Tuesday, January 14, 2014

Ketika Saya Menjadi Pengrajin Kata



Tahun terus berganti, kehidupan senantiasa berubah, begitu juga manusia yang secara sederhana terdiri dari dua komponen raga dan jiwa. Raga manusia semakin menua, dan jiwa juga sering bermetamorfosa. Manusia ada diantara dua sisi yakni  dimanis dan statis. Lalu kehidupan berjalan dan masa depan meninggalkan masa lalu. Dan apa yang bisa kita lakukan dengan waktu?

Jiwa yang senantiasa muda dan hijau akan terus belajar tentang dirinya, baik apa kekuatan dan kelemahannya hingga dia semakin bersyukur dan dekat dengan Tuhannya, begitu kata  imam Al Ghozali. Namun ada juga jiwa yang coklat, menua dan menyelesaikan kehidupan dalam diam dan tanpa asa, mungkin sudah lelah, pasrah atau jengah. Dan itu manusiawi tentunya.  Bagi saya Jiwa manusia adalah manifestasi abstraksi asa dan rasa.

Dan raga manusia terwujud dari 90 persen terdiri dari air dan terbungkus tulang, senantiasa berkembang mengikuti takdir alam, bahkan ada yang mati muda sebelum lanjut usia, ada yang sakit namun masih bertahan hidup lama, bahkan Chairil Anwar juga berteriak dalam syairnya “ Ingin Hidup seribu tahun lagi”,  Namun Tuhan sudah memberi jatah yang berbeda-beda untuk rentang usia manusia. Dan raga juga hanyalah punggawa yang mengikuti panglimanya yakni hati.
Pda tahun baru ini, ada asa dan rasa yang membara ketika saya tersadar sekian lama, ternyata saya adalah pengrajin kata-kata, dan hidup diantara kata-kata. kata-kata pertama yang membangunkan jiwa dan raga saya berasal dari Bapak, kata-kata yang saya dengar ketika saya berusia sepuluh tahun adalah pribahasa arab “Man Jadda Wajada ( من جدّ وجد ) yang bermakna “Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Mungkin karena beliau adalah seorang santri sehingga berkesan dengan kata-kata ini. Dan memang bagi saya dia adalah seorang Bapak sekaligus Guru yang mengajari saya banyak hal tentang kehidupan.
Saya masih menyimpan surat-surat  beramplop coklatnya yang dia kirimkan jauh dari pulau tempat dia bekerja sebagai abdi negara (sudah hilang karena sering nomaden), konsep-konsep pemikirannya dalam agenda kerja, bahkan puisi-puisinya yang terselip di halaman belakang dengan tulisan tangan klasik. Dan tentu beliau sosok yang sering memproduksi kata-kata, hingga nama saya adalah perpaduan namanya dengan kekasihnya (ibu saya), sungguh romansa kata-kata sudah dia turunkan sempurna uang berpengaruh dalam kehidupan saya.
Namun  saat itu saya tidak pernah menjadikan kata-kata Man Jadda Wajada itu istimewa, mungkin karena pada saat itu saya masih muda dan tidak terbebani dengan  tujuan hidup dan lain sebagainya.
 Hingga ketika sepuluh tahun kemudian, ketika saya semester pertama kuliah, Bapak mengirimkan surat lagi kepada saya dan menuliskan kata-kata penutup yang erat hubungannya dengan waktu. Kata-kata itu adalah “ Ananda hari ini menentukan hari esok”, jleb !! hati saya tergugah dan terdiam beberapa saat, kata-kata itu berhasil menjadi mantra dalam hidup saya hingga saya selalu mencoba memaknai waktu dengan makna, dan saya berhasil dengan menuntaskan kuliah di dua universitas negeri dengan mengoptimasi waktu dengan berinvestasi dengan pendidikan dan sedikit mengorbankan masa romansa anak muda untuk bekal masa depan. Dan sepuluh tahun kemudian benar kata Bapak, hari-hari dimasa lalu menghantarkan saya pada episode kehidupan dimasa sekarang yang tak pernah saya bayangkan, dan harus saya syukuri, perjalanan yang dulu mengantarkan saya menjadi pengrajin kata--kata, sebagai speechwriter (penulis pidato) di salah satu lembaga negara. Lagi-lagi saya hidup dalam kata-kata.
          Pada bulan November 2013 saya diminta  Kompasiana menjadi Host Moderator dengan dua topik yakni musik dan TKI, dan saya kembali lagi merecall kata-kata terbaik untuk bertanya,  berinteraksi, dan berdialog dengan para narasumber di panggung dan berakhir dengan lancar karena memulai acaranya dengan rangkaian kata-kata dalam doa. Dan kata-kata tersebut  berujung menjadi jalinan persahabatan yang indah antara saya dengan Anezkia dan Fera Nuraini, yang keduanya berpengalaman menjadi TKI perempuan yang tegar dan inspiratif menurut saya,dan wawancara dengan grup band 3 Composer (Pencipta lagu dan lirik artis top mulai dari Afgan, Siti Nurhaliza, Marcel, dan lain-lain)  Saya mendengar  langsung lirik-lirik lagu dalam nada yang indah yang mereka ciptakan membuat saya semakin jatuh cinta dengan kata-kata.
Penghujung tahun saya juga terpilih menjadi finalis Public Speaking Rene Suhardono dan Friends dan  pada saat itu saya membuka performance di panggung dalam satu cerita  tentang passion saya dengan memulainya dengan “ Kata-kata adalah mantra” yang akhirnya memberi saya ruang di hati para sahabat baru yang terinspirasi dengan kata-kata tersebut. Dan kata-kata itu yang menghantarkan saya berkenalan dengan para coach super keren seperti Rene Suhardono, Ivan Deva, Didi Mudita, Steve Kosasih, Ricky Setiawan dan beberapa fans berjiwa muda dari berbagai kalangan seperti aktifis LSM, pengacara, banker, serta pengusaha, Mereka adalah Dierapaksi, Hendriyadi, Indra Rezki, Lutfi, dan Heriyanto yang datang jauh-jauh hanya untuk mendengarkan kata-kata dalam cerita (story) dalam durasi lima menit itu.
          Dan tahun 2014 ini, saya akan terus belajar menjadi pengrajin kata-kata dari setiap orang yang saya kenal. Siapapun mereka, dari seorang penjual sarapan, pekerja kreatif, ilmuawan hingga negarawan. Dan saya akan terus bekerja dan setia dengan kata-kata.

Semoga kelak kata-kata yang saya ungkapkan baik dalam lisan dan tulisan mampu membuat setiap orang tergugah untuk menjadi pribadi yang lebih baik, menghadirkan senyum bagi hati yang luka, menggerakkan jiwa untuk berkarya, dan mungkin mengubah satu bangsa menjadi sejahtera.

Kata-kata yang akan mengetuk setiap jiwa dan mengubahnya menjadi sejuk, damai hangat, gembira menjalani hari-hari. Bukankah kehidupan kita di dunia dimulai dengan kata-kata dalam dialog sebagai perjanjian kita dengan Tuhan dan diakhiri dengan jawaban-jawaban terbaik kita kelak menghadapnya dengan kata-kata yang dipersaksikan seluruh raga. Dan inilah saya sang pengrajin kata.


0 comments:

Post a Comment