Kulirik
jam dipergelangan tanganku, sekitar jam 12.00 wib. Kelas presentasi akan usai.
Mahasiswaku mulai sibuk mengumpulkan hasil diskusi mereka. Aku menugasi mereka
membuat ide bisnis untuk dipresentasikan minggu depan, semua aktif dan riuh
gemuruh. Aku merasa senang sekali hari ini, melihat ide kreatif mereka, anak
muda sekarang memang hebat-hebat ditambah lagi akses informasi dan teknologi
membuat tugas mereka menjadi mudah. Sebagai dosen aku hanya mengarahkan mereka
dan membuka mindset mereka agar think out of box, cukup dengan
mengkomunikasikan dengan bahasa sederhana yang mudah mereka cerna.
Melihat
antusiasme dan binar di wajah mereka terkadang membuatku melupakan waktu.
Berjam- jam membuat modulasi role play presentasi bisnis, aku memang terkenal
dosen muda yang workaholic. Sebenarnya aku baru pindah ke Jakarta. Posisiku
sudah bagus di Medan, menjadi Manajer Lembaga Pendidikan Swasta Nasional di
usia yang sangat muda 26 tahun, membawahi tiga ketua jurusan, dibantu 40 staf
dengan 800 mahasiswa. Tapi suasana dan tantangan baru membuatku ingin pindah ke
ibukota, meninggalkan Tanah Deli, Kota Medan, Kota aku menyelesaikan kuliah
doblee degree ku, juga kota yang menjadi saksi kecintaanku pada multi kultur masyarakatnya.
Kota yang kuharumkan namanya mewakili Indonesia sebagai duta pertukaran pemuda
untuk Australia. Dan akhirnya aku pindah ke Jakarta dengan pekerjaan sebagai
dosen tetap dengan status kontrak bersyarat.
***
“Jadi
bagaimana, kamu memilih S2 di Australia, apa Jakarta”? suara Ibu terdengar riuh
dari gagang mobile phone ku..
“Ibu
tahulah pilihanku, ingin suasana baru Bu”?
”Cobalah
seleksi wawancara yang di Jakarta dulu, tak usah jauh-jauh”.
”Iya
Bu, saya paham tapi belum tahu apa beasiswanya ada”
”Rezekinya
pasti ada toh kamu bekerja juga, penghasilanmu bisa membiayai kuliah S2, bukan,
menurut ibu lebih baik disini saja, kecuali ada yang menemani?”
Aku
paham maksud ibu.
Ini
sudah kali kedua ibu merasa berat hati melepasku kuliah ke luar negeri, bukan
untuk gengsi-gengsian, passion ku belajar dalam lingkungan multi culture sangat
tinggi, rasanya lebih dinamis dan equality
nya terasa tanpa menyampingkan untuk melanjutkan kuliah magister di dalam
negeri. Tapi aku yakin ibu belum berani melepasku jauh. Apalagi aku adalah boru
panggoaran*.
GA
254 menerbangkanku dengan gagah berani, burung besi itu mendarat dengan soft
landing tiba di Bandara Soekarno Hatta. Aku disambut hangat mentari yang
membuatku sedikit bersemangat. Aku menuju taksi express, jadwal wawancara 2 jam
lagi, aku menatap gedung-gedung tinggi, setinggi cita-citaku. Tapi semakin lama
seolah semu seperti bayangan-bayangan gedung itu. Sekilas aku baca print email
undangan studi ke Aussie, akh percuma saja kalau ibu tak restu, bathinku. Siapa
sosok yang paling mendukungku, ya bapak, pasti bapak mendukung seandainya
beliau masih hidup. Sikap bapak yang pemberani, open minded menular padaku.
Tapi apa daya, bagaimanapun aku sangat menyayangi ibu, aku yakin ridhonya
begitu penting untuk perjalanan cita-citaku. Ibu andai engkau tahu semangat
yang ada di hatiku.
Aku
melihat beberapa email, mataku tertuju pada subject : ”congratulation”
Aku
baca sekali lagi. Baca sekali lagi. Alhamdulillah. Benarkah.
“Syafira
Angraini. selamat anda diterima sebagai mahasiswa fellowship S2 Hubungan
Internasional, silahkan menghadiri kuliah umum yang akan dihadiri oleh Pak
Jusuf Kalla”.
”What,
saya diterima” ? batin saya diam dan speechless.
Aku
terbayang wajah Ibu, percaya tidak percaya, doa Ibu mustajab, jab, jab, jab.
Ingin
sekali memeluknya, setidaknya harapannya terwujud.
**
“Welcome to Jakarta” kota harapan para
urban, kota yang diukur sebagai icon suksesi seseorang. Tapi mungkin Indonesian
dreams yang sesungguhnya bagi masyarakat Indonesia adalah merasakan kebersamaan
dengan keluarga, kota yang kelak menjadi saksi seberapa kuat aku untuk bertahan.
***
Menjalani
skenario berikutnya, berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan sesuatu yang
jauh dari keinginan. Then everything goes almost worst but finally it can be
controlled. Benarlah kata seorang filsuf, harus mensyukuri apapun yang didapatkan,
agar nikmat bertambah, aku coba merenungkan kembali aku beruntung bisa
menikmati kuliah S2, sementara banyak sosok diluar sana yang tidak mengenyam
pendidikan tinggi seperti yang kurasakan.
Kuletakkan
buku text book Governing Market, Robert Wade, sambil menyusun essay tugas
kuliah dan tugas koreksian mahasiswaku. Tak terasa sudah di bulan April, aku
akan ulang tahun tanggal 25 April ini. Rasanya ingin sekali memaknai bulan
istimewa ini dengan membahagiakan ibu. Kulihat saldo tabunganku, tabungan yang
kukumpulkan sedikit demi sedikit dari penghasilanku mengajar dan menulis buku.
Semoga berkah. Bathinku dalam. Setidaknya gelisah di hati tidak berlarut-larut.
Aku
mencoba membolak-balik iklan koran, mungkin ada paket umroh dengan harga promo.
Dan yang paling penting jika tanggal keberangkatan pertengahan bulan April,
ternyata tak satupun ada bulan keberangkatan yang pas. Standar biayanya sekitar
U$ 16,000. Mungkin harus mencari info di internet. Tapi ada perasaan yakin
perjalanan ke tanah suci ini akan terwujud.
Aku
lihat jam dinding kelas sudah jam 16.00 wib, aku harus menuju shelter busway
menuju blok M, semoga tidak macet meski harus berdiri dengan antrian panjang.
Aku sudah terbiasa jalan cepat, dan berlari-lari menuju shelter. Kupandangi
buku panduan umroh dan haji yang baru kubeli di toko buku kemarin. Ada lafaz
doa labbaik allohumma labbaik.
Kucapkan
doa tersebut seolah-olah aku berada dalam pusaran Kabbah yang penuh dengan
jamaah seluruh dunia melaksanakan rukun umroh saat mengelilingi Kabbah. Aku
tersenyum simpul saat tranjakarta jurusan blok M berhenti, dengan sigap aku
melompat. Wah jika begini perjalanan ke kampus penuh semangat. Begitulah
aktifitasku sehari-hari. Mengajar dan Belajar. Semoga hijrahku ke Jakarta
benar-benar jadi pembelajar sejati.
HP
ku berdering.. kring..kring.
“Asssalamu
alaikum wr wb. Kami dari Berkah Travel melayani perjalanan umroh dan haji ,
kami sudah kirimkan semua informasi yang ibu tanyakan ke email ibu, Jika ada
lagi yang ibu tanyakan silahkan menghubungi kami. Terimakasih Bu”
“Terimakasih
atas informasinya mbak, saya akan check email saya dan khabari segera”.
“Baik
Bu, terimakasih atas kepercayaannya”.
Saya
lihat email saya dan ada itenary perjalanan umroh, ternyata masih belum seperti
yang saya harapkan, karena jadwalnya bulan Maret akhir meskipun biayanya lebih
murah sedikit.
***
Apa
khabar Syafira? Bisa bantu jadi MC acara ASEAN’s Youth. Segera menuju
Senayan.
Aku
merasa senang sekali berkumpul dengan para delegasi pemuda. Nampak para delegasi
riang gembira pada acara pembukaan, saya membuka acara dengan pantun yang
disambut senyuman dan tepuk tangan peserta. Hingga acara selesai. Seorang
alumni senior menghampiri, pucuk dicinta ulam tiba, ternyata dia punya travel
umroh dan haji. Dan yang lebih membahagiakan lagi, ada tanggal yang pas untuk
keberangkatan ke tanah suci. Jika Allah berkehendak, semua memang bisa terjadi.
Alhamdulillah, saya langsung mempersiapkan berkas administrasi dan suntik
meningitis, rasanya sakit sekali namun pupus demi impian menjadi tamu di rumah
Allah dan merasakan senyum ibunda tercinta.
***
“Jadi
Ibu kirimkan semua ya, KTP, kartu keluArga, melalui pos ekspress saja”.
“Ada
apa nak?, untuk keperluan apa?”
”kirim
saja Bu, jika sudah pasti saya khabari, juga paspor ya Bu”.
”Ooh
gitu ya” suara Ibu dengan nada bingung.
“Doakan
ya Bu, ada yang mau diurus ini, waktunya sudah semakin dekat”.
“Semoga
apapun urusanmu, lancar ya nak”, suara ibu takzim.
Ibu,
sosok yang mendampingi selalu, sejak almarhum bapak meninggal, beliau berjuang
sendiri memotivasi semua anaknya menjadi sarjana dan adik yang ketiga ikut
jejaknya di bidang medis menjadi dokter. Ibu sosok yang bersahaja, seorang
bidan yang senang membantu masyarakat tak mampu, sikap optimis, keikhlasan dan
keceriannya selalu menjadi tempat berlabuh, bukan hanya pasiennya, juga bagi
putera-puterinya.
“Ibu
siapkan cuti seminggu lebih ya, segera ke Jakarta, ada undangan istimewa buat
Ibu”?
“Alhamdulillah,
apa kamu segera wisuda S2 nak?”
“Wah,
masih kuliah 2 semester bu, ada undangan yang lebih khusus lagi”.
“Tiket
pesawat sudah saya pesan Medan-Jakarta, bawa pakaian Ibu secukupnya”.
“Apa
kita mau jalan-jalan, tabung saja duitnya nak, untuk persiapan wisudamu kelak”.
“Ini
spesial bu, rezeki Allah Maha Luas, ok bu, saya masuk kelas lagi, mau ngajar,
Assalamu ‘alaikum wr wb?”.
“Oh
iya nak, wa’alaikum salam wr wb”, jawab ibu takzim dengan setengah kebingungan.
Hatku
merona dan bahagia, semoga niat baikku tercapai dan tak ada halangan, hari ini
ada khabar visa sudah keluar, Alhamdulillah.
GA
254 mendarat di Bandara Soekarno Hatta tepat 09.30 wib, aku memandangi wajah
teduh ibu dengan bahagia, didampingi adik lelakiku. Ku berlari dan memeluk
mereka bergantian, demi menuntut ilmu ke ibukota, kuharus berpisah dengan
mereka.
“Kita
mau kemana, sebenarnya?”.
“Bu,
nanti sore kita ikut manasik, ibu istirahat dulu sampai siang ya”.
“Oh
jadi kita mau ke Makkah?” kata ibu terharu menahan tangis”
”Ya
bu, insya Allah, dengan izin Allah, semoga saya bersama ibu mendapat
keberkahan. Bulan ini bulan kesyukuran saya, saat ibu berjuang melahirkan sosok
manis dan aktifis ceriwis seperti saya”, tuturku sambil main mata ke adik
lelaki.
Dia
nyengir sambil memelukku dengan ibu.
Tepat
07.00 waktu Jeddah, aku terjaga di bus jamaah yang membawa kami ke Jeddah,
kupandangi masjid yang megah didepanku, subhanalloh, aku menangis dan memeluk
ibu. Alhamdulillah, kami datang memenuhi panggilanMu ya Allah. Persiapan jamaah
dan penginapan akan diatur oleh pihak travel NRA dan saya pun didampingi
pembimbing rohani (mutoyyib). Semua terasa mudah dan dimudahkanNya. Amin
***
25
April 2010, tepat jam 06.00 wib di pagi hari, setelah bermalam di Masjidil
Haram, hingga menunaikan sholat shubuh. Langkah kaki kami menuju khabbah untuk
melaksanakan ibadah thawab, tepat 06.15 wib. Hari ulang tahunku yang istimewa
kupeluk ibu di depan Kabbah, dan ibu mendampingiku dengan setia saat aku
mencium Hajar Aswad, dan sholat di Raudah, makam Rasulullah. Tiada yang lebih
bahagia dan kesyukuran yang terjadi dalam hidupku.
Kabbah,
kupandangi bangunan yang anggun dengan kiswah hitam dan pintu, bangunan yang
dulu sering kulihat saat kecil di kalender dan agenda kerja almarhum bapak.
Semoga aku mendapat kesempatan untuk mencium hajar aswad juga, sebagai bagian
dari sunnah rasul, berdoa di Multazam. Sambil membacakan labbaik allohumma
labbik, ibu kuat menggenggam tanganku, pusaran jamaah semakin bertambah, semua
berebut mencium Hajar Aswad, dan ada celah yang kosong, aku berusaha masuk,
namun ibu menarik mukenaku, mungkin dia khawatir aku terhimpit dengan
jamaah-jamaah Timur Tengah yang badannya besar-besar. Namun naluri seorang ibu
selalu ingin yang terbaik untuk puterinya. Mugkin doanya yang membuat suatu
keajaiban terjadi. Tiba-tiba tubuhku terseret kealam pusaran dan
sekonyong-konyong sudah di depan Hajar Aswad, dengan sedikit takuT dan bahagia
aku mencium hajar aswad dengan takzim, hingga dua kali dan inilah doa ibu.
Kemudian Ibu menarik tanganku lagi. Kenangan yang tak akan kulupakan
seumur hidup. Ibu disampingku, mendampingiku di belahan bumi Allah, di
rumah Allah sebagai tamu Allah di hari yang istimewa.
Kupandangi
ibu, wajahnya yang teduh, bersih tersenyum haru, ada titik bening dikelopak
matanya, ku buka resleting tas pinggang pelan, kupandangi photo almarhum Bapak.
Kupejam mata menahan tangis sambil berdoa, semoga Allah menyayangiNya selalu
dan tenang di dalam kubur. Ada rasa haru, sedih dan syukur bergabung menjadi
satu. Hari itu amanah yang almarhum bapak sampaikan ketika saya masih kuliah
sudah terwujud, amanah yang menjadi janji di hati saya terbayarkan membawa ibu
ke Baitulloh dan membahagiakannya dengan cara yang sederhana.
Dan
Apapun doa Ibu di depan Kabbah, kuaminkan, saya semakin sadar betapa mulianya
seorang ibu, dan doanya yang akan menghantarkan anak-anaknya meraih cita dan
cinta dan menghidupkan mimpi-mimpi yang pernah singgah. Ibu sungguh bahagialah
dengan kebersamaan kita dan bahagialah pernah memiliki cinta sejati dari
seorang sosok yang berjiwa besar seperti bapak yang memuliakan ibu di dunia dan
kelak di akhirat. Insya Allah. Dan semoga kelak bisa kuikuti jejakmu mengikuti
kata hatiku dan petunjuknya untuk menemukan cinta sejati.
Hari
begitu cerah di kota Makkah, Baitullah, sesekali kupandangi burung-burung
mungil seperti burung pipit yang beterbangan dengan ceria di langit biru.
Melintasi Masjidil Harom nan megah dan anggun, burung-burung itu seolah
menari-nari merayakan bahagianya aku di hari jadiku bersama orang yang
menyangiku dan mencintaiku. Dialah ibuku, ibu yang mendampingiku mengambil
keputusan-keputusan penting dalam hidupku. Ibu engkaulah mata air kehidupanku,
dan duniapun tak akan pernah menggantikanmu.***
Bandara
Soekarno Hatta, Merengkuh Rindu, Berlabuh Dalam Pelukan Ibu
Jakarta-
Medan, GA 121. Jum’at 21 Desember 2012.
0 comments:
Post a Comment