Tahun
terus berganti, kehidupan senantiasa berubah, begitu juga manusia yang secara
sederhana terdiri dari dua komponen raga dan jiwa. Raga manusia semakin menua,
dan jiwa juga sering bermetamorfosa. Manusia ada diantara dua sisi yakni dimanis dan statis. Lalu kehidupan berjalan
dan masa depan meninggalkan masa lalu. Dan apa yang bisa kita lakukan dengan
waktu?
Jiwa
yang senantiasa muda dan hijau akan terus belajar tentang dirinya, baik apa
kekuatan dan kelemahannya hingga dia semakin bersyukur dan dekat dengan
Tuhannya, begitu kata imam Al Ghozali. Namun ada juga jiwa yang coklat,
menua dan menyelesaikan kehidupan dalam diam dan tanpa asa, mungkin sudah
lelah, pasrah atau jengah. Dan itu manusiawi tentunya. Bagi saya Jiwa
manusia adalah manifestasi abstraksi asa dan rasa.
Dan
raga manusia terwujud dari 90 persen terdiri dari air dan terbungkus tulang,
senantiasa berkembang mengikuti takdir alam, bahkan ada yang mati muda sebelum
lanjut usia, ada yang sakit namun masih bertahan hidup lama, bahkan Chairil
Anwar juga berteriak dalam syairnya “ Ingin Hidup seribu tahun lagi”,
Namun Tuhan sudah memberi jatah yang berbeda-beda untuk rentang usia manusia.
Dan raga juga hanyalah punggawa yang mengikuti panglimanya yakni hati.
Pda tahun baru ini, ada asa dan rasa yang membara ketika
saya tersadar sekian lama, ternyata saya adalah pengrajin kata-kata, dan hidup
diantara kata-kata. kata-kata pertama yang membangunkan jiwa dan raga saya berasal
dari Bapak, kata-kata yang saya dengar ketika saya berusia sepuluh tahun adalah
pribahasa arab “Man Jadda Wajada ( من جدّ وجد
) yang bermakna “Barangsiapa
bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Mungkin karena beliau adalah
seorang santri sehingga berkesan dengan kata-kata ini. Dan memang bagi saya dia
adalah seorang Bapak sekaligus Guru yang mengajari saya banyak hal tentang
kehidupan.
Saya
masih menyimpan surat-surat beramplop coklatnya
yang dia kirimkan jauh dari pulau tempat dia bekerja sebagai abdi negara (sudah
hilang karena sering nomaden), konsep-konsep pemikirannya dalam agenda kerja,
bahkan puisi-puisinya yang terselip di halaman belakang dengan tulisan tangan
klasik. Dan tentu beliau sosok yang sering memproduksi kata-kata, hingga nama
saya adalah perpaduan namanya dengan kekasihnya (ibu saya), sungguh romansa
kata-kata sudah dia turunkan sempurna uang berpengaruh dalam kehidupan saya.
Namun
saat itu saya tidak pernah menjadikan
kata-kata Man Jadda Wajada itu istimewa, mungkin karena
pada saat itu saya masih muda dan tidak terbebani dengan tujuan hidup dan lain sebagainya.
Hingga ketika sepuluh tahun kemudian, ketika
saya semester pertama kuliah, Bapak mengirimkan surat lagi kepada saya dan
menuliskan kata-kata penutup yang erat hubungannya dengan waktu. Kata-kata itu
adalah “ Ananda hari ini menentukan hari esok”, jleb !! hati saya tergugah dan
terdiam beberapa saat, kata-kata itu berhasil menjadi mantra dalam hidup saya
hingga saya selalu mencoba memaknai waktu dengan makna, dan saya berhasil
dengan menuntaskan kuliah di dua universitas negeri dengan mengoptimasi waktu
dengan berinvestasi dengan pendidikan dan sedikit mengorbankan masa romansa
anak muda untuk bekal masa depan. Dan sepuluh tahun kemudian benar kata Bapak, hari-hari
dimasa lalu menghantarkan saya pada episode kehidupan dimasa sekarang yang tak
pernah saya bayangkan, dan harus saya syukuri, perjalanan yang dulu
mengantarkan saya menjadi pengrajin kata--kata, sebagai speechwriter (penulis
pidato) di salah satu lembaga negara. Lagi-lagi saya hidup dalam kata-kata.
Pada
bulan November 2013 saya diminta Kompasiana menjadi Host Moderator dengan dua
topik yakni musik dan TKI, dan saya kembali lagi merecall kata-kata terbaik
untuk bertanya, berinteraksi, dan berdialog
dengan para narasumber di panggung dan berakhir dengan lancar karena memulai
acaranya dengan rangkaian kata-kata dalam doa. Dan kata-kata tersebut berujung menjadi jalinan persahabatan yang
indah antara saya dengan Anezkia dan Fera Nuraini, yang keduanya berpengalaman
menjadi TKI perempuan yang tegar dan inspiratif menurut saya,dan wawancara
dengan grup band 3 Composer (Pencipta lagu dan lirik artis top mulai dari
Afgan, Siti Nurhaliza, Marcel, dan lain-lain) Saya mendengar langsung lirik-lirik lagu dalam nada yang
indah yang mereka ciptakan membuat saya semakin jatuh cinta dengan kata-kata.
Penghujung
tahun saya juga terpilih menjadi finalis Public Speaking Rene Suhardono dan
Friends dan pada saat itu saya membuka
performance di panggung dalam satu cerita tentang passion saya dengan memulainya dengan “
Kata-kata adalah mantra” yang akhirnya memberi saya ruang di hati para sahabat
baru yang terinspirasi dengan kata-kata tersebut. Dan kata-kata itu yang menghantarkan
saya berkenalan dengan para coach super keren seperti Rene Suhardono, Ivan
Deva, Didi Mudita, Steve Kosasih, Ricky Setiawan dan beberapa
fans berjiwa muda dari berbagai kalangan seperti aktifis LSM, pengacara,
banker, serta pengusaha, Mereka adalah Dierapaksi, Hendriyadi, Indra Rezki, Lutfi,
dan Heriyanto yang datang jauh-jauh hanya untuk mendengarkan kata-kata dalam
cerita (story) dalam durasi lima
menit itu.
Dan tahun 2014 ini, saya akan terus
belajar menjadi pengrajin kata-kata dari setiap orang yang saya kenal. Siapapun
mereka, dari seorang penjual sarapan, pekerja kreatif, ilmuawan hingga
negarawan. Dan saya akan terus bekerja dan setia dengan kata-kata.
Semoga
kelak kata-kata yang saya ungkapkan baik dalam lisan dan tulisan mampu membuat setiap
orang tergugah untuk menjadi pribadi yang lebih baik, menghadirkan senyum bagi
hati yang luka, menggerakkan jiwa untuk berkarya, dan mungkin mengubah satu
bangsa menjadi sejahtera.
Kata-kata
yang akan mengetuk setiap jiwa dan mengubahnya menjadi sejuk, damai hangat,
gembira menjalani hari-hari. Bukankah kehidupan kita di dunia dimulai dengan
kata-kata dalam dialog sebagai perjanjian kita dengan Tuhan dan diakhiri dengan
jawaban-jawaban terbaik kita kelak menghadapnya dengan kata-kata yang
dipersaksikan seluruh raga. Dan inilah saya sang pengrajin kata.
0 comments:
Post a Comment