Tuesday, December 3, 2013

Perhatikan Sektor Jasa Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015







          Tulisan saya dimuat dalam Tabloid Inspirasi, Vol 4, No.81,25 November 2013


            Pasar tunggal ASEAN membawa tantangan tersendiri bagi sektor usaha dan bisnis di Indonesia, dimana Usaha Kecil Menengah (UKM) adalah industri yang paling banyak mendapatkan imbasnya dalam menghadapi Asean Economic Community 2015 karena serbuan produk barang dan jasa impor dari luar menjamur dimana-mana, Padahal sektor UKM adalah “the backbone of national economy” (tulang punggung ekonomi nasional) karena menyumbangkan sekitar sekitar 53 % PDB nasional, namun realitasnya sektor UKM Indonesia  yang bergerak di bidang jasa masih sangat minim dalam transaksi bisnis dan perdagangan internasional karena masih didominasi transaksi perdagangan barang daripada jasa. Seperti kita ketahui liberalisasi sektor jasa akan mengakibatkan mobilitas tenaga kerja terampil intra-ASEAN. Siap atau tidak siap tantangan dan peluangnya yang sudah ada didepan mata harus kita sikapi dengan arif.

             Adapun dua belas sebesar kategori besar yang tercakup dalam  liberalisasi sektor jasa ASEAN antara lain, adalah (1) jasa bisnis, (2) jasa komunikasi, (3) jasa teknik konstruksi dan teknik terkait, (4) jasa distribusi, (5) jasa pendidikan, (6) jasa lingkungan hidup, (7) jasa keuangan, (8) jasa yang terkait dengan kesehatan dan sosial, (9) pariwisata dan jasa yang terkait dengan perjalanan, (10) jasa rekreasi, kebudayaan, dan olahraga, (11) jasa angkutan, dan (12) jasa lainnya yang tak tercantum di sektor lainnya. Dirinci lebih jauh, 12 kategori sektor ini dapat lagi terurai menjadi sekitar 160 klasifikasi yang ada dalam cetak biru ASEAN Economic Community 2015 yang sudah disepakati bersama.

            Berdasarkan penelitian yang diadakan penulis tentang peran KADIN sebagai organisasi usaha dalam mengembangkan sektor jasa UKM Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 pada empat kota besar di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi ditemukan bahwa sektor usaha UKM dimana perdagangan barang merupakan transaksi perdagangan paling dominan yang tumbuh pada priode 2005 hingga 2010 dan bukan sektor jasa, dimana  persentase tingkat volume perdagangan barang berkisar 90 % sedangkan perdagangan jasa berkisar 10 %,  Padahal sektor perdagangan jasa merupakan potensi bisnis yang bisa dikembangkan untuk menghasilkan pendapatan dan membuka banyak peluang lapangan pekerjaan jika bisa dikelola dan dikembangkan dengan baik sehingga mampu menghadapi arus jasa yang terus menggempur Indonesia. Sangat berbeda dengan negara India, Thailand, dan Filipina, yang sangat kuat di bidang jasa perbankan, manajemen pelatihan, hingga keuangan. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja di negara-negara tersebut diberikan pelatihan yang intensif dan cukup memadai sehingga mampu berdaya saing. 

            Salah satu tantangan Pemerintah Indonesia adalah maraknya protes buruh pabrik sehingga perlu upaya pemerintah dalam membuat kebijakan yang jelas mengembangkan daya saing dari pekerja terampil Indonesia. Agenda prioritas kebijakan pemerintah harus fokus pada peningkatan daya saing pekerja terampil,penanganan persaingan tenaga kerja yang murah di negara ASEAN, sehinga tantangan tersebut bisa berubah menjadi potensi dan peluang dalam mempersiapkan tenaga kerja Indonesia yang terampil, ahli dan berdaya saing.

            Untuk itu perlu strategi dalam memenangkan gempuran arus jasa dengan memetakan sektor jasa industri nasional melalui Pemerintah guna menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015, mengingat masih minimnya transaksi sektor jasa di Indonesia karena rendahnya kulitas tenaga kerja  terampil dan ahli di Indonesia. Hingga saat ini sebagian besar tenaga kerja Indonesia (TKI)  adalah tenaga kerja kasar padahal kontribusinya perdagangan sektor jasa saat ini punya peluang yang sangat besar dari berbagai bidang yang bisa dikembangkan seperti bidang pendidikan, ekonomi, pariwisata, kesehatan dan sebagainya.

A.Pemetaan Sektor Industri Jasa Nasional

            Pemerintah perlu mendata kelemahan dan kelebihan sektor jasa industri nasional untuk meningkatkan sektor jasa nasional, pemerintah perlu membuat standar kompetensi dalam industri jasa, yang bisa dilakukan oleh masing-masing organisasi industri, karena arus bebas tenaga kerja pada saat AEC tidak bisa dielakkan. Jika semua tenaga kerja sektor jasa dibebaskan, artinya pekerja di subsektor jasa terkait yang diliberalkan itu bebas dimasuki pekerja asing dari ASEAN. Untuk itu perlu membuat standar kompetensi yang dipersyaratkan. Sehingga Pemerintah Indonesia juga mampu memproteksi tenaga kerja lokal dan mampu mengurangi penganguran dan potensi criminal yang tinggi karena ketimpangan kesejahteraan  ekonomi dan sosial masyarakat.

            Dalam perjanjian ASEAN ada    beberapa sektor jasa bidang industri akan diliberalkan. Dengan kata lain, tenaga kerja di sektor jasa yang diliberalkan bisa bebas berpindah antar negara di ASEAN. Karena berdasarkan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS), pada 2010 telah ditargetkan 80 subsektor yang diliberalkan dan baru tercapai pada 2012. Dan  80 subsektor  tersebut berbeda perkembangannya untuk setiap negara, Sementara itu, untuk AFAS 9 yang sudah memasuki perundingan metargetkan ada 104 subsektor yang akan diliberalkan. 

            Karena pada tahun 2015, AFAS 10 menargetkan 128 subsektor diliberalkan. Sehingga Indonesia harus siap dengan tantangan ini. Dalam roadmap liberalisasi jasa ASEAN pada 2010, sekor jasa yang sudah masuk antara lain empat sektor prioritas, yaitu air transport, e-ASEAN, healthcare dan tourism. Pada 2013, sektor logistik yang meliputi jasa pergudangan, pengepakan, kargo, kurir, dan jasa pengiriman barang akan masuk.  Pada 2015, ditargetkan semua sektor lain masuk. Untuk bisa memenuhi target tersebut, pemerintah dituntut untuk membuat kebijakan yang mendukung perdagangan jasa. 

            Untuk itu kebijakan pemerintah harus  terkoordinasi dan sinergis mencakup pemerintah pusat, regional dan lokal.  Menurut data Kementerian Perindustrian tahun 2010, sektor jasa Indonesia pada 2009 berkontribusi 45% dari total perekonomian. Untuk itu peran sektor jasa perlu ditingkatkan sebagai input bagi semua sektor ekonomi, terutama jasa-jasa infrastruktur (keuangan, telekomunikasi, transportasi, logistik) sangat krusial untuk mendukung pertumbuhan dan daya saing perekonomian nasional.

B. Peningkatan Daya saing Nasional

          Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya daya saing sektor jasa di Indonesia adalah rendahnya sumber daya manusia (SDM), kurangnya lembaga pelatihan dan ketempilan, birokrasi dan standarisasi kinerja tenaga kerja. Menurut laporan Bank Dunia, terdapat kesenjangan besar dalam kualitas pekerja terampil Indonesia. Disebutkan bahwa kesenjangan terbesar adalah penggunaan bahasa Inggris  dengan persentase 44 persen, keterampilan penggunaan komputer  berkisar 36 persen, keterampilan perilaku dengan persentase sebesar 30 persen, keterampilan berpikir kritis berkisar 33 persen, dan keterampilan dasar membaca dan berhitung berkisar 13 persen.
           Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya daya saing industri di pasar internasional. Menurut GCI (Global Competitivenes Index), pada tahun 2010 peringkat daya saing Indonesia di antara negara anggota ASEAN, Indonesia berada pada urutan ke-5 setelah Singapura (3), Malaysia (26), Brunei (28), Thailand (38), dan berada di atas peringkat Vietnam (59), Filipina (85), dan Kamboja (109). Artinya Indonesia harus meningkatkan lagi daya saingnya di tingkat regional ASEAN, sehingga bisa menjadi excellent service leader  yang mengungguli negara-negara ASEAN di bidang jasa. Untuk itu perlu bagi Pemerintah dan semua elemen seperti swasta, dan masyarakat aware  dan siap dengan AEC 2015 yang sudah di depan mata.

                Sebagai contoh adalah kebutuhan tenaga medis di Indonesia seperti dokter dan perawat, banyak tenaga medis Indonesia kini berasal dari Philipina dan Vietnam  yang bekerja di rumah sakit Indonesia, karena posisi Indonesia masih berada pada pengelompokan kompetitif menengah dan harus bersaing dengan kedua anggota negara ASEAN tersebut. Faktornya antara lain karena keterbatasan dalam penggunaan bahasa Inggris oleh tenaga medis Indonesia yang masih memposisikan bahasa Indonesai sebagai bahasa asing dan bukan bahasa kedua.

            Dalam hal ini, bisa disimpulkan jumlah dokter dan perawat di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Rasio dokter dengan jumlah penduduk berada pada angka 0,3 untuk setiap 1.000 penduduk. Jauh tertinggal dibandingkan dengan rasio Singapura (1,7), Malaysia (1,2), dan Filipina (1,1). Demikian juga untuk perawat, rasionya adalah 2,0, sementara Singapura (5,2), Malaysia (2,4), dan Filipina (4,3). Untuk itu mampukah tenaga kerja medis kita bersaing.

            Untuk itu Pemerintah perlu untuk memperhatikan permasalahan tersebut dan membangun startegi dan grand design yang bersifat nasional, baik di tingkat  kompetensi SDM pusat mupun daerah dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan sektor industri jasa nasional yang sinergi dengan daerah dilakukan melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama yaitu pendekatan top down, merupakan pembangunan industri sektor jasa  dibidang keahlian dan keterampilan  dengan tingkat kompetensi tertentu (grading) yang direncanakan (by design) dengan memperhatikan prioritas dan memenuhi kriteria yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah melalui kebijakan industri secara nasional dilakukan dengan menentukan industri prioritas. 

            Pendekatan kedua adalah bottom-up yaitu melalui pemilihan dan penetapan kompetensi  jasa inti yang merupakan keunggulan sektor industri jasa SDM daerah sehingga memiliki daya saing. Pengembangan kompetensi inti industr SDM daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing industri jasa nasional karena pengembangan industrinya lebih fokus dan lokusnya juga jelas, sehingga kinerja menjadi terukur dan mudah dievaluasi program pengembangannya.

      Dalam pendekatan tersebut, Kementerian terkait harus membangun pengembangan  kompetenasi inti industri jasa SDM di daerah melalui identifikasi kompetensi inti industri jasa dan fasilitasi lainnya. Namun demikian, perlu membuat kajian khusus untuk menentukan kempetensi inti industri  jasa yang dimiliki oleh kabupaten/kota yang belum menyentuh  dari sisi peluangnya. Misal skill yang dimiliki seperti terampil administrasi, perpajakan, perawatan, pelayanan, dan sebagainya sedangkan keahlian yang dimiliki seperti ahli anestesi, ahli bedah, ahli pelatihan dan sebagainya yang lebih dekat pada sertifikasi profesi.

                Adapun hasil kajian kompetensi inti industri jasa yang dihasilkan bisa menjadi semacam rekomendasi bagi daerah dalam rangka mengembangkan sektor industrinya. Permasalahan yang juga dihadapi oleh daerah saat ini, antara lain karena konsep kompetensi inti  industri jasa beserta manfaat-manfaatnya yang belum diterapkan secara benar dalam perencanaan perekonomian daerah, nasional dan regional.

             Dengan demikian Indonesia dapat memenuhi lapangan kerja di dalam negeri dan bisa bersaing dengan tenaga kerja asing karena sudah terampil dan ahli dibidangnya dan tidak menutup kemungkinan adanya pergerakan tenaga kerja ahli Indonesia ke luar negeri  sebagai tenaga kerja yang terampil dan bermartabat sehinga kita tidak lagi mendengar kasus adanya TKI Indonesia di negara Asia dan Timur Tengah yang dihina dan mengalami penyiksaan, dan tidak dipenuhi haknya. Dari segi pemerataan ekonomi  akan meningkatkan pendapatan  tenaga kerja Indonesia yang dengan sendirinya meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN.

            Disamping itu untuk menangani konflik tenaga kerja yang terus bermunculan, seperti  contoh kasus tenaga kerja migrant Indonesia dan Malaysia maka Pemerintah harusberupaya melindungi warga negaranya melalui  upaya diplomasi dan pembuatan kesepakatan bilateral  dengan menyusun nota kesepahaman bersama (Memorandum Of Understanding) yang bertujuan menjmin hak dan kewajiban para tenaga kerja Indonesia sehingga tercapai kesejahteraan antar kedua negara.

              Lebih lanjut lagi untuk sinergi antara pemerintah pusat dan daerah maka perlu menyusun peta panduan pengembangan industri jasa keunggulan daerah tersebut dalam peta panduan pengembangan kompetensi inti sebagai wujud komitmen bersama antara pusat dan daerah, sehingga menjadi pedoman operasional bagi daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan industri jasa di daerah. Sebagai contoh sektor industri pariwisata di daerah Bali membutuhkan tenaga kerja jasa terampil di bidang perhotelan, hospitality, restoran, dan sebagainya membutuhkan standar kompetensi tertentu yang bisa dikembangkan. Dan amsih banyak lagi daerah-daerah di Indonesia yang bisa mengembangkan sektor jasa di daerahnya dengan mengenali potensi keunggulan daerah tersebut, dan tentu saja sektor Pariwisata sangat dominan untuk dikembangkan di Indonesia dengan mengeksplorasi jasa di bidang budaya, kuliner, wisata gunung, laut , pantai dan sebagainya.

             Tulisan saya berjudul "Perhatikan Sektor Industri Jasa di MEA 2015, hal 14.

 
              Indonesia harus bisa menelaah daya saing SDM bangsa yang secara analisis bisa diunggulkan dan membenahi kelemahan sektor jasa lainnya secara bertahap, dan hal ini bisa dimulai dengan pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan melalui kerjasama internal  (pemerintah dan swasta) dan eksternal  (kerjasama antar lembaga pendidikan, pelatihan, universitas ASEAN dan luar negeri). Semoga Indonesia akan kembali menunjukkan kejayaannya sebagai negara besar menuju kesejahteraan bangsa dengan mempersiapkan Sumber daya manusia yang terampil dan ahli melayani serta sebagai bangsa bermatabat yang berdiri sejajar dengan negara-negara maju lainnya. Salam ASEAN.
           


0 comments:

Post a Comment