Monday, November 30, 2015

Puisi-Puisi Edrida Pulungan



Puisi-Puisi Edrida Pulungan*

Lafaz Cinta dalam Nada





Cinta engkau  nada dalam denting halus simponi  jiwa
Engkau hadir tiada terduga
Mengetuk pintu yang terkunci rapat
Namun terbuka perlahan dengan senyuman hangat

Cinta terlafazkanlah Ia
Dalam genggaman hangat jemari manisnya
Hingga indahnya nada  rasa berpadu harmoni
Terbayang kenangan di pelupuk mata
Kedua hati berlomba menuju bahagia
Seperti jantung yang seolah berhenti berdetak
Menanti jawabnya hingga legalah ia
Ketika tanya terjawab sudah

Lihatlah Ia
Kekasih hatimu yang selama  ini kau tunggu
Engkau masih ingat ceria senyumannya
Meski pernah ada luka tergores disana
Namun sembuhlah Ia
Dan kuat hatinya  memberi cintanya
Untuk kekasih terhebat
yang tahu membaca jiwanya
dalam lembaran-lembaran rasa

Ingatkah kerlingan matanya  tersipu malu menatapmu
Terkenang  olehmu ia dan hadirnya selalu abadi setelah senja
Kemarin butiran bening dan hangat  jatuh dari sudut matanya
Melepasmu dalam doa dan hasrat cinta yang selalu ada
Menunggu pelukan yang menghangatkan jiwanya

Lalu seperti apa cinta menampakkan pesonanya
Seperti apa cintu mewujudkan keanggunannya
Seperti apa cinta meneguhkan kekuatannya
Seperti apa cinta menyatukan asa

Itulah cinta
Akhirnya kau dapatkan juga
Karena hadirnya sungguh nyata
Karena katanya kesungguhan rasa
Meski terasa lama dinanti di gerbang masa

Namun dia akhirnya akan datang jua
Sungguh kisah cinta tiada terduga hadirnya
Apakah engkau yang pertama dan terakhir untuknya
Rasanya tiada terwakilkan oleh aksara

Rindu katanya akan larut sedalam arus laut
Hati  katanya akan mengalir bagai anak sungai  ke palungya

Lalu kenapa tak kau sambut cintanya
Meski bagimu semusim saja
Namun cintanya tak akan berpaling kehati yang lain
Katanya lagi melepasmu pergi

Lalu dekaplah rindu yang selalu meminta tulus hadir
Dan temukan harmoni di kala sunyi mengetuk
Riuh gemuruh jiwa akan tenang dan damailah ia
Karena cinta tak akan membiarkanmu menunggu lama

Binar dimata tak akan sembunyi
Dialah kekasih yang dijanjikan kan hadir

 Bukan Cinta Semusim


Cinta janganlah hadir semusim saja
Seperti embun mencumbu dedaunan
Terbitlah seperti mentari yang setia pada bumi
Meski mendung gelap menguji langkah yang tertahan
Namun ia akan tetap sampai ketujuan

Pagi yang bening
Suaranya terdengar begitu indah
Dalam hitungan waktu 365 hari
Sewindu berlalu namun dia tetap mencintaimu
Meski daun berguguran namun dia cintanya tetap mekar


Cintamu adalah Medali yang kupertahankan

Cinta engkau pergi kemana
Kemarilah
Hadirkan jiwa ksatria
Dalam terbit setelah terbenamnya ragu
Dalam hempasan semua  rasa takut itu
Cinta sejati seperti medali
Medali yang engkau jaga dan pertahankan
Menjadi penghuni bilik jiwamu
Begitu mulia dan suci ia
Tiada tersentuh
Bagai kristal kaca dalam etalase
Tiada yang akan merampas  cinta itu darimu
Karena engkau jaga rasa itu
Hingga di ujung waktu
Dan kelak engkau bercerita tentang indahnya pertemuan
Saat cinta itu bertahan hingga menua

Cintaku yang kau nanti


Sudahlah hentikan penantianmu
Cukup rasakan di jiwamu
Penantian itu tak boleh melarut
Bukankah hati kita telah terpaut

Yakini aku bersamamu
Yakin namaku dan namamu bersanding
Yakini aku adalah kekasih hatimu
Yang lama kau tunggu dalam hitungan senja
Aku bukan seperti mereka yang hadirkan cinta
dalam pura-pura
Seperti bianglala
yang nyatanya adalah biasan mentari

Gedung Kura-Kura, Senayan, 22 Juli 2015

Penulis 21 Buku berasal dari Sumatera Utara, Pendiri Lentera Pustaka Indonesia dan Pemenang  Peringatan 10 Tahun Seri Puisi Jerman Goethe Institute, 2014

4 comments:

  1. Buah perenungan yang dalam. Sukses buat Edrida "The Inspiring Woman".

    ReplyDelete
  2. Reseptif estetik, saya pahami itu dlm tulisan mbak ed ini. Emosi jiwanya coba berimajinasi jujur mengungkap galau. thema cinta apakah realiz menoreh emosi empiris atau hanya metafor dlm melukis keadaan yg suka tak bersahabat, menuntut paksa, seperti berdemo sambil mengobrak abrik pagar senayan itu...hehheee. tetap berkarya mbak ed.

    ReplyDelete