Monday, January 25, 2016

Ibu Mengulum Bunga Kamboja Dimulutnya



Mantra itu kudengar lagi dari senandung Mama Tania saat menenun kain bermotif kamboja dengan warna kuning dan putih. Dia bersenandung, sambil sesekali dengan terampil tangannya mengikat benang pakan dan kakinya menghentak alat tenun dengan gesit. Mama tania, perempuan berusia 59 tahun yang sudah ditinggal oleh suaminya yang wafat sepuluh tahun silam

" Inat Genu met dala mawarni
met dala rata waen
mawarani wawa rahang"




Mama Tania mengulum bunga kamboja dimulutnya,ada sinar seperti berlian memancar dari lidahnya
dan bintang kejora di keningnya.Banya ibu dan anak harus setia dalam kehidupan

Mama Tania membesarkan Florensa anaknya yang mirip dengan watak suaminya, senang belajar dan berpergian dan berpetualang melihat daerah-daerah baru. Disebuah pedesaan bernama Latuhari di tanah Nusa tenggara Timur suaminya selalu setia setiap petang membawa kuda mereka merumput di padang sabana yang indah, sungguh indah sekali menyaksikan pemandangan lelaki yang menikahinya tiga puluh tahun lalu memakai tenun hasil dari jemarinya sendiri, tenun yang dipakai suaminya adalah tenun yang dipakai sehari-hari dan jadi kain kesayangan suaminya. kenangan itu menari-nari di kepala maam tania. Kadang dia terpikir andai suaminya juga menyaksikan Florence , puteri kecil mereka yang semata wayang tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik, dan panjang akal dan kakinya seperti suaminya. Namun semua hanya menitip rasa haru hatinya. Dia meneruskan tenunan dan sesekali memandang photo Florence dengan latar belakang menara Eiffel yang terkenal di Paris

Mama Tania sendiri tak tahu, dimana negeri Eropa itu. Yang dia tahu anaknya diundang di acara pameran kain etnik karena berhasil membuat penelitian tentang keindahan tenun dengan bahan alami warna indigo yang sangat terkenal di dunia. bahkan anaknya juga mendemokan bagaimana menenun sehelai kain menjadi beragam motif yang terhampar indah, membuat decak kagum para bule-bule itu

Sesekali mata Mama Tania berkedip, ada butiran bening disudut matanya, rindu apda puterinya yang sudah berkelana jauh, namun apa dikata zaman dirinya dan zaman anaknya berbeda.

Florence memang mencintai ibu dan tanah kelahirannya, namun gundah di hati seorsng ibu yang menyaksikan anaknya belum juga mau dijodohkan dengan pilihan




menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri karena
baginya kesuksesan anak adalah nobel bagi dirinya


0 comments:

Post a Comment