Khabar Untuk Ibu
Ibu, masihkah menungguku duduk di beranda rumah kita
Menyapa kenangan berkali-kali
akan cerita cinta yang kau rajut indah bersama ayah
Akh.. aku kadang cemburu padamu ibu
betapa mudahnya engkau mendapatkan cinta yang paripurna
dari lelaki sederhana dari kaki bukit
yang mencintai syair dan syiar hingga akhir hidupnya
lalu setiap hari ayah merayakan cintanya bersamamu
dalam bait-bait puisi yang terlafazkan
hingga tak sempat dia sampaikan
cinta kalian selesai hanya karena detik waktuNya
yang memanggil cintamu pergi
namun akulah saksi cinta kalian yang abadi
karena namaku adalah pertautan dua nama kalian
indah, melankolis dan romantis
Namun ibu..
aku tidak tahu mengapa kisah cintaku
tidak sepertimu terjempas berkali-kali
dan kadang meringkuk dalam sepi
dan kadang meramaipun dalam sepi
akh,,cinta bagiku hanya ilusi
Ibu aku selalu mengirimu khabar
akan satu persatu mereka yang datang padaku
dengan senyum manisnya, dan ragam pura-pura
dan pernah ada juga kesejatian yang pernah kuterima
namun rasanya sama duka dan bahagia yang berteman karib
lalu cintaku pun raib
dalam padang-padang hijau yang kembali gersang
akh..ibu andaikan aku bisa mengkhabarimu
cerita cintaku yang indah
mungkin engkau akan bersuka cita
namun biarlah
kisah kita adalah kisah kita adalah kisah kasih
mengenang cinta yang pernah datang dan menghilang
Namun mampu menyemai benih-benih rasa kedamaian
22 februari 2016, Senayan
Sunday, February 21, 2016
Puisi-Puisi Edrida Pulungan edisi Pebruari
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment