Friday, May 23, 2014

Ketika Menulis itu candu





Menulis adalah dunia hening yang dijamah dengan pikiran dan perasaan hiruk pikuk namun menjadi sempurna ketika setiap kata-kata sederhana yang dirangkai menjadi bermakna dengan kesabaran menuntaskannya
( Edrida Pulungan)

Jelang  bulan  mei berakhir. Pertengahan bulan  di tahun 2014. Banyak perjalanan yang kita lalui bersama di rumah tumbuh kita kompasiana. Termasuk persahabatan di dunia maya dengan sesama blogger dari nangkring bareng bertemu wajah, berbagi kisah bahkan berbagi buku karya kita sendiri meski tulisan sederhana namun tetap bernilai karena  tulisan kita menjadi bagian dari proses belajar dan tumbuh kembang kita.
Kita berbagi banyak hal mulai dari tulisan berisi kontribusi pemikiran, yang kritis, idealis, romantis, manis hingga sinis. Semua merupakan bagian kontribusi kita sebagai journalist citizen. Bahkan mungkin banyak rekan yang menyadari menulis itu menjadi candu. Sehari tidak menulis rasanya ada yang kurang dan hambar. Apapun bentuk tulisannya. Apalagi kalau akun kompasiana dalam perbaikan semua langsung resah gelisah.apakah ada yang merasakan gejala akut seperti itu. Seolah kita autis dan terus berada di depan laptop, gatget atau lembaran kertas putih menungkan ide, inspirasi dan pemikiran kita.
Jelang tahun kedua saya menjadi kompasianer dengan teman sekitar 1022. Kok kebetulan ada angka duanya ya J.  Saya ingin mengucapkan terimakasih pada teman-teman  kompasianer yang sering memberi respon, bahkan kadang menjadi editor agar tulisan saya lebih baik. Juga ada yang menjadi motivator karena tulisan mereka sangat konstruktif, inspiratif, bermanfaat, aktual dan futuristik bagi saya.
Saya dan mungkin rekan kompasianer mungkin merasa senang membaca, merespon dan menikmati tulisan teman-teman kompasianer yang lain yang menyediakan waktunya membaca tulisan kita atau dengan senang memberi tahu kalau tulisan kita highligh atau hjadi headline. Untuk yang satu ini meskipun tak dapat honor hati berbunga-bunga dan senang bukan? Atau mungkin ada yang merasa biasa saja karena sudah jadi “ Raja dan Ratu Headline dan Highlight”. Tapi diatas semua itu jika menulis adalah candu menulis akan jadi kebutuhan apapun yang terjadi. Karena pengakuan akan tulisan itu menjadi nomer kesekian karena menulis  bertujuan untuk menulis itu sendiri.
Kita pasti akan melihat bagaimana Goenawan Muhammad, Arswendo Atmowiloto atau Pramudya Ananta Toer tak peduli bagaimanapun banyak orang pro kontra dengan tulisan mereka. Meraka tetap tak henti menulis, seolah menulis bagai candu. Bahkan mereka “hidup” dan “ terhidupi” dari tulisan-tulisannya.
Itulah mengapa menulis begitu menyenangkan karena kita dikenal dari apa yang kita tulisakan dan semua citizen journalist di kompasiana belajar menjadi dirinya sendiri dengan branding tulisannya (personal branding) . Jika dilihat dari tulisan Kang Pepih Nugraha dalam bukunya “Kompasiana Etalase warga biasa” kompasianer memiliki penulis dari berbagai latar belakang yang berbeda  mulai dari mahasiswa, ibu rumah tangga, politisi, birokrat, artis, bahkan calon dan wakil presiden. Ups. Artinya Kompasiana sudah menjadi “Indonesia mini untuk “ besarnya “ Indonesia.
Artinya tulisan kita adalah bagian penting dari masyarakat yang akan membangun peradaban dari ragam penikiran mulai dari ranah politik, ekonomi, budaya, seni, sastra, lingkungan dan sebagainya. Sehingga kita mau tak mau dituntut menjadikan menulis juga sebagai bagian penting dari kontribusi kita sebagai bagian dari masyarakat dan warga negara Indonesia yang sejati. Jika bukan kita yang membangun ranah literasi di negeri kita siapa lagi. China, India mulai bangkit dari jumlah buku yang dicetak dengan drastis. Bahkan Negeri Jiran Malaysia mencetak berbagai buku dalam berbagai ranah bahasa seperti  bahsa Melayu, Inggris, Jerman, Francis dan bahasa lainnya. Siapa tahu tulisan kita kelak juga akan diterjemahkan seperti karya Helvy tiana Rosa dan Andrea Hirata.
Kegiatan menulis juga membutuhkan komitmen pribadi yang luar bisa karena kita harus menaklukkan diri sendiri mulai dari sifat malas, malu, minder untuk menuliskan sesuatu. Bahkan kita harus sabar membaca tulisan kita sendiri sehingga menulis juga membuat kita bertumbuh menganal diri kita, mulai dari pikiran dan perasaan kita. Bahkan status facebook dan twitter yang kita tuliskan sehari-hari juga bisa memberikan inspirasi bagi orang lain yang membacanya. Sepele but it’e true. Jadi tulisan itu punya efek luar biasa bukan?
Tulisan kita adalah saksi hidup kita. Karena tulisan kita akan terus abadi dan tidak hilang dimakan waktu bahkan karya-karya pendiri bangsa kita seperti tulisan Soekarno dan Hatta dari hasil akumulasi pemikiran, diskusi bahkan buku harian mereka menjadi berharga saat dibukukan dan dicetak ulang berkali-kali. Artinya menulis adalah kegiatan yang menyenangkan dan kadang membuat penulis “ Flow” (mengalir) dan terbawa dalam pemikirannya sendiri dan susah untuk dihentikan. Jika sudah begini butuh “dokter” yakni penerbit yang dengan senang hati kelak akan membukukan tulisan kita. Jangan pernah sepele dengan tulisan kita sendiri. Saya sudah buktikan bahkan puisi saya yang saya anggap biasa dan hanya bait-bait sederhana berjudul “Narasi Pemimpin Muda Untuk Indonesia” mendapatkan apresiasi dari budayawan Anhar Gonggong dan diundang oleh Bapak Mantan duta besar US dan calon presiden dari konvensi Partai Demokrat, Bapak Dino Patti Djalal untuk dibacakan di Taman Ismail Marzuki dalam diskusi calon pemimpin muda Indonesia dan akan segera di share ke You Tube oleh beliau.
Dan tulisan yang paling berkesan lagi adalah tulisan saya di kompasiana yang berjudul “ Ketika saya menjadi pengrajin Kata” dikemas dengan manis oleh Kompasianer yang nun jauh di negeri Eropa, Jerman, Mbak Gaganawati dalam bukunya  “38 Wanita Indonesai Bisa” merupakan buku kumpulan biografi mini dan kiprah perempuan Indonesia salah satunya desainer ternama Indonesia Ibu Anne Avantie dengan editor Pak  Thamrin Sonata.  Saya masih teringat wawancara life kami dipagi hari dan saya langsung ditelpon dari Jerman di bulan pebruari yang romantis gara-gara tulisan-tulisan sederhana yang sempat dibaca mbak Gaga.
Dan mungkin banyak juga para rekan kompasianer yang mendapatkan kejutan-kejutan manis dan kebahagiaan dari tulisan-tulisan yang pernah dibuat. Silahkan berbagi seperti icon Kompasiana yang keren “ sharing and Connecting”
Saya adalah orang yang paling menikmati tulisan yang membangun gairah dan semangat untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan berkontribusi bagi orang lain, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.  Saya juga mengucapkan terimakasih pada rekan kompasianer selamat untuk bukunya seperti mas Aldian Saputra, Mas Ben Nur, Pak Thamrin Dahlan, Kang Pepih Nugraha,  dan 25 kompasianer wanita yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu namanya, dan siapaun yang sudah menerbitkan tulisannya menjadi buku. Keep going and shining with words. Write on and on in the silence and get happy with flow”
Dan siapa tahu tulisan kita akan dibaca anak cucu kita kelak dan generasi berikutnya. Karena rentang usia kita tentu terbatas namun tulisan kita akan melebihi usia kita karena abadi begitu kata orang bijak. Jadi Jika menulis adalah candu, berapa banyak sahabat disini yang sudah merasakan efek dahsyatnya? Salam inspirasi

0 comments:

Post a Comment