Jakarta
Engkau ingatkan aku akan jejak pertamaku
Lima tahun lalu aku datang padamu
Dengan niatku yang sederhana
Merajut ilmu dan meraih makna
Aku melangkah sendiri
dengan ribuan doa dan seribu jejak kaki
Jakarta..
Aku ingat saat itu
Engkau begitu gemerlap
Bersolek tanpa tidur
Malam bagaikan pagi dan siang
Selalu terang benderang
lampu -lampu kota begitu menyilaukanku
Jakarta engkaupun begitu lincah
Meski kutau engkau sudah menua
Namun engkau semakin memikat saja
Jakarta, lagi lagi engkau merayuku
Ketika ku ingin pergi dan berlalu
Tinggallah sebentar lagi katamu
Engkau berjanji akan menjadi saksi hidupku
Engkau menawariku impian semusim
dan sepotong kue coklat dan secangkir kopi hangat
yang harus kunikmatinya di pagi yang gaduh dan riuh
ditengah pikiranku yang terus berperang untuk bertahan
Jakarta apakah kita sejiwa
Pernah Aku jauh darimu
Menjaga jarak untuk mendengar bahasa hatiku
Namun akhirnya kudatang lagi padamu
Ada misteri yang belum kutahu jawabnya
Lalu aku datang padamu
Aku Berlari-lari mengejar kereta pagi
yang sering meninggalkanku
Untunglah kamu sabar menungguku
Jakarta, kutahu kamu tak pernah kejam
Seperti kata mereka
namun akulah yang lemah tidak memahamimu
dengan semua catatan kebodohan dan ketakutanku
Ku takut engkau menyuruhku pergi
saat semua citaku belum menjadi prasasti
seperti yang aku lihat kemarin di galeri
Jakarta
Menemukanmu adalah sebuah perjalanan semu
Terkadang aku merasa tak mengenalmu
Nanun terkadang aku merasa paling tahu tentang kamu
Namun semua kisah dan lelahku seolah abadi
dalam kenangan-kenangan yang terpencar
dan tersebar dan harus kubawa bersabar
Engkau tahu Jakarta
Semua jejak ku bagai kolase hitam putih
Engkau katakan carilah warna lain
seperti warna-warni pelangi senja di bundaran HI
yang selalu kau tunjukkan untukkku
Jakarta rasamu begitu berbeda
Kadang engkau mengirimkan hening dalam ramaimu
Saat maghrib tiba dan semua berjuang di jalan menuju rumah
dan sayup gema azan terdengar lirih memanggil-mangil aku
Dalam kesibukan yang tak bertepi
Ditengah gedung-gedung tinggi
yang selalu menatapku kerdil
Aku tahu Jakarta engkau hendak mengajariku tentang sesuatu
tentang kefanaan dan Tuhan yang selalu menjagaku
Jakarta engkau membuatku merasa sudah
berjalan terlalu jauh
Aku merindu pelukan ibu yang sudah mulai menua dan sendiri
Aku merindunya kala kami bisa berkumpul dan makan bersama dengan
Makanan yang sudah dia masak sejak pagi hari
dengan cinta yang tak ada habis-habisnya
selepas sholat dhuha
Oh jakarta.. jakarta oh Jakarta
Rasamu seperti apa kini
Aku lupa menyapamu
Meski kini aku jadi penghunimu yang setia
Menghitung hari dengan koma
Hingga impianku membuatku selalu terjaga
Jakarta
Engkau memberiku semua rasa
Bahkan rasa pahit yang harus kutelan
Untuk membuatku kuat dan bertahan
dan menghapus bulir-bulir bening di sudut mata
Engkau memberiku rasa
yang akan selalu membuatku setia
Namun Jakarta
Aku ingin bertanya
Bolehkah aku meninggalkanmu sebentar saja
Menjemput cita
dan cinta yang entah dimana
Karena kepadamu Jakarta
Kuingin bicara jujur saja
Dikotamu, tak kutemui dia yang istimewa
Maka izinkankan kakiku melangkah sebentar saja
Menjemput bahagia yang tertunda
dan engkau Jakarta akan menjadi saksinya
Jakarta. 11 Januari 2016,
Inspiration, invitation the former first lady Indonesia in January
Wednesday, January 13, 2016
Rasa Jakarta
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment