Wednesday, May 21, 2014

Jas hitam



Aku masih seperti bermimpi. Ini hari bahagiaku. Kata orang hari jadi raja sehari. Akhirnya aku bisa mempersunting gadis pujaanku. Asam di gunung garam di laut. Kami bertemu di tempat yang orang sebut menara gading, di kampus tercinta.
Dia sosok perempuan yang terlihat anggun dan keibuawan. Aku sosok mahasiswa gaul dan aktif di organisasi intra kampus. Banyak sekali kaum hawa yang ingin mendekatiku untuk menarik perhatianku. Mulai dari kirim coklat sampai kirim miniatur mobil soalnya aku hobi road race. Jadi bisa dibayangkan betapa istimewanya aku.
Tapi hatiku akhirnya berlabuh pada perempuan bersuku jawa itu dan aku pemuda batak yang tidak terlalu rasis merasa dialah pilihanku. meski ibu sudah menjodohkanku dengan perempuan yang ibu anggap akan cocok denganku, akhirnya Ibu merestui pernikahan kami. Hatiku haru dan bahagia.
**
Sore itu aku memilih duduk diberanda ditemani singkong goreng buatan ibu dan mataku terus memandang laptop.

"Kamu sudah ukur Jas untuk pernikahan nak, anti pakai kemeja putih dan pakai  ulos juga"
Ibu membuyarkan lamunananku. Mataku tak lepas dari laptop melihat laporan rekan kerja.
maklum aku sudah menjadi supervisor di peusahaan leasing dua tahun yang lalu
"Belum sempat bu, gampang bu, masih banyak kerjaaan di kantor
apalagi mau buka cabang Bu"
" waduh, sebulan lagi pernikahanmu nak"
" biar dewi yang nyiapin Bu"
" Selalu banyak berzikir jelang pernikahnmu nak, semoga semua lancar saja, dan Dewi yang terbaik untukmu"
Ibu menyebut nama calon menantunya dan aku mendengarnya sambil tersipu. Walaupun sudah sebesar ini baru sekarang aku merasa dicintai seorang perempuan. Ibu pun tak pernah melihat aku membawa perempuan ke rumah selain Dewi.
" Iya Bu, insyaAllah, saya terdiam namun mengiyakan"
" ya kalau kalian sudah direncanakan bersama tak apa nak"

Ibu kembali masuk kamar. Akhir-akhir ini dia nampak terharu. Kebanyakan diam namun lebih sering kulihat titik bening dimatanya. Aku khawatir apa Ibu merasa belum siap melepasku sebagai anak lelaki satu-satunya dengan empat saudara perempuan.
Biasanya memang  anak lelaki dalam keluarga batak itu sangat disayangi Ibunya karena menjadi penerus marga dan dianggap akan tetap mengayomi ibunya meskipun dia sudah menikah. Aku menghormati Ibu namun aku juga menyayangi Dewi calon istriku. Semoga keduanya kompak selalu. Aku sering dengar banyak keluarga yang berkonflik gara-gara hubungan menantu dan mertua tidak harmonis. Merasa jadi saingan diantara keduanya. Akh.. aku merasa menjadi laki-laki paling bahagia diantara dua wanita yang mencintaiku.
Ibu lebih sering melihat foto almarhum Bapak, sambil mengusapnya dengan penuh perasaan
Begitu juga aku terkadang merasa sedih, andai beliau masih hidup tentu akan sangat bahagia sekali.
**
Ibu membongkar-bongkar isi lemari. Sepertinya dia ingin mencarikan ulos yang akan kupakai di hari pernikahanku.
“ sini nak, ibu sedang carikan ulos buatmu”
“ oh tarimokasih umak”* kataku bahagia

Aku melihat  jas hitam Bapak, diletakkannya digantung disisi kiri lemari. Hanya satu jas berwarna hitam. Sepertinya baru dikeluarkan ibu
Ibu memang menyimpan semua pakain Bapak dilemari kamar mereka, Jadi jika beliau rindu dia akan melihat pakaian Bapak dan menciumnya. Inikah cinta sejati, ketika pasangan hidup telah pergi mendahului, tetap tidak tergantikan di hati.Semoga aku juga menemukan belahan jiwa yang mencintaiku dengan setia. Aku  berdoa dan membatin dalam diam.
Aku ingat Bapak memakai jas hitam pada saat pelantikan Bapak sebagai kepala dinas di Pulau Nias. Itulah satu-satunya jas yang pernah dijahitkan untuk Bapak. Bahkan cerita Ibu jas yang bapak pakai untuk nikah konon pinjaman dari temannya sesama mahasiswa di jogja dulu. Jas yang sangat bersejarah.

" akhirnya ketemu ulosnya"  Ibu setengah berteriak senang dan menepuk debu-debu ulos itu. Lalu dia pakaikan padaku. Aku terlihat seperti raja batak sesungguhnya. Gagah tinggal pakai tongkat agar mirip Raja Sisingamangaraja. Hehhehe. Tapi lebih keren naga bonar kawan, satu-satunya jenderal yang belum dilantik.

" kamu memang gagah mirip ayahmu, kata ibu tersenyum"
Aku tersenyum dengan khayalanku.
Akupun memeluk ibuku terharu dan memeluknya. Rasanya baru kemarin Ibu mengusap rambutku karena lelah tertidur dipangkuannya.
**
Hari bahagiaku tiba. Jas yang dijahitkan Dewi ternyata kebesaran. Badanku terlihat kecil sekali.
" mungkin abang kurus gara-gara sering nyetir sendiri keluar kota" kata Dewi sambil mematut jas yang kebesaran
Ibu melihatku terseyum.
“ Benar_benar kebesaran ya, " Nak apa kamu mau pakai jas nya atau pakai saja jas Bapak?
Ibu langsung menuju kamar dan membuka lemari dan mengeluarkan jas hitam milik almarhum Bapak.
" Ibu memakaikan jas hitam milik ayah. Terasa pas di badan dan hangat sekali tercium wangi khas parfum Bapak. Seolah beliau hadir bersamaku
" wah pas sekali Bang. Abang ganteng banget, puji dewi memandangku mesra didepan Ibu
" hmm, aku diam tersipu malu”
“ ya ganteng dong, siapa dulu Ibunya” ibu ikutan bercanda. Kami tertawa bersama bahagia.
Ibu memakaikan jas dan mematut bahu jas nya.
" ya, ini pas nak, kok bisa ya. Sudah kalian siap-siap sekarang. Sebentar lagi penghulu datang, abca bismilllah dan terus berzikir ya” Ibu masih mengingatkan dan menunjukkan kasih sayangnya untuk mengingat Allah di momen bahagiaku.
Ibu memperbaiki bulang* yang dipakai Dewi.
Kami berjalan beriringan. Aku memakai kas hitam milik Bapak dan tersenyum bahagia. Dewi menggandeng tanganku mesra. Bapak terimakasih jasnya . Sungguh aku senang dengan warisanmu ini. Kali ini sejarah hidup baruku akan kumulai dan jas hitammu menjadi saksi. I love you Bapak.
* Bulang : perhiasan adat tapanuli selatan yang dipakai saat pernikahan.

Senayan, mei 2014

 

6 comments:

  1. hmm pernikahan 2 suku ^_^ selalu menarik dengan sejuta sensasi
    sama ane juga heheh

    menarik kakandaku

    ReplyDelete
    Replies
    1. semua butuh pengertian ya ando :), makasih adik ambo :)

      Delete
  2. seru ya sepertinya sista Edrida :)
    great wrote

    ReplyDelete