Sunday, August 21, 2016

Kerinduan yang Fana pada Secangkir Kopi Aceh





Kerinduan yang Fana pada Secangkir Kopi Aceh


Gambar : Ilustrasi Kerinduan yang Fana Pada Secangkir Kopi Aceh doc.http://cafehitzz.blogspot.co.id/


Tiada bulan yang paling hangat selain di bulan Juli tahun kemarin. Bulan yang paling indah mempertemukan aku dengan sosok misterius namun menyisakan kisah cinta yang entah bagaimana aku harus menerjemahkannya. Aku masih betah duduk berlama-lama duduk di pojok kanan cafe. Dengan mata yang masih sembab. Dan tak akan ada yang memperhatikanku disini. Aku merasa sepi dalam keramaian.

Rinai hujan tiada berhenti. Jakarta setengah lumpuh dan macet. Pandanganku yang terbatas kaca bening di meja depan café Virgo lepas menuju jalan besar. Rasanya teduh memandangi perempuan yang berdiri dibawah payung dengan baju putih polos dan disampingnya ada seorang laki-laki yang berdiri tegak sambil sesekali tangannya  melawan angin yang agak kencang. Lalu perempuan berambut sebahu itu merapatkan tubuhnya. Lelaki itu merangkul bahunya. Mereka saling tersenyum dan bertatapan. Mungkin juga bercerita tentang banyak hal akan rencana masa depan. Aku merangkai banyak imajinasi akan pemandangan di depanku. Entah aku merasa sendiri dan teman terbaikku pagi ini adalah secangkir kopi aceh hangat pesananku yang ketiga setelah dua cangkir kopi sebelumnya.  Rasanya pahit namun jadi manis dengan mengulum gula merah setelahnya. Sensasi kopi yang nikmat. Entah aku hanya ingin menikmati secangkir kenangan dan rindu yang fana di bulan Juli. Bulan juli bulan pertemuan kami,  pertama kali aku mengenalnya, lelaki yang dikirimkan Tuhan melalui suara yang merdu dan akan selalu kurindukan. Tapi kurindukan bukan untuk pengkhianatanmya tapi senyumannya, bujukannnya dan tawanyam manjanya, ucapan selamat pagi, siang dan malamnya yang mewarnai hari-hariku di bulan juli. Menjadi bulan yang hangat bagi jiwaku. meski hujan selalu turun dengan nyanyian orkestra kesedihannnya yang ditumpahkannya pada bumi yang setia. Seperti Restu yang melepas luka masa lalunya padaku. Hingga dia bangkit dan jadi pribadi berbeda dan penuh percaya diri.

Restu namanya. Lelaki periang namun misterius bagiku. Namanya selalu mengingatkanku pada percakapan kami yang panjang melalui telepon. Pertemuan pertama hanya karena dia melihatku sedang membaca di beranda rumah dan dilanjutkan dengan usahanya menemukan nomor teleponku dan percakapan kami berlanjut hingga aku meninggalkan kota Banda Aceh, kota kecil tempat kelahiranku dan kota kenangan untukku dan mungkin untuk kami berdua yang di pertemukan di kota yang romantis dengan pantainya yang landai dan ramainya kafe-kafe di pinggir jalan besar yang dipenuhi anak-anak muda Aceh. Kota yang kembali hidup setelah di gempur tsunami. Namun kehidupan akan selalu ada meski dalam keeping luka.

Hingga  kami mengunjungi satu kafe bercat putih dengan pohon pinang disisi-sisinya. Kami memilih tempat duduk paling pokok.

Aku sudah lama merasa tak berarti sejak kegagalan pernikahanku” Restu memulai percakapan
“ kadang kesendirian harus dirayakan” responku datar
” oh iyakah” Respon Restu cepat
Aku tersenyum jenaka. Restu menemukan seseorang yang tepat. Aku memang pendengar yang baik. Ribuan kilometer dan ribuan malam hening kami lewatkan melalui percakapan di ujung telepon.

Hingga pertemuan kedua kami dengan percakapan yang cukup sensitif itu. Karena tanpa disengaja aku sudah masuk dalam kehidupan Restu. Bahkan kebimbangannya untuk memulai karir, mengurus surat perceraiannya dan lain sebagainya.

Restu menatapku sejenak, lama dan dalam. Apakah perkataanku menyentak hatinya. Entahlah. Sejak saat itu kamiu sering ngobrol dan bercerita banyak hal mulai dari hal-hal yang tidak penting hingga romansa kisah klasik sepasang kekasih untuk bersama dan menyatu. Aku menerima status restu dan dirinya apa adanya. Apakah ini yang disebut sebagai cinta buta. Namun aku adalah perempuan dewasa berusia 32 tahun. Hubungan kami lancar, meski terbatas jarak antara Jakarta dan Aceh. Aku pulang ke Jakarta setelah cuti selama 5 hari. Restu menemaniku  sambil berjalan di tepi pantai dengan pasir putih yang indah dan ombaknya yang tinggi. Kami menikmati kebersamaan dan semakin dekat secara batin. Itulah yang kurasakan.

Tanggal 22 juli, Restu mengajakku menikmati secangkir kopi aceh di cafe simpang tiga kota. Lalu kuseruput minuman segar dan hangat itu sehangat jiwaku. Lalu Restu meletakkan gula merah yang ada di bibir gelas. Rasanya dia ingin mewarnai rasa secangkir kopi dengan gula merah muda yang dipilihnya. Aku sempat bingung namun rasanya aku seperti menemukan teman masa kecilku dulu. Bapak yang suka mentraktirku kopi susu hagat dengan sepring sate yang lamak banna karena aku orang padang yang akhirnya jadi perantau di Jakarta. Akh aku memang sedang merindukan sosok yang ingin kucintai dan rindukan. Apakah Restu orangnya? Aku sudah untuk jatuh cinta. Namun ketika hatimu merasa nyaman, aku susah pindah ke lain hati.

Restu dan aku adalah kisah indah di bulan Juli. Meski banyak perbedaan. Aku suka sastra, restu suka teknik. Aku suka planning terhadap banyak hal, Restu suka spontan dalam banyak hal. Meski sudah menjadi sepasang kekasih, Aku tidak berteman dengan Restu di Facebook hanya di whats up saja. Aku ingin memberi kebebasan baginya untuk berteman dengan siapa saja. Aku juga ingin belajar mempercayainya. Sejauh ini semua berjalan lancar, Aku dan restu sudah menjalin kisah selama setahun. Hingga sebuah pesan di wall Restu yang cukup mengganggu pikiranku ” sayang, kok sudah lama gak nelpon’?
Byarrr. Dadaku sesak menahan penasaran dan cemburu. Siapa perempuan ini”pikirku

Lalu perempuan itu membawaku pada banyak kisah pengkhianatan.
” kami sudah mengenal selama 7 bulan, dan akan menikah” kata perempuan yang terakhir kutahu bernama Rita melalui inbox FB
” oh iyakah, maaf jika hubungan kalian sudah lama juga, saya ingin membereskan hubungan kami seperti apa selanjutnya, karena kami sudah tunangan” jelasku
” saya tak ingin merebut tunangan orang, dia yang datang padaku dan serius untukku” kata Rita ketus
” tunangan dimana-mana bisa saja, tapi kamu harus tahu kami sudah melakukan hubungan intim sebanyak tiga kali, jadi kamu artikan sendiri sedekat apa kami”
” oh ya” hatiku panas seperti panasnya lemon tea hangat di genggaman tanganku

Aku berlari ke rest room dan menangis. Sungguh aku merasa terluka. Tak kusangka Restu yang lembut baik dan kupercaya ternyata pembohong besar dan pengkhianat. Dia berhubungan juga dengan wanita lain.

Aku menarik nafas dan kembali ke meja kerjaku. Ku buka lagi inbox dan mataku dimanjakan dengan photo Restu yang mesra dengan rangulan tangan dan berbaring santai. Ada 25 kolase photo dengan kemeja yang kutahu persis sama dengan kemeja dengan photo yang restu kirimkan ke whats up ku . Katanya kerja di luar kota ada proyek. Rupanya proyek pengkhianatan. Sungguh perih hatiku. Rasanya dunia ini berhenti berputar. Sia-sia sudah rencana pernikahan yang akan kami resmikan di bulan juli tahun ini, yang tinggal 3 bulan lagi.

Ponselku berbunyi. Aku membaca inbox ” Sayang jangan lupa makan siang, undangan sudah selesai di percetakan. Pesawatku malam ini berangkat. Aku tak sabar memeluk perempuan pujaanku. I love you Raina. Restu.

Rasanya ingin ku lempar ponsel itu.Lelaki penipu

**

Hujan turun begitu deras.

Semua meninggalkan pemakaman. Hanya ada seorang perempuan yang masih menangis diujung makam. Dia tak menyangka cinta tak sehangat secangkir kopi Aceh dan pertemuan pertama. Restu wafat dalam kecelakaan pesawat. Di jarinya ada cincin tunangan. Rita juga hadir dengan maafnya bahwa dialah yang menjebak Restu agar mengisi kesepian hatinya sebagai janda kaya beranak tiga yang membutuhkan belaian lelaki dewasa, dan Restu mmeberikan kebutuhan Rania karena membutuhkan dana yang lumayan besar untuk resepsi pernikahan mereka.

Perempuan yang perasaannya porak poranda adalah aku. Rania perempuan yang kehilangan cinta palsunya. Namun harus melangkah meninggalkan keping luka.

Catatan : lamak banna : enak sekali



Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen #MyCupOfStory Diselenggarakan oleh GIORDANO dan Nulisbuku.com




2 comments:

  1. Bagus ceritanya... selalu ada aja yang cerita penghianatan...

    ReplyDelete
  2. Akankah kisah manusia berakhir?
    Namun daya bukankah abadi?
    Tuk apa kita berakhir...
    jika lembaran baru s'lalu ada?
    Lantas?
    Apa arti kata 'tamat' bagimu?
    Ia serupa akhir tertulis,
    hanya bagi satu bab saja
    Bab Raina masih panjang...
    dalam mozaik indah di tepi mihrab-Nya

    ReplyDelete