Monday, December 22, 2014

Cinta Tak Pernah Salah Membuka Pintunya



Cinta Tak Pernah Salah Membuka Pintunya
Oleh : Edrida Pulungan*

Masih jam 6 sore. Rembang petang di kota kembang. Rania malas beranjak pulang. Semua teman kantornya sudah pulang beberapa jam yang lalu. Namun Rania memandangi kertas yang menumpuk. Masih banyak pekerjaan kantor dan tugas kampus yang menumpuk. Tapi entah mengapa semua kertas notulen rapat yang harus diedit lagi diabaikannya. Bahkan text book untuk bahan bacaan diskusi dikampus juga diabaikannya. Seharian dia hanya menatap fb dan melihat photo teman-temannya yang sudah menikah. Semua sudah memiliki anak-anak yang lucu-lucu. Tidak begitu dengan Rania. Meski dia cukup puas dengan karirnay sebagai sekretaris eksekutif perusahaan minyak, juga gelar  akademisinya sebagai master  komunikasi yang sebentar lagi akan dirampungkannya. Rania  menurunkan kacamatanya ke bawah demi melihat inbox fb. Ada seseorang teman yang menyapanya, singkat.  Dia melihat nama itu. Rangga. Ada 5 mutul pertemanan mereka.

“ hi”
“Hai juga
“Sibuk ya”?
“Tidak mas”
“Lagi apa/”
“Lagi beres-beres mau kirim buku J
“Judulnya apa ya?”
“melamarmu di kota serambi’
“mau dong”
“hehehehe”
“ pekerjaannya apa sih?’
“ penulis buku”
“oh ya, asyik dong”
“ ya asyik, kalau banyak yang baca karya kita”
“kamu tinggal di mana’?
“ saya di bandung”
“ kalau mas dimana’?
“ saya di aceh”
“oh ya, pekerjaanya apa?’
“ saya tukang buka tutup pintu bank”
“ oh ya, lucu juga,hehhehehe”
“ oh ya nanti kita ngobrol lagi ya mas, ini nomer saya 0812xxxxx, “
Entah mengapa rania merasa senang bertemu seseorang meski di dunia maya. Apalagi Rangga sosok yang komunikatif dan lucu. Setidaknya bisa menjadi teman ngobrol baginya.  Sekian lama rani lebih asyik dengan dunianya, dunia karir, kampus dan menulis. Tapi rania tidak pernah mau mengatakan dia bekerja sebagai sekretaris, Dia ingin menemukan sosok yang tulus dan menerimanya. Dan tidak merasa minder dengan posisinya. Karena entah berapa kali hunbungan Rania kandas hanya karena salah paham. Rania merasa sedih jika pendidikan dan jabatan dibawa-bawa dalam hubungan, padahal manusia itu sudah ada rezeki dan bakatnya masing-masing.  Kadang rania juga takut menikah. Karena mendengar temannya yang banyak merasakan KDRT dan beberapa cerai karena suaminya tidak memberikan kebebasan berkarya dan otoriter.
Rania menarik nafas dalam. Oksigen seolah masuk kekepalanya. Perasaan dan pikirannya sedikit ringan.
Mungkin karena oksigen mengalir dengan sempurna dalam tubuhnya yang lelah dan pikirannya yang mulai bercabang. Akhirnya Rania membaca beberapa notulen rapat dna mencoba konsentrasi.

**
Rania membereskan tasnya, ponselnya bordering
“ halo, ini aku yang tadi ngobrol di fb
“ Ya, aku ingat Mas rangga Bukan”
“ ya, diriku, rangga, fans mu”

**
“ maaaf menggangum aku menelponmu, Aku sebenarnya senang mengenalmu, dan ingin mengenalmu lebih jauh, pasti bahagia ya bersamamu”
Gubrak. Perasaan rania melayang di langit biru. Lapisan ketujuh.
Rania merasa lelaki ini begitu berani dan terkesan blak-blakan.
Pikir Rania berani benar lelaki yang baru dikenalnya ini merayunya. Pakai rumus gombal tembak langsung lagi.
Tapi rania merasa senang saja. Mungkin karena selama ini dia selalu di kelilingi sosok yang kurang ekspresif.  Rata-rata temannya adalah anak IT yang selalu lebih akrab dengan PC computer daripada ngobrol dengannya, meskipun kebanyakan mereka laki-laki single.

Rangga memulai pembicaraan dengan suaranya yang berwibawa namun sedikit manja.
 ra, aku ini duda, istriku meninggal ketika anakku berusia 2 tahun, istriku kecelakaan, tapi aku masih muda, 32 tahun”
“ oh ya.. mas maaf ya, turut berduka cita”
“kamu sudah pernah menikahkah?”
“ oh belum”
“hmm, kamu rugi dong kenal denganku”
“ ya tidak, namanya juga berteman”
“ tapi aku niatnya serius”
“serius untuk ?”
“ menikah”
“ saya yakin masa depan saya dan Denia masih panjang,dia juga butuh kasih sayang ibu”
“ ya pastiny mas”
Rania merasa seperti diwawancarai namun senang dengan semua pertanyaan Rangga, Mungkin inilah yang dicarinya selama ini, hubungan yang serius dari laki-laki dewasa dan bertanggung jawab.

“ kamu maukah hubungan serius”
“ sejujurnya iya, tapi butuh waktu menjalaninya”
“ oh ya mas, saya harus masuk lagi ada rapat”
“ ya, nanti saya telpon lagi ya, selamat bekerja”
“makasih mas”
Ada perasaan bahagia yang menelusup di hati perempuan berusia 27 tahun itu. Entah mengapa semuanya begitu cepat. Mungkinkah lelaki ini yang dikirimkan Tuhan untuk mengisi hari-harinya dan menghabiskan sisa usianya?
**
Rania memperhatikan sosok itu di akun FB nya. Rangga sosok yang kelihatan dewasa dan penyayang. Banyak sekali photo-photonya dan puteri perempuannya. Rasanya terenyuh melihat photo-photo itu, sekilas Denia terlihat baby perempuan yang lucu dan periang. Gemas rania melihatnya, namun semua tentu butuh waktubagi rania. Tak pernah terpikir olehnya bersua seorang duda dengan anak satu. Namun apakah cinta sedang membuka pintu untuknya?
Beranikah Rania masuk kedalamnya?

Tepat jam 09.00 wib. Rania baru sampai di rumah. Ponselnya dari tadi sudah bordering-dering. Dia tahu itu pasti rangga yang selalu ingin mencari tahu khabarnya.

Rania  merasa ponselnya bergetar dan dilihatnya satu nama dilayar ponselnya “ Rangga. Nama itu kini mengisi harinya. Rania dan rangga sebenarnay nama mereka serasi. Rania tersenyum bahagia.
Sayang, kamu sudah makan belum?katanya
“ belum mas, nanti aja, lagi banyak yang mau dikerjain”
“ ya, makan dulu ya,nanti sakit, jangan diporsir kerjanya dek”
“ya mas”
“udah ya,mas lanjut kerja dulu”
“ makasih mas, sudah nelpon”
Inilah yang dia suka dari Rangga, mau nelpon disela-sela kesibukannya. Dia senang sekali sosok  lelaki yang perhatian dan hangat. Namun kadang ada ketakutan yang hadir pada diri rRnia. Benarkah dia bersua dengan lelaki serius. Tak banyak orang yang kenalan di dunia maya dan menikah. Namun inilah perjalanan kisah cintanya. Justru  dia menemukan sosok itu diujung jarinya.

**
“ kamu kenapa usia segini belum nikah”?
“belum ketemu jodohnya mas”
“Jangan-jangan gak suka laki-laki”
“aih mas enak aja”
“hehhehehe, hanya becanda, janagn marah”
“kamu aja kali yang terlalu pilih-pilih, tiada yang sempurna lho”
“ gitu ya mas?’
“ ya iyalah, saya aja sudah punya anak”
“ selamat kalau gitu, hehhehe”
“ aku yakin kita nanti pasti jadi kok”
“ oh ya,”
“ ya iyalah”
“ memang kamu gak mau sama aku”
“ hmmm, nanti bertepuk sebelah tangan”
“ gak kok, aku juga suka sama kamu kok, kamu cukup cantik juga”
“ berartui nilai C dong, cukup”
“heheehehehe, gak juga”
“ kamu suka nyanyi gak mas?”
“suka, sesekali”
“ coba menyanyi untukku”
“ kamu dulu lah”
“mau nyanyi apa”?
“ Akhirnya kumenemukanmu”
“ wah suka lagu itu ya?’
“ lumayan”
“ kapan-kapan ya”
“ sekarang aja, kalau gitu aku yang nyanyi untuk kamu ya Ra”
“akhirnya kumenemukanmu, saat hati ini masih meragu… sesungguhnya engkaulah harapan segala gundah hatiku”
Rania mendengar rangga menyanyi hingga selesai. Ada sesuatu yang hangat menelusup dihatinya, entah apa namamnya.
“ ra, jika kelak kita menikah, kamu mau kan menjadi ibu yang baik buat Denia, kasihan dia gak merasakan kasih saying ibu”
“ Iya mas, dan bantu aku jadi ibu yang baik baginya”
“ ya, dan satu lagi…”
“ apa itu mas?’
“ mau gak , kalau nanti kita tunggu Denia besar dulu, mungkin dua tahun baru kamu punya naak”
Gubrak, perasaan rania campur aduk, disatu sisi dia merasa Rangga hanya menginginkannya menjadi ibu bagi rania, padahal rania juga ingin punya anak dari rangga.Sungguh cerita yang menyedihkan bagi rania, akla dia merasa menemukan belahan hatinya namun diatas pra syarat untuk menemukan satu cinta.
“ begotu ya mas, baiklah saya piker dulu ya,makasih”
“ rania kamujangan marah ya, apapun yang kamu mau untuk keseriusan hubungan kita, aku pasti setuju, aku akan menjemputmu secepatnya”
“ ya mas, makasih ya, nanti kita ngobrol lagi”
Rania langsung menghambur ke ketempat tidurnya. Menutup matanya denganbantal dan menangis. Rasanya baru kemarin dia mengenal sosok Rangga, namun sudah mampu mencuri hatinya. Tapi seolah semua sirna bagi Rania. Karena dalam pikiran rania seolah Rangga hanya menginginkannya jadi seorang Ibu seolah “ pengasuh babynya”.

Bagi Rania kelak ini pernikahannya yang pertama, dia membayangkan sesuatu yang indah, namun inilah kenyataan kehidupan yang dialaminya saat dia pertama kali mengenal cinta.

Ranie mencoba menarik nafas dalam. Ponselnya bordering berulang-ulang, Telpon dari  rangga. Entah bagaimana perasaan Rangga sekarang, apakah dia tak tahu betapa sakit seorang perempuan yang menginginkan kehidupan rumah tangga yang indah tanpa adanya batasan punya anak tidak harus menunda. Bukankah Rangga tahu rania adalah sosok yang penyayang dan tak akan menelantarkan anaknya. Bagi rania cinta Rangga tak tulus. Baru seminggu rasa itu hadir,rasa yang berbunga-bunga akhirnya hari ini musnah semua. Rania mengusap airmatanya.

Sayup-sayup azan magrib terdegar memecahkan lamunannya. Bergegas rania mengambil wudhu. Hatinya sedikit tenang. Dia mengambil photo darimeja riasnya “ photo Rangga dan denia “ yang tidur pulas berdua, kemarin diambil dari FB dan dicetaknya.
Dia mencium photo itu, seraya berkata “ Rangga aku mencintaimu dan juga anakmu, meski itu bukan untukku, dan kelak engkau akan tahu cinta tak pernah salah membukakan pintunya, dan akau sudah membuka pintu hatiku untukmu, kumohon jagalah aku dan rawat cintamu untukku”
Hari ituperasaan rania mulai damai, Dia membaca sms yang masuk
“ Rania, maukah menikah denganku, maafkan aku atas harapanku kemarin, namun aku tahu engkaulah perempuan istimewa yang dikirimkan Tuhan untukku”
Rania tersenyum da nada butiran hangat mengalir diwajahnya.  Airmata haru dan bahagia”

*Edrida Pulungan penulis 15 buku, pendiri Lentera Pustaka Indonesia, Penulis buku “Diatas Langit Eropa Melamarmu dan sepucuk Rindu Untuk Aisyah yang Setia”




0 comments:

Post a Comment