Cinta Tak
Pernah Salah Membuka Pintunya
Oleh
: Edrida Pulungan*
Masih
jam 6 sore. Rembang petang di kota kembang. Rania malas beranjak pulang. Semua
teman kantornya sudah pulang beberapa jam yang lalu. Namun Rania memandangi kertas
yang menumpuk. Masih banyak pekerjaan kantor dan tugas kampus yang menumpuk. Tapi
entah mengapa semua kertas notulen rapat yang harus diedit lagi diabaikannya.
Bahkan text book untuk bahan bacaan diskusi dikampus juga diabaikannya.
Seharian dia hanya menatap fb dan melihat photo teman-temannya yang sudah
menikah. Semua sudah memiliki anak-anak yang lucu-lucu. Tidak begitu dengan
Rania. Meski dia cukup puas dengan karirnay sebagai sekretaris eksekutif
perusahaan minyak, juga gelar akademisinya
sebagai master komunikasi yang sebentar
lagi akan dirampungkannya. Rania menurunkan kacamatanya ke bawah demi melihat
inbox fb. Ada seseorang teman yang menyapanya, singkat. Dia melihat nama itu. Rangga. Ada 5 mutul
pertemanan mereka.
“
hi”
“Hai
juga
“Sibuk
ya”?
“Tidak
mas”
“Lagi
apa/”
“Lagi
beres-beres mau kirim buku J
“
“Judulnya
apa ya?”
“melamarmu
di kota serambi’
“mau
dong”
“hehehehe”
“
pekerjaannya apa sih?’
“
penulis buku”
“oh
ya, asyik dong”
“
ya asyik, kalau banyak yang baca karya kita”
“kamu
tinggal di mana’?
“
saya di bandung”
“
kalau mas dimana’?
“
saya di aceh”
“oh
ya, pekerjaanya apa?’
“
saya tukang buka tutup pintu bank”
“
oh ya, lucu juga,hehhehehe”
“
oh ya nanti kita ngobrol lagi ya mas, ini nomer saya 0812xxxxx, “
Entah
mengapa rania merasa senang bertemu seseorang meski di dunia maya. Apalagi
Rangga sosok yang komunikatif dan lucu. Setidaknya bisa menjadi teman ngobrol
baginya. Sekian lama rani lebih asyik
dengan dunianya, dunia karir, kampus dan menulis. Tapi rania tidak pernah mau
mengatakan dia bekerja sebagai sekretaris, Dia ingin menemukan sosok yang tulus
dan menerimanya. Dan tidak merasa minder dengan posisinya. Karena entah berapa
kali hunbungan Rania kandas hanya karena salah paham. Rania merasa sedih jika
pendidikan dan jabatan dibawa-bawa dalam hubungan, padahal manusia itu sudah
ada rezeki dan bakatnya masing-masing.
Kadang rania juga takut menikah. Karena mendengar temannya yang banyak
merasakan KDRT dan beberapa cerai karena suaminya tidak memberikan kebebasan
berkarya dan otoriter.
Rania
menarik nafas dalam. Oksigen seolah masuk kekepalanya. Perasaan dan pikirannya
sedikit ringan.
Mungkin
karena oksigen mengalir dengan sempurna dalam tubuhnya yang lelah dan
pikirannya yang mulai bercabang. Akhirnya Rania membaca beberapa notulen rapat
dna mencoba konsentrasi.
**
Rania
membereskan tasnya, ponselnya bordering
“
halo, ini aku yang tadi ngobrol di fb
“
Ya, aku ingat Mas rangga Bukan”
“
ya, diriku, rangga, fans mu”
**
“
maaaf menggangum aku menelponmu, Aku sebenarnya senang mengenalmu, dan ingin
mengenalmu lebih jauh, pasti bahagia ya bersamamu”
Gubrak.
Perasaan rania melayang di langit biru. Lapisan ketujuh.
Rania
merasa lelaki ini begitu berani dan terkesan blak-blakan.
Pikir
Rania berani benar lelaki yang baru dikenalnya ini merayunya. Pakai rumus
gombal tembak langsung lagi.
Tapi
rania merasa senang saja. Mungkin karena selama ini dia selalu di kelilingi
sosok yang kurang ekspresif. Rata-rata
temannya adalah anak IT yang selalu lebih akrab dengan PC computer daripada
ngobrol dengannya, meskipun kebanyakan mereka laki-laki single.
Rangga
memulai pembicaraan dengan suaranya yang berwibawa namun sedikit manja.
“
ra, aku ini duda, istriku meninggal
ketika anakku berusia 2 tahun, istriku kecelakaan, tapi aku masih muda, 32
tahun”
“
oh ya.. mas maaf ya, turut berduka cita”
“kamu
sudah pernah menikahkah?”
“
oh belum”
“hmm,
kamu rugi dong kenal denganku”
“
ya tidak, namanya juga berteman”
“
tapi aku niatnya serius”
“serius
untuk ?”
“ menikah”
“ menikah”
“
saya yakin masa depan saya dan Denia masih panjang,dia juga butuh kasih sayang
ibu”
“
ya pastiny mas”
Rania
merasa seperti diwawancarai namun senang dengan semua pertanyaan Rangga,
Mungkin inilah yang dicarinya selama ini, hubungan yang serius dari laki-laki
dewasa dan bertanggung jawab.
“
kamu maukah hubungan serius”
“
sejujurnya iya, tapi butuh waktu menjalaninya”
“
oh ya mas, saya harus masuk lagi ada rapat”
“
ya, nanti saya telpon lagi ya, selamat bekerja”
“makasih
mas”
Ada
perasaan bahagia yang menelusup di hati perempuan berusia 27 tahun itu. Entah
mengapa semuanya begitu cepat. Mungkinkah lelaki ini yang dikirimkan Tuhan
untuk mengisi hari-harinya dan menghabiskan sisa usianya?
**
Rania
memperhatikan sosok itu di akun FB nya. Rangga sosok yang kelihatan dewasa dan
penyayang. Banyak sekali photo-photonya dan puteri perempuannya. Rasanya
terenyuh melihat photo-photo itu, sekilas Denia terlihat baby perempuan yang
lucu dan periang. Gemas rania melihatnya, namun semua tentu butuh waktubagi
rania. Tak pernah terpikir olehnya bersua seorang duda dengan anak satu. Namun
apakah cinta sedang membuka pintu untuknya?
Beranikah
Rania masuk kedalamnya?
Tepat
jam 09.00 wib. Rania baru sampai di rumah. Ponselnya dari tadi sudah
bordering-dering. Dia tahu itu pasti rangga yang selalu ingin mencari tahu khabarnya.
Rania
merasa ponselnya bergetar dan dilihatnya
satu nama dilayar ponselnya “ Rangga. Nama itu kini mengisi harinya. Rania dan
rangga sebenarnay nama mereka serasi. Rania tersenyum bahagia.
Sayang,
kamu sudah makan belum?katanya
“
belum mas, nanti aja, lagi banyak yang mau dikerjain”
“
ya, makan dulu ya,nanti sakit, jangan diporsir kerjanya dek”
“ya
mas”
“udah
ya,mas lanjut kerja dulu”
“
makasih mas, sudah nelpon”
Inilah
yang dia suka dari Rangga, mau nelpon disela-sela kesibukannya. Dia senang sekali
sosok lelaki yang perhatian dan hangat.
Namun kadang ada ketakutan yang hadir pada diri rRnia. Benarkah dia bersua
dengan lelaki serius. Tak banyak orang yang kenalan di dunia maya dan menikah.
Namun inilah perjalanan kisah cintanya. Justru
dia menemukan sosok itu diujung jarinya.
**
“
kamu kenapa usia segini belum nikah”?
“belum
ketemu jodohnya mas”
“Jangan-jangan
gak suka laki-laki”
“aih
mas enak aja”
“hehhehehe,
hanya becanda, janagn marah”
“kamu
aja kali yang terlalu pilih-pilih, tiada yang sempurna lho”
“
gitu ya mas?’
“ ya iyalah, saya aja sudah punya anak”
“ ya iyalah, saya aja sudah punya anak”
“
selamat kalau gitu, hehhehe”
“
aku yakin kita nanti pasti jadi kok”
“
oh ya,”
“
ya iyalah”
“
memang kamu gak mau sama aku”
“
hmmm, nanti bertepuk sebelah tangan”
“
gak kok, aku juga suka sama kamu kok, kamu cukup cantik juga”
“
berartui nilai C dong, cukup”
“heheehehehe,
gak juga”
“
kamu suka nyanyi gak mas?”
“suka,
sesekali”
“
coba menyanyi untukku”
“
kamu dulu lah”
“mau
nyanyi apa”?
“
Akhirnya kumenemukanmu”
“
wah suka lagu itu ya?’
“
lumayan”
“
kapan-kapan ya”
“
sekarang aja, kalau gitu aku yang nyanyi untuk kamu ya Ra”
“akhirnya
kumenemukanmu, saat hati ini masih meragu… sesungguhnya engkaulah harapan
segala gundah hatiku”
Rania
mendengar rangga menyanyi hingga selesai. Ada sesuatu yang hangat menelusup
dihatinya, entah apa namamnya.
“
ra, jika kelak kita menikah, kamu mau kan menjadi ibu yang baik buat Denia,
kasihan dia gak merasakan kasih saying ibu”
“
Iya mas, dan bantu aku jadi ibu yang baik baginya”
“
ya, dan satu lagi…”
“
apa itu mas?’
“
mau gak , kalau nanti kita tunggu Denia besar dulu, mungkin dua tahun baru kamu
punya naak”
Gubrak,
perasaan rania campur aduk, disatu sisi dia merasa Rangga hanya menginginkannya
menjadi ibu bagi rania, padahal rania juga ingin punya anak dari rangga.Sungguh
cerita yang menyedihkan bagi rania, akla dia merasa menemukan belahan hatinya
namun diatas pra syarat untuk menemukan satu cinta.
“
begotu ya mas, baiklah saya piker dulu ya,makasih”
“
rania kamujangan marah ya, apapun yang kamu mau untuk keseriusan hubungan kita,
aku pasti setuju, aku akan menjemputmu secepatnya”
“
ya mas, makasih ya, nanti kita ngobrol lagi”
Rania
langsung menghambur ke ketempat tidurnya. Menutup matanya denganbantal dan
menangis. Rasanya baru kemarin dia mengenal sosok Rangga, namun sudah mampu
mencuri hatinya. Tapi seolah semua sirna bagi Rania. Karena dalam pikiran rania
seolah Rangga hanya menginginkannya jadi seorang Ibu seolah “ pengasuh
babynya”.
Bagi
Rania kelak ini pernikahannya yang pertama, dia membayangkan sesuatu yang
indah, namun inilah kenyataan kehidupan yang dialaminya saat dia pertama kali
mengenal cinta.
Ranie
mencoba menarik nafas dalam. Ponselnya bordering berulang-ulang, Telpon
dari rangga. Entah bagaimana perasaan
Rangga sekarang, apakah dia tak tahu betapa sakit seorang perempuan yang
menginginkan kehidupan rumah tangga yang indah tanpa adanya batasan punya anak
tidak harus menunda. Bukankah Rangga tahu rania adalah sosok yang penyayang dan
tak akan menelantarkan anaknya. Bagi rania cinta Rangga tak tulus. Baru
seminggu rasa itu hadir,rasa yang berbunga-bunga akhirnya hari ini musnah
semua. Rania mengusap airmatanya.
Sayup-sayup
azan magrib terdegar memecahkan lamunannya. Bergegas rania mengambil wudhu.
Hatinya sedikit tenang. Dia mengambil photo darimeja riasnya “ photo Rangga dan
denia “ yang tidur pulas berdua, kemarin diambil dari FB dan dicetaknya.
Dia
mencium photo itu, seraya berkata “ Rangga aku mencintaimu dan juga anakmu,
meski itu bukan untukku, dan kelak engkau akan tahu cinta tak pernah salah
membukakan pintunya, dan akau sudah membuka pintu hatiku untukmu, kumohon
jagalah aku dan rawat cintamu untukku”
Hari
ituperasaan rania mulai damai, Dia membaca sms yang masuk
“
Rania, maukah menikah denganku, maafkan aku atas harapanku kemarin, namun aku
tahu engkaulah perempuan istimewa yang dikirimkan Tuhan untukku”
Rania
tersenyum da nada butiran hangat mengalir diwajahnya. Airmata haru dan bahagia”
*Edrida
Pulungan penulis 15 buku, pendiri Lentera Pustaka Indonesia, Penulis buku “Diatas Langit Eropa Melamarmu dan sepucuk
Rindu Untuk Aisyah yang Setia”
0 comments:
Post a Comment