Hari
ini tepat tanggal 26 juli 2016, hari dilahirkan sang pujangga kebanggaan
Indonesia yajni Chairil Anwar yang terkenal dengan sebutan “ Si Binatang
Jalang” di Medan yakni tanggal 26 Juli 1922 dari Ayahnya yang bernama Toeloes,
yang pada masa itu bekerja sebagai Bupati Kabupaten Indragiri Riau, berasal
dari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya Saleha,
berasal dari Situjuh, Limapuluh Kota. Menurut biografi dan beberapa sumber Chairil
Anwar masih memeiliki pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, yakni Perdana
Menteri pertama Indonesia .
Chairil masuk sekolah Hollandsch-Inlandsche
School (HIS), sekolah
dasar untuk orang-orang pribumi waktu masa penjajahan Belanda. Dia kemudian
meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah
menengah pertama Hindia Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Chairil muda
harus merasakan sakitnya perceraian orangtuanya ketika ayahnya menikah lagi
hingga dia harus ikut ibunya sehabis SMA ke Jakarta .Chairil
mulai untuk menulis puisi sejak remaja tetapi tak satupun puisi awalnya
yang ditemukan.
Chairil berkenalan dengan dunia sastra. Meskipun pendidikannya
tak selesai, Chairil seorang polyglot sejati yang bisa menguasai ragam bahasa
asing yakni bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi
jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama dimasa
itu, seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J.
Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi
tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia .
Semasa kecil di Medan, Chairil sangat dekat dengan neneknya. Keakraban
ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil. Dalam hidupnya yang amat jarang
berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia.
Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:
“Bukan kematian benar yang menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta”
Kumpulan puisi Chairl Anwar antara lain: Kerikil Tajam
dan yang Terampas dan yang Putus (1949); Deru Campur Debu (1949); Tiga Menguak
Takdir (1950 bersama Asrul Sani dan Rivai Apin); Aku Ini Binatang Jalang
(1986); Koleksi sajak 1942-1949″, diedit oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono
(1986); Derai-derai Cemara (1998). Buku
kumpulan puisinya diterbitkan Gramedia berjudul Aku ini Binatang Jalang (1986).
Karya-karya terjemahannya adalah: Pulanglah Dia Si Anak
Hilang (1948, Andre Gide); Kena Gempur (1951, John Steinbeck).Sementara
karya-karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol
adalah: “Sharp gravel, Indonesian poems”, oleh Donna M. Dickinson (Berkeley,
California, 1960); “Cuatro poemas indonesios, Amir Hamzah, Chairil Anwar,
Walujati” (Madrid: Palma de Mallorca, 1962); Chairil Anwar: Selected Poems oleh
Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963); “Only Dust:
Three Modern Indonesian Poets”, oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]:
Papua Pocket Poets, 1969);
The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan
oleh Burton Raffel (Albany, State University of New York Press, 1970); The
Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock
Fang, dengan bantuan HB Jassin (Singapore: University Education Press, 1974);
Feuer und Asche: sämtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath
(Wina: Octopus Verlag, 1978); The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose
of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University, Center for
International Studies, 1993). Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang
diduga diciplak dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil
Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950,
kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).
Chairil memang penyair besar yang menginspirasi dan mengapresiasi upaya
manusia meraih kemerdekaan, termasuk perjuangan bangsa Indonesia untuk
melepaskan diri dari penjajahan. Hal ini, antara lain tercermin dari sajaknya
bertajuk: “Krawang-Bekasi”, yang disadurnya dari sajak “The Young Dead Soldiers”, karya
Archibald MacLeish (1948). Dia juga menulis sajak “Persetujuan dengan Bung
Karno”, yang merefleksikan dukungannya pada Bung Karno untuk terus
mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945.
Gambar 2 Kampus Leiden dengan Dinding Puisi " Aku " Karya Chairil Anwar id.wikipedia.org/wiki/Chairil_Anwar
Bahkan sajaknya yang berjudul “Aku” dan “Diponegoro” juga
banyak diapresiasi orang sebagai sajak perjuangan. Kata Aku binatang jalang
dalam sajak Aku, diapresiasi sebagai dorongan kata hati rakyat Indonesia untuk
bebas merdeka. Dan ”Aku ” bukan hanya abadi sebagai puisi yang dibacakan pada
kelas-kelas pelajaran Bahasa Indonesia atau acara sastra di Indonesia namun
juga di Negara Belanda karena karyanya berjudul ”Aku” terprasastikan di dinding
Kampus Leiden Belanda. Sungguh karya tersebut membanggakan Indonesia dan juga
pengakuan negeri lain terhadap karya kesusatraan kita.
Sepenggal Kisah Cinta Sang Penyair
Kisah sang
penyair Chairil Anwar ini bermula di Pantai Cilincing, daerah Jakarta Utara.
Suatu hari yang cerah di tengah musim penghujan tahun 1943, Chairil yang asik
membaca buku tak menyadari ada seorang perempuan memperhatikannya. Perempuan
bernama Sumirat ini terpaku memandang Chairil yang tampak asik dengan buku di
tangan dan abai dengan keramaian sekitar.
Sumirat, murid dari pelukis Affandi
ini hanya mampu memandang hingga di kemudian hari dirinya mampu berkenalan
dengan Chairil Anwar. Chairil kala itu hanyalah penyair kere dengan penghasilan
tak menentu. Namun rasa cinta Mirat mengabaikan segala kemiskinan dan cibiran
orang yang mengatakan masa depan Chairil suram. Mereka menjadi sepasang kekasih selang berapa lama
kemudian, seperti tinta dan canvas, seperti kata dan kertas.
Kehidupan mereka
tampak indah dan serasi dengan lukisan Mirat yang menemani Chairil, pun puisi
Chairil bersama lukisan Mirat. Namun bukanlah hidup jika tidak memberi masalah.
Mirat diminta pulang kampung ke Madiun oleh orang tuanya. Chairil berjanji
untuk menyusul dan segera melamar Mirat.
Namun jurang si kaya dan si miskin
menjadi halangan bagi Chairil untuk bisa bersama dengan Mirat. Hanya lembaran
puisi yang mampu ia bawa untuk menemui orang tua sang kekasih. Lamaran itu pun
berakhir dengan jawaban, "carilah dulu pekerjaan yang tetap baru nanti
kita bicarakan lagi", oleh orang tua Mirat. Dalam salah satu sajaknya
berjudul Sajak Putih-buat tunanganku Mirat, Chairil menuliskan:
Buat Miratku, Ratuku! Kubentuk dunia sendiri,
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
kucuplah aku terus, kucuplah
dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
kucuplah aku terus, kucuplah
dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku
Selang berapa lama setelah Chairil
pergi kembali ke Jakarta dengan membawa sakit hati karena penolakan orang tua
Mirat, pendudukan Jepang berkobar dan kekacauan meluas. Mereka tak mampu lagi
saling berkomunikasi hingga kabar pernikahan Chairil mendatangi Mirat pada
tahun1946. Chairil masih sempat menuliskan puisi untuk Mirat berjudul Mirat Muda, Chairil Muda, bait terakhir
puisi tersebut berisi :
Dianya pada Chairil makin sehati,
Hilang secepuh segan, hilang secepuh cemas
Hiduplah Mirat dan chairil dengan deras
Menuntut tinggi tidak setapak berjarak dengan mati
Hilang secepuh segan, hilang secepuh cemas
Hiduplah Mirat dan chairil dengan deras
Menuntut tinggi tidak setapak berjarak dengan mati
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia
sastera setelah pemuatan tulisannya di “Majalah Nisan” pada tahun 1942, pada
saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia
tulis merujuk pada kematian. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di
Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil
tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di
atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak
diterbitkan hingga tahun 1945.
Chairil memang
pemuja buku dan sastra. Tercatat
nama perempuan yang dikaguminya seperti Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat,
dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis
itu bahkan masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Namun akhirnya cintanya jatuh
kepada gadis Karawang bernama Hapsah Wiraredja pada tanggal 6 Agustus 1946 dan Pernikahan
itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil
yang tak berubah, Hapsah meminta cera pada akhir tahun 1948. Saat anaknya
berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda.
Anak hasil pernikahan Chairil Anwar bernama Evawani Alissa Chairil
Anwar.
Akhir Hidup Chairil Anwar
Chairil tidak menghiraukan kesehatan dan kondisi fisiknya yang semakin bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak
usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil Anwar
meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC Dia dikuburkan di Taman Pemakaman
Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari
zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil
Anwar. Namun Chairil anwar tercatat
sebagai pelopor Angkatan ’45 yang menciptakan trend baru pemakaian kata dalam
berpuisi yang terkesan sangat lugas, solid dan kuat. Dia bersama Asrul Sani dan
Rivai Apin memelopori puisi modern Indonesia
Kirimkan puisi yang abadi
Tuliskan bait terakhir kesayanganku
Di nisanku
Di jiwaku
Atau di lembaran pertama
Sebagai Refleksi mengenang sastrawan Chairil Anwar, saya akan tuliskan
puisi mengenang karya-karyanya yang abadi dan kepergiannya di usia muda
Puisiku
abadi di lembaran suci
Puisi-puisi itu
Tercecer,terlupa, terbit, terbingkai, terprasasti
Pada lembar lembar kusam dan putih
Lalu menjadi abu abu terbaca olehmu
Engkau pasti mencari bait bait yang hilang
yang tersembunyi di temaram malam
Atau dilarikan matahari
Untuk beribadah esok pagi
Bersama sepotong ucapan selamat pagi
Tercecer,terlupa, terbit, terbingkai, terprasasti
Pada lembar lembar kusam dan putih
Lalu menjadi abu abu terbaca olehmu
Engkau pasti mencari bait bait yang hilang
yang tersembunyi di temaram malam
Atau dilarikan matahari
Untuk beribadah esok pagi
Bersama sepotong ucapan selamat pagi
Kirimkan puisi yang abadi
Tuliskan bait terakhir kesayanganku
Di nisanku
Di jiwaku
Atau di lembaran pertama
Setelah
hadiah surat
Yasin
yang dibacakan untukku
Dengan photo terbaik
Dengan senyum manisku
Saat aku menuliskan bait pertamaku
yang dibacakan untukku
Dengan photo terbaik
Dengan senyum manisku
Saat aku menuliskan bait pertamaku
Biarkan puisi terakhirku abadi
Pada kata dan mantra terbaik
yang kutuliskan sepanjang hayatku
Pada kata dan mantra terbaik
yang kutuliskan sepanjang hayatku
Juli, 26th,2016,Pejompongan 11
Gambar 3 : Makam Chairil Anwar sang Sastrawan Kebanggaan Indonesia doc.
id.wikipedia.org/wiki/Chairil_Anwar
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Chairil_Anwar
http://penyair.wordpress.com/2007/02/05/biografi-chairil-anwar-1922-1949/
http://id.wikipedia.org/wiki/Chairil_Anwar
http://penyair.wordpress.com/2007/02/05/biografi-chairil-anwar-1922-1949/
http://id.wikipedia.org/wiki/Chairil_Anwar
0 comments:
Post a Comment