Sunday, November 15, 2015

Catatan Perjalanan Selama 2 jam Menuju Kampung Baduy Dalam

Kali ini perjalanan saya, bukan perjalanan biasa
Namun perjalanan yang luar biasa dan berharga
Perjalanan yang memperkuat sisi bathin saya
Perjalanan yang memperkuat kedamaian hati saya
Perjalanan tentang kesederhanaan, keseimbangan dan pilihan hidup saya
Perjalanan yang sebahagiaan hanya bisa direkam oleh lensa mata saya
namun akan terkenang dalam hati saya selamanya

Ini adalah kisah serta cerita-cerita yang tercecer dalam perjalanan saya
kelak tulisan ini  akan jadi sejarah bagi keluarga kecil saya 
buat ibu dan adik-adik saya
suami saya, anak-anak serta cucu saya
juga Buat almarhum Bapak yang sudah bahagia disana
Jika kisah Bapak adalah soal perjuangan nya memberdayakan masyarakat buta hurup di Nias, 
maka kisah saya adalah mempelajari masyarakat terasing di Daerah Banten


Tepat tanggal 15 November 2015, di hari minggu pagi, bertepatan  jam 07.30 perjalanan saya menuju Baduy dalam akan dimulai..

Ujian untuk berangkat ke Baduy Dalam

Setelah makan pagi di rumah Bu Bidan Eros, saya menuju bus dan membawa sarapan karena kami harus kembali lagi jam 14.00 untuk pulang ke Jkaarta, dengan waktu terbatas akhirnya saya akan memulai perjalanan saya, Mungkin ini adalah perjalanan spirutual saya, karena saat saya masuk bus dengan bahagia, saya mendapatkan perkataan yang cukup pedas dari seorang teman kampus yang mengatakan " kamu yakin kamu kuat, Kamu akan merepotkan semua orang, nanti  jika kamu seperti itu akan kami tinggal kamu disana, jika kamu ngobrol lama"sambil jarinya menunjuk-nunjuk ke arah saya. Dan sosok teman saya ini adalah laki-laki yang tak pernah ngobrol dan berinteraksi dengan saya sebelumnya. Sehingga saya cukup terkejut ketika dia seperti setengah mengancam dan seolah menyurutkan niat saya untuk pergi. Karena nait saya adalah untuk merampungkan mata kuliah penelitian kwalitatif dari kampus, dan sedang berada di kampung orang saya langsung sadar dan istigfar di hati"

Lalu saya berkata dengan tenang. Mudah-mudahan saya kuat. dulu pernah ikut pramuka, bismillah" kata saya membalas perkataannya yang menyakitkan itu. Saya langsung teringat, kaki saya sudah menapaki shofa dan marwah di makkah, sudah menapaki pedalaman aborigin di " Ayers Rock, Alice Springs, Australia" kaki saya akan mampu menemani saya melangkah ke desa baduy dalam, Cibeo.

Lalu saya makan sarapan nasi box serta berdoa dan berzikir selama perjalanan, saya sempat tertidur, meski hati saya sempat sedih dan kecewa, saya mantapkan hati saya, bersihkan dan ikhlaskan langkah saya Allah, saya sedang diuji untuk menuntut ilmu, dan engkau uji saya dengan hambamu yang merendahkan kekuatan fisik, jiwa dan raga saya sebagai perempuan. Namun engkau yang maha kuasa, yang memebri kekuatan dan kesabaran..

Langkah pertama, akhirnya bus tiba sekitar jam 10.00 wib di perbatasan desa kenekes, lalu saya mengganti rok dengan celana, membeli minuman air mineral disekitar warung yang ada disana, selembar uang 5000 an bertukar menjadi air mineral dingin yang akan mengawali perjalanan saya.

Lalu jalan setapak yang dilewati, menyeberangi sungai kecil, dan setelah itu cuaca cerah dan matahari yang cukup terik menemani perjalanan ini..

Saata saya berjalan kaki dalam perjalanan saya menemukan kayu panjang, lumayan sebagai tongkat pegangan untuk jalan yang menanjak ke atas, lalu saya berjalan terus, didepan saya ada Ziah, saya bilang, yuk pakai kayu ini aja, kita bagi 2. Ini juga kepanjangan"kata saya. Ziah teman saya mengiyakan, lalu kayu panjang terbelah dua, dan kamipun melangkah bersama. Tepat di atas rimbun pepohona, hamparan tanah coklat, birunya langit, serta rumah-rumah penduduk yang terdiri dari daun rumbia dan rotan menjadi latar belakang perjalanan kami bersama,

jepreet.. itulah photo pertama saya diatas bukit baduy, dan selanjutnya saya berjalan bersama Mursid anak dari Alim yang disebut " Ayah Mursid sebagai bagian dari masyarakat Baduy Dalam. Selanjutnye perjalanan saya cukup hening. Saya lebih banyak berdialog dengan hati saya.menikmati langkah kaki-kaki mungil saya yang hening, nafas saya mulai memburu. Saya harus mengatur nafas agar tidak terengah-engah untuk naik keatas

My lucky " teapot"serta keramahan masyarakat Baduy

saya bersama teman-teman dan Bu Ida, akhirnya dijamu oleh Ayah Saidi diatas, dia langsung menyajikan air minum dari botol besar berwarna coklat dan aneka cangkir yang terbuat dari kayu dengan ukiran sederhana" bertuliskan baduy" dengan warna coklat tua, namun sangat unik. Ketika saya tanya bolehkah saya membeli cangkir tersebut" lalu Ayah Saidi mengiayakan dan menghargainya sebesar Rp.20.000. Saya pun senang memilikinya. Saya ayangkan sampai di Jakarta akan minum kopi susu dari wajan tersebut.peralatan minum yang lain juga adalah sendok kayu berwarna hitam. Kami juga disuguhkan kelapa muda dan meminum airnya yang menyegarkan



Mereka yang terinspirasi dengan masyarkat Baduy

Pak Imam Prasodjo

Kisah tentang Pak Asep dan Bidan Eros

Pak Asep adalah lulusan IKIP Bandung jurusan Keolahragaan dan menjadi Penulis buku " Saatnya Baduy Bicara" dalam buku tersebut Pak Asep menjelaskan tentang sejarah Baduy dan pilihan-pilah hidup yang mereka pilih untuk bertahan dengan adat istiadat serta nilai leluhur.Dalam buku tersebut juga Pak Asep menjelaskan bahwa buku itu terinspirasi oleh Ayah Mursid juga.

1 comments: