Tuesday, December 3, 2013

Kupeluk Bunda didepan Kabbah



Kulirik jam dipergelangan tanganku, sekitar jam 12.00 wib. Kelas presentasi akan usai. Mahasiswaku mulai sibuk mengumpulkan hasil diskusi mereka. Aku menugasi mereka membuat ide bisnis untuk dipresentasikan minggu depan, semua aktif dan riuh gemuruh. Aku merasa senang sekali hari ini, melihat ide kreatif mereka, anak muda sekarang memang hebat-hebat ditambah lagi akses informasi dan teknologi membuat tugas mereka menjadi mudah. Sebagai dosen aku hanya mengarahkan mereka dan membuka mindset mereka agar think out of box, cukup dengan mengkomunikasikan dengan bahasa sederhana yang mudah mereka cerna.

Melihat antusiasme dan binar di wajah mereka terkadang membuatku melupakan waktu. Berjam- jam membuat modulasi role play presentasi bisnis, aku memang terkenal dosen muda yang workaholic. Sebenarnya aku baru pindah ke Jakarta. Posisiku sudah bagus di Medan, menjadi Manajer Lembaga Pendidikan Swasta Nasional di usia yang sangat muda 26 tahun, membawahi tiga ketua jurusan, dibantu 40 staf dengan 800 mahasiswa. Tapi suasana dan tantangan baru membuatku ingin pindah ke ibukota, meninggalkan Tanah Deli, Kota Medan, Kota aku menyelesaikan kuliah doblee degree ku, juga kota yang menjadi saksi kecintaanku pada multi kultur masyarakatnya. Kota yang kuharumkan namanya mewakili Indonesia sebagai duta pertukaran pemuda untuk Australia. Dan akhirnya aku pindah ke Jakarta dengan pekerjaan sebagai dosen tetap dengan status kontrak bersyarat. 

***

“Jadi bagaimana, kamu memilih S2 di Australia, apa Jakarta”? suara Ibu terdengar riuh dari gagang mobile phone ku..
 “Ibu tahulah pilihanku, ingin suasana baru Bu”?
 ”Cobalah seleksi wawancara yang di Jakarta dulu, tak usah jauh-jauh”.
 ”Iya Bu, saya paham tapi belum tahu apa beasiswanya ada”
 ”Rezekinya pasti ada toh kamu bekerja juga, penghasilanmu bisa membiayai kuliah S2, bukan, menurut ibu lebih baik disini saja, kecuali ada yang menemani?”
 Aku paham maksud ibu. 

Ini sudah kali kedua ibu merasa berat hati melepasku kuliah ke luar negeri, bukan untuk gengsi-gengsian, passion ku belajar dalam lingkungan multi culture sangat tinggi, rasanya lebih dinamis dan equality nya terasa tanpa menyampingkan untuk melanjutkan kuliah magister di dalam negeri. Tapi aku yakin ibu belum berani melepasku jauh. Apalagi aku adalah boru panggoaran*.

GA 254 menerbangkanku dengan gagah berani, burung besi itu mendarat dengan soft landing tiba di Bandara Soekarno Hatta. Aku disambut hangat mentari yang membuatku sedikit bersemangat. Aku menuju taksi express, jadwal wawancara 2 jam lagi, aku menatap gedung-gedung tinggi, setinggi cita-citaku. Tapi semakin lama seolah semu seperti bayangan-bayangan gedung itu. Sekilas aku baca print email undangan studi ke Aussie, akh percuma saja kalau ibu tak restu, bathinku. Siapa sosok yang paling mendukungku, ya bapak, pasti bapak mendukung seandainya beliau masih hidup. Sikap bapak yang pemberani, open minded menular padaku. Tapi apa daya, bagaimanapun aku sangat menyayangi ibu, aku yakin ridhonya begitu penting untuk perjalanan cita-citaku. Ibu andai engkau tahu semangat yang ada di hatiku.

Aku melihat beberapa email, mataku tertuju pada subject : ”congratulation”
 Aku baca sekali lagi. Baca sekali lagi. Alhamdulillah. Benarkah.
 “Syafira Angraini. selamat anda diterima sebagai mahasiswa fellowship S2 Hubungan Internasional, silahkan menghadiri kuliah umum yang akan dihadiri oleh Pak Jusuf Kalla”.

”What, saya diterima” ? batin saya diam dan speechless.
 Aku terbayang wajah Ibu, percaya tidak percaya, doa Ibu mustajab, jab, jab, jab.
  Ingin sekali memeluknya, setidaknya harapannya terwujud. 

**
 “Welcome to Jakarta” kota harapan para urban, kota yang diukur sebagai icon suksesi seseorang. Tapi mungkin Indonesian dreams yang sesungguhnya bagi masyarakat Indonesia adalah merasakan kebersamaan dengan keluarga, kota yang kelak menjadi saksi seberapa kuat aku untuk bertahan.

***

Menjalani skenario berikutnya, berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan sesuatu yang jauh dari keinginan. Then everything goes almost worst but finally it can be controlled. Benarlah kata seorang filsuf, harus mensyukuri apapun yang didapatkan, agar nikmat bertambah, aku coba merenungkan kembali aku beruntung bisa menikmati kuliah S2, sementara banyak sosok diluar sana yang tidak mengenyam pendidikan tinggi seperti yang kurasakan.

Kuletakkan buku text book Governing Market, Robert Wade, sambil menyusun essay tugas kuliah dan tugas koreksian mahasiswaku. Tak terasa sudah di bulan April, aku akan ulang tahun tanggal 25 April ini. Rasanya ingin sekali memaknai bulan istimewa ini dengan membahagiakan ibu. Kulihat saldo tabunganku, tabungan yang kukumpulkan sedikit demi sedikit dari penghasilanku mengajar dan menulis buku. Semoga berkah. Bathinku dalam. Setidaknya gelisah di hati tidak berlarut-larut.

Aku mencoba membolak-balik iklan koran, mungkin ada paket umroh dengan harga promo. Dan yang paling penting jika tanggal keberangkatan pertengahan bulan April, ternyata tak satupun ada bulan keberangkatan yang pas. Standar biayanya sekitar U$ 16,000. Mungkin harus mencari info di internet. Tapi ada perasaan yakin perjalanan ke tanah suci ini akan terwujud.

Aku lihat jam dinding kelas sudah jam 16.00 wib, aku harus menuju shelter busway menuju blok M, semoga tidak macet meski harus berdiri dengan antrian panjang. Aku sudah terbiasa jalan cepat, dan berlari-lari menuju shelter. Kupandangi buku panduan umroh dan haji yang baru kubeli di toko buku kemarin. Ada lafaz doa labbaik allohumma labbaik. 

Kucapkan doa tersebut seolah-olah aku berada dalam pusaran Kabbah yang penuh dengan jamaah seluruh dunia melaksanakan rukun umroh saat mengelilingi Kabbah. Aku tersenyum simpul saat tranjakarta jurusan blok M berhenti, dengan sigap aku melompat. Wah jika begini perjalanan ke kampus penuh semangat. Begitulah aktifitasku sehari-hari. Mengajar dan Belajar. Semoga hijrahku ke Jakarta benar-benar jadi pembelajar sejati. 

HP ku berdering.. kring..kring. 

“Asssalamu alaikum wr wb. Kami dari Berkah Travel melayani perjalanan umroh dan haji , kami sudah kirimkan semua informasi yang ibu tanyakan ke email ibu, Jika ada lagi yang ibu tanyakan silahkan menghubungi kami. Terimakasih Bu”

“Terimakasih atas informasinya mbak, saya akan check email saya dan khabari segera”.

“Baik Bu, terimakasih atas kepercayaannya”.

Saya lihat email saya dan ada itenary perjalanan umroh, ternyata masih belum seperti yang saya harapkan, karena jadwalnya bulan Maret akhir meskipun biayanya lebih murah sedikit.

***

Apa khabar Syafira? Bisa bantu jadi MC acara ASEAN’s Youth. Segera menuju Senayan. 

Aku merasa senang sekali berkumpul dengan para delegasi pemuda. Nampak para delegasi riang gembira pada acara pembukaan, saya membuka acara dengan pantun yang disambut senyuman dan tepuk tangan peserta. Hingga acara selesai. Seorang alumni senior menghampiri, pucuk dicinta ulam tiba, ternyata dia punya travel umroh dan haji. Dan yang lebih membahagiakan lagi, ada tanggal yang pas untuk keberangkatan ke tanah suci. Jika Allah berkehendak, semua memang bisa terjadi. Alhamdulillah, saya langsung mempersiapkan berkas administrasi dan suntik meningitis, rasanya sakit sekali namun pupus demi impian menjadi tamu di rumah Allah dan merasakan senyum ibunda tercinta.

***

“Jadi Ibu kirimkan semua ya, KTP, kartu keluArga, melalui pos ekspress saja”.
 “Ada apa nak?, untuk keperluan apa?”
 ”kirim saja Bu, jika sudah pasti saya khabari, juga paspor ya Bu”.
 ”Ooh gitu ya” suara Ibu dengan nada bingung.
 “Doakan ya Bu, ada yang mau diurus ini, waktunya sudah semakin dekat”.
 “Semoga apapun urusanmu, lancar ya nak”, suara ibu takzim.

Ibu, sosok yang mendampingi selalu, sejak almarhum bapak meninggal, beliau berjuang sendiri memotivasi semua anaknya menjadi sarjana dan adik yang ketiga ikut jejaknya di bidang medis menjadi dokter. Ibu sosok yang bersahaja, seorang bidan yang senang membantu masyarakat tak mampu, sikap optimis, keikhlasan dan keceriannya selalu menjadi tempat berlabuh, bukan hanya pasiennya, juga bagi putera-puterinya.

“Ibu siapkan cuti seminggu lebih ya, segera ke Jakarta, ada undangan istimewa buat Ibu”?
 “Alhamdulillah, apa kamu segera wisuda S2 nak?”
 “Wah, masih kuliah 2 semester bu, ada undangan yang lebih khusus lagi”.
 “Tiket pesawat sudah saya pesan Medan-Jakarta, bawa pakaian Ibu secukupnya”.
 “Apa kita mau jalan-jalan, tabung saja duitnya nak, untuk persiapan wisudamu kelak”.
 “Ini spesial bu, rezeki Allah Maha Luas, ok bu, saya masuk kelas lagi, mau ngajar, Assalamu ‘alaikum wr wb?”.
 “Oh iya nak, wa’alaikum salam wr wb”, jawab ibu takzim dengan setengah kebingungan.

Hatku merona dan bahagia, semoga niat baikku tercapai dan tak ada halangan, hari ini ada khabar visa sudah keluar, Alhamdulillah.

GA 254 mendarat di Bandara Soekarno Hatta tepat 09.30 wib, aku memandangi wajah teduh ibu dengan bahagia, didampingi adik lelakiku. Ku berlari dan memeluk mereka bergantian, demi menuntut ilmu ke ibukota, kuharus berpisah dengan mereka.

“Kita mau kemana, sebenarnya?”.
 “Bu, nanti sore kita ikut manasik, ibu istirahat dulu sampai siang ya”.
 “Oh jadi kita mau ke Makkah?” kata ibu terharu menahan tangis”
 ”Ya bu, insya Allah, dengan izin Allah, semoga saya bersama ibu mendapat keberkahan. Bulan ini bulan kesyukuran saya, saat ibu berjuang melahirkan sosok manis dan aktifis ceriwis seperti saya”, tuturku sambil main mata ke adik lelaki.
 Dia nyengir sambil memelukku dengan ibu.

Tepat 07.00 waktu Jeddah, aku terjaga di bus jamaah yang membawa kami ke Jeddah, kupandangi masjid yang megah didepanku, subhanalloh, aku menangis dan memeluk ibu. Alhamdulillah, kami datang memenuhi panggilanMu ya Allah. Persiapan jamaah dan penginapan akan diatur oleh pihak travel NRA dan saya pun didampingi pembimbing rohani (mutoyyib). Semua terasa mudah dan dimudahkanNya. Amin

***

25 April 2010, tepat jam 06.00 wib di pagi hari, setelah bermalam di Masjidil Haram, hingga menunaikan sholat shubuh. Langkah kaki kami menuju khabbah untuk melaksanakan ibadah thawab, tepat 06.15 wib. Hari ulang tahunku yang istimewa kupeluk ibu di depan Kabbah, dan ibu mendampingiku dengan setia saat aku mencium Hajar Aswad, dan sholat di Raudah, makam Rasulullah. Tiada yang lebih bahagia dan kesyukuran yang terjadi dalam hidupku.

Kabbah, kupandangi bangunan yang anggun dengan kiswah hitam dan pintu, bangunan yang dulu sering kulihat saat kecil di kalender dan agenda kerja almarhum bapak. Semoga aku mendapat kesempatan untuk mencium hajar aswad juga, sebagai bagian dari sunnah rasul, berdoa di Multazam. Sambil membacakan labbaik allohumma labbik, ibu kuat menggenggam tanganku, pusaran jamaah semakin bertambah, semua berebut mencium Hajar Aswad, dan ada celah yang kosong, aku berusaha masuk, namun ibu menarik mukenaku, mungkin dia khawatir aku terhimpit dengan jamaah-jamaah Timur Tengah yang badannya besar-besar. Namun naluri seorang ibu selalu ingin yang terbaik untuk puterinya. Mugkin doanya yang membuat suatu keajaiban terjadi. Tiba-tiba tubuhku terseret kealam pusaran dan sekonyong-konyong sudah di depan Hajar Aswad, dengan sedikit takuT dan bahagia aku mencium hajar aswad dengan takzim, hingga dua kali dan inilah doa ibu. Kemudian Ibu menarik tanganku lagi. Kenangan yang tak akan kulupakan  seumur hidup. Ibu disampingku, mendampingiku di belahan bumi Allah, di rumah Allah sebagai tamu Allah di hari yang istimewa.

Kupandangi ibu, wajahnya yang teduh, bersih tersenyum haru, ada titik bening dikelopak matanya, ku buka resleting tas pinggang pelan, kupandangi photo almarhum Bapak. Kupejam mata menahan tangis sambil berdoa, semoga Allah menyayangiNya selalu dan tenang di dalam kubur. Ada rasa haru, sedih dan syukur bergabung menjadi satu. Hari itu amanah yang almarhum bapak sampaikan ketika saya masih kuliah sudah terwujud, amanah yang menjadi janji di hati saya terbayarkan membawa ibu ke Baitulloh dan membahagiakannya dengan cara yang sederhana.

Dan Apapun doa Ibu di depan Kabbah, kuaminkan, saya semakin sadar betapa mulianya seorang ibu, dan doanya yang akan menghantarkan anak-anaknya meraih cita dan cinta dan menghidupkan mimpi-mimpi yang pernah singgah. Ibu sungguh bahagialah dengan kebersamaan kita dan bahagialah pernah memiliki cinta sejati dari seorang sosok yang berjiwa besar seperti bapak yang memuliakan ibu di dunia dan kelak di akhirat. Insya Allah. Dan semoga kelak bisa kuikuti jejakmu mengikuti kata hatiku dan petunjuknya untuk menemukan cinta sejati.

Hari begitu cerah di kota Makkah, Baitullah, sesekali kupandangi burung-burung mungil seperti burung pipit yang beterbangan dengan ceria di langit biru. Melintasi Masjidil Harom nan megah dan anggun, burung-burung itu seolah menari-nari merayakan bahagianya aku di hari jadiku bersama orang yang menyangiku dan mencintaiku. Dialah ibuku, ibu yang mendampingiku mengambil keputusan-keputusan penting dalam hidupku. Ibu engkaulah mata air kehidupanku, dan duniapun tak akan pernah menggantikanmu.***

Bandara Soekarno Hatta, Merengkuh Rindu, Berlabuh Dalam Pelukan Ibu

Jakarta- Medan, GA 121. Jum’at 21 Desember 2012

0 comments:

Post a Comment