita mau tak mau dituntut menjadikan menulis juga sebagai bagian penting dari
kontribusi kita sebagai bagian dari masyarakat dan warga negara Indonesia yang
sejati. Jika bukan kita yang membangun ranah literasi di negeri kita siapa
lagi. China, India mulai bangkit dari jumlah buku yang dicetak dengan drastis.
Bahkan Negeri Jiran Malaysia mencetak berbagai buku dalam berbagai ranah bahasa
seperti bahsa Melayu, Inggris, Jerman,
Francis dan bahasa lainnya. Siapa tahu tulisan kita kelak juga akan
diterjemahkan seperti karya Helvy tiana Rosa dan Andrea Hirata.
Kegiatan menulis juga
membutuhkan komitmen pribadi yang luar bisa karena kita harus menaklukkan diri
sendiri mulai dari sifat malas, malu, minder untuk menuliskan sesuatu. Bahkan
kita harus sabar membaca tulisan kita sendiri sehingga menulis juga membuat
kita bertumbuh menganal diri kita, mulai dari pikiran dan perasaan kita. Bahkan
status facebook dan twitter yang kita tuliskan sehari-hari juga bisa memberikan
inspirasi bagi orang lain yang membacanya. Sepele but it’e true. Jadi tulisan
itu punya efek luar biasa bukan?
Tulisan kita adalah
saksi hidup kita. Karena tulisan kita akan terus abadi dan tidak hilang dimakan
waktu bahkan karya-karya pendiri bangsa kita seperti tulisan Soekarno dan Hatta
dari hasil akumulasi pemikiran, diskusi bahkan buku harian mereka menjadi
berharga saat dibukukan dan dicetak ulang berkali-kali. Artinya menulis adalah
kegiatan yang menyenangkan dan kadang membuat penulis “ Flow” (mengalir) dan
terbawa dalam pemikirannya sendiri dan susah untuk dihentikan. Jika sudah
begini butuh “dokter” yakni penerbit yang dengan senang hati kelak akan
membukukan tulisan kita. Jangan pernah sepele dengan tulisan kita sendiri. Saya
sudah buktikan bahkan puisi saya yang saya anggap biasa dan hanya bait-bait
sederhana berjudul “Narasi Pemimpin Muda Untuk Indonesia” mendapatkan apresiasi
dari budayawan Anhar Gonggong dan diundang oleh Bapak Mantan duta besar US dan
calon presiden dari konvensi Partai Demokrat, Bapak Dino Patti Djalal untuk
dibacakan di Taman Ismail Marzuki dalam diskusi calon pemimpin muda Indonesia
dan akan segera di share ke You Tube oleh beliau.
Dan tulisan yang
paling berkesan lagi adalah tulisan saya di kompasiana yang berjudul “ Ketika
saya menjadi pengrajin Kata” dikemas dengan manis oleh Kompasianer yang nun
jauh di negeri Eropa, Jerman, Mbak Gaganawati dalam bukunya “38 Wanita Indonesai Bisa” merupakan buku
kumpulan biografi mini dan kiprah perempuan Indonesia salah satunya desainer
ternama Indonesia Ibu Anne Avantie dengan editor Pak Thamrin Sonata. Saya masih teringat wawancara life kami dipagi
hari dan saya langsung ditelpon dari Jerman di bulan pebruari yang romantis
gara-gara tulisan-tulisan sederhana yang sempat dibaca mbak Gaga.
Dan mungkin banyak
juga para rekan kompasianer yang mendapatkan kejutan-kejutan manis dan
kebahagiaan dari tulisan-tulisan yang pernah dibuat. Silahkan berbagi seperti
icon Kompasiana yang keren “ sharing and Connecting”
Saya adalah orang
yang paling menikmati tulisan yang membangun gairah dan semangat untuk menjadi
pribadi yang lebih baik dan berkontribusi bagi orang lain, keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Saya juga
mengucapkan terimakasih pada rekan kompasianer selamat untuk bukunya seperti mas
Aldian Saputra, Mas Ben Nur, Pak Thamrin Dahlan, Kang Pepih Nugraha, dan 25 kompasianer wanita yang tidak bisa
saya sebutkan satu-satu namanya, dan siapaun yang sudah menerbitkan tulisannya
menjadi buku. Keep going and shining with
words. Write on and on in the silence
and get happy with flow”
Dan siapa tahu
tulisan kita akan dibaca anak cucu kita kelak dan generasi berikutnya. Karena
rentang usia kita tentu terbatas namun tulisan kita akan melebihi usia kita
karena abadi begitu kata orang bijak. Jadi Jika menulis adalah candu, berapa
banyak sahabat disini yang sudah merasakan efek dahsyatnya? Salam inspirasi
0 comments:
Post a Comment