Gambar Ilustrasi Puisi Pemanggul waktu, Kubah Masjid Tua Desa marancar, Tapanuli Selatan doc. Edrida Pulungan
Riuh jiwa dalam tabir-tabir peluh
Berlalu ia dengan senyuman yang runtuh
Dimanakah dia harus bertumbuh
lalu menjadi pemanggul waktu
yang menengarai matahari
agar terbit berulang kali
memberi kecupan hangat
untuk tubuh yang meringkih
dalam dingin menusuk yang pekat
Menunggu pelukan hangat
dan senyuman sang dewi yang tak bersekat
Namun sang waktu terjatuh
berceceran dari bahunya
Dia pungut satu persatu
dalam tangisan dan doa seribu satu
Dia tersungkur ke bumi
Tak ada tanah basah yang dibajak
Tak ada beras yang bisa dibawa pulang
Yang ada kepingan bulir-bulir kosong
Juga pedih yang menusuk di ulu hati
Namun berjiwa besarlah ia
Bersemedi seribu masa
meminjam waktu kepada sang dewa
meski harus dikutuk ia berwajah rahwana
Waktunya mencari pacul
dan terus memangggul
memanggul
memanggul
memanggul lelah yang tertatih
tiada merintih
hanya menyapih letih
lalu berdamai dengan masa lalu kelabu
tentang waktu yang tercecer disetiap ketukan palu
Senayan, 22 Juli 2016
0 comments:
Post a Comment